Dalam kimia organik, struktur elektronik cincin aromatik memiliki pengaruh penting pada laju reaksi kimia dan distribusi produk akhir. Terutama dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik, pengaruh substituen yang ada pada reaksi tidak dapat diabaikan. Bergantung pada sifat substituen, kita dapat membedakannya menjadi gugus pendonor elektron (EDG) dan gugus penarik elektron (EWG), yang memainkan peran berbeda dalam proses reaksi.
Gugus Pendonor Elektron (EDG): Faktor Pengaktif untuk Substitusi ElektrofilikGugus donor elektron adalah gugus yang dapat menyumbangkan kerapatan elektron ke cincin aromatik melalui resonansi atau efek induktif. Gugus ini membuat sistem elektron π dari cincin aromatik lebih nukleofilik, yang berarti lebih rentan terhadap reaksi substitusi elektrofilik. Dengan penambahan substituen, reaktivitas cincin aromatik meningkat, yang juga dikenal sebagai efek aktivasi.
EDG sering disebut sebagai gugus pengaktif, meskipun efek sterik dapat mengganggu reaksi.
Menurut penelitian, keunggulan EDG terletak pada kemampuannya untuk mendorong jalur reaksi substitusi elektrofilik ke posisi orto dan para, sehingga menghasilkan produk yang sesuai. Pengaruh gugus ini dapat ditelusuri kembali ke hukum Crum Brown–Gibson abad ke-19, yang menjelaskan selektivitas struktur substituen terhadap posisi reaksi.
Berbeda dengan EDG, gugus penarik elektron adalah gugus yang menghilangkan kerapatan elektron dari cincin aromatik, sehingga membuat cincin aromatik menjadi kurang reaktif, yang dikenal sebagai efek penghambatan. EWG umumnya menghasilkan reaksi substitusi elektrofilik yang lebih menyukai posisi meta, daripada posisi orto atau para seperti yang dilakukan EDG. Fenomena ini menunjukkan bahwa EWG memainkan peran negatif dalam reaksi tersebut.
Sebagian besar EWG menggunakan efek induktif dan resonansi untuk menarik elektron.
Selain itu, meskipun secara umum diyakini bahwa substituen halogen seperti fluor dan klorin adalah EWG, gugus ini dapat menunjukkan sifat pengaktifannya dalam beberapa kasus, yang terkait dengan struktur elektronik cincin induknya. Secara khusus, fluor, karena elektronegativitasnya yang sangat tinggi, dapat meningkatkan reaktivitas cincin aromatik pada posisi tertentu, sehingga mengubah karakteristik EWG konvensional dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik.
Ketika dua substituen yang berbeda ditempatkan pada cincin aromatik, penempatan substituen ketiga sering kali dapat diprediksi. Secara umum, substituen yang paling aktif akan lebih suka mengendalikan substituen yang relatif lebih lemah. Aturan tersebut memiliki keterbatasan yang jelas. Interaksi antara simetri struktur dan substituen akan memengaruhi selektivitas reaksi akhir.
Ketika beberapa substituen hidup berdampingan, substituen pengaktif biasanya lebih diutamakan daripada substituen lainnya.
Selain itu, efek sterik dan elektronik dari substituen juga memiliki pengaruh penting. Misalnya, substituen kecil akan mengubah selektivitas reaksi saat substituen baru ditambahkan, sedangkan substituen besar cenderung mencegah reaksi pada posisi orto.
KesimpulanSeiring dengan pemahaman kita tentang efek EDG dan EWG yang semakin berkembang, menjadi jelas bahwa interaksi antara keduanya merupakan gambaran kompleksitas reaksi kimia. Mempelajari substituen ini dan efeknya tidak diragukan lagi akan menabur benih untuk penelitian kimia baru. Bagaimana kemajuan kimia di masa depan akan memengaruhi penerapan dan pemahaman tentang substituen ini? Mungkin ini adalah sesuatu yang harus direnungkan dan didiskusikan oleh setiap ahli kimia.