Dalam masyarakat yang serba cepat saat ini, banyak orang menghadapi tekanan dan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagai indikator kesehatan mental yang penting, fleksibilitas psikologis secara bertahap mulai mendapat perhatian. Secara khusus, Acceptance and Commitment Therapy (ACT), sebagai metode psikoterapi yang sedang berkembang, membantu orang menemukan jalan kembali ke diri mereka sendiri saat menghadapi rasa sakit dan kesulitan yang tak terhindarkan dalam hidup.
Fleksibilitas psikologis bukan hanya tentang mengelola emosi, tetapi juga tentang hidup dengan emosi tersebut dan bertindak menuju tujuan yang Anda hargai.
ACT dipelopori oleh Steven C. Hayes pada tahun 1982. Inti dari terapi ini adalah belajar menerima emosi yang tidak menyenangkan dan menggunakannya untuk menemukan kehidupan yang lebih bermakna. Menerima emosi tidak berarti melepaskannya, tetapi merupakan proses positif yang dirancang untuk membantu individu mengurangi frekuensi berjuang dengan pengalaman batin yang tidak menyenangkan, menerima kemunculan dan transformasi emosi, dan pada akhirnya mendorong perubahan perilaku.
ACT bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas psikologis individu, biasanya melalui enam prinsip inti berikut:
Bersama-sama, prinsip-prinsip ini mendorong pengembangan fleksibilitas psikologis, yang memungkinkan kita untuk bertahan hidup dalam keadaan yang berubah tanpa kehilangan jati diri.
Seiring berjalannya waktu, penelitian empiris tentang ACT terus bertambah. Hingga tahun 2024, telah ada lebih dari 1.100 uji coba terkontrol acak (RCT) yang terkait dengan ACT, yang menunjukkan bahwa terapi tersebut memiliki efek signifikan dalam mengobati berbagai masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Organisasi seperti American Psychological Association (APA) dan World Health Organization (WHO) telah mensertifikasi ACT sebagai salah satu metode pemrosesan emosi yang efektif. Seiring dengan kemajuan penelitian ini, pemahaman kita tentang terapi ini pun berkembang.
Dalam ACT, individu belajar untuk tidak lagi memandang emosi sebagai musuh, tetapi sebagai teman dalam perjalanan hidup. Pola pikir penerimaan ini tidak hanya membuat kita tetap tenang dalam menghadapi kesulitan, tetapi juga mendorong kita menuju tujuan yang kita junjung tinggi. Bagi mereka yang mencari jati diri mereka yang sebenarnya, belajar untuk hidup di masa kini dan menerima perasaan batin adalah titik awal untuk menjadi positif dan berubah.
Melalui perhatian dan tindakan yang cermat di masa kini, kita dapat mengambil langkah kecil, tetapi itu dapat menuntun pada perjalanan hidup yang baru.
Fleksibelitas psikologis bukan hanya kemampuan individu untuk menghadapi tantangan hidup, tetapi juga perjalanan setiap orang untuk mencari jati diri mereka yang sebenarnya. Dalam menghadapi emosi yang bergejolak, bagaimana kita dapat membimbing diri kita sendiri dengan lebih tenang, menerima kenyataan, bergerak lebih dekat ke nilai-nilai batin kita, dan akhirnya tumbuh dan berubah?