Harga Buku Tetap (FBP) masih menjadi topik kontroversial di pasar buku di seluruh dunia. Di beberapa negara, seperti Prancis dan Jerman, ada undang-undang atau perjanjian semacam itu yang memungkinkan penerbit memutuskan berapa harga buku yang harus dijual, memastikan kelangsungan hidup toko buku kecil dan mempromosikan keragaman budaya. Namun, sistem ini juga memicu perdebatan tentang persaingan harga, aksesibilitas buku, dan pasar penerbitan.
Tujuan utama undang-undang buku harga tetap adalah untuk mempromosikan persaingan nonharga di antara toko buku untuk mempromosikan buku-buku budaya penting yang sulit didapat.
Munculnya harga buku tetap bermula dari kepercayaan pada keragaman budaya dan stabilitas pasar buku. Para ahli percaya bahwa toko buku berkualitas tinggi merupakan syarat yang diperlukan untuk distribusi buku yang beragam, yang penting bagi kehidupan budaya suatu negara. Toko-toko buku ini menghadapi biaya tambahan dan tidak mampu bersaing dengan toko-toko diskon yang berfokus pada buku terlaris, sehingga penerapan sistem harga tetap melindungi margin keuntungan toko-toko buku dan memberi mereka cukup sumber daya untuk mempromosikan buku-buku yang kurang populer.
Secara historis, banyak negara dengan industri buku yang signifikan telah memiliki harga buku tetap sejak abad ke-19. Dengan berkembangnya kebijakan persaingan pada tahun 1970-an, beberapa negara, seperti Australia dan Swedia, secara bertahap menghapuskan sistem ini. Namun, negara-negara seperti Spanyol, Yunani, dan Italia mengesahkan undang-undang selama periode ini yang mewajibkan harga buku tetap.
Di beberapa negara, harga buku tetap masih berlaku di sekitar sepertiga negara anggota Uni Eropa, yang menunjukkan akar sejarahnya yang dalam.
Ada berbagai penilaian berbeda di kalangan ekonomi mengenai efektivitas sistem harga buku tetap. Di satu sisi, beberapa ekonom meragukan nilai budayanya, dengan menyatakan bahwa sistem ini akan menyebabkan distorsi pasar; di sisi lain, ada juga ekonom dan orang-orang di industri buku yang percaya bahwa sistem ini adalah satu-satunya alat untuk melindungi penerbitan karya budaya. Mereka menyatakan bahwa meskipun model ini memiliki distorsi tertentu, model ini dapat memperluas pengaruh budaya dan memungkinkan lebih banyak buku dengan signifikansi budaya untuk diterbitkan.
Dengan membandingkan negara-negara dengan dan tanpa undang-undang harga tetap, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ketika undang-undang harga tetap dihapuskan, toko buku independen kecil digantikan oleh jaringan besar, harga buku terlaris diturunkan, dan harga buku lainnya akan naik. Misalnya, setelah berakhirnya harga buku tetap di Inggris, meskipun jumlah toko buku kecil menurun, beberapa toko buku regional dengan permintaan berkualitas tinggi masih bertahan.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa harga buku tetap memainkan peran penting dalam menjaga jaringan toko buku independen dan membatasi pertumbuhan toko buku berantai.
Seiring dengan terus berubahnya kondisi pasar, pertanyaan utamanya adalah apakah undang-undang penetapan harga buku nasional akan terus berpengaruh di masa mendatang. Dengan maraknya penjualan buku elektronik dan buku daring, toko buku tradisional menghadapi tantangan yang lebih besar untuk bertahan hidup. Apakah ini akan mengarah pada gelombang baru refleksi atau reformasi undang-undang harga buku tetap?
Di pasar buku yang terus berubah ini, undang-undang harga tetap dapat membantu melindungi keberagaman budaya, tetapi ketika persaingan harga dan permintaan konsumen saling bertentangan, apakah sistem ini masih menjadi pilihan dengan lebih banyak manfaat daripada kerugian?