Di seluruh dunia, banyak yang memperdebatkan legalitas dan etika bunuh diri dengan bantuan medis, sebuah cara bagi pasien yang menghadapi penyakit serius dan tak tersembuhkan untuk mengakhiri penderitaan mereka. Bunuh diri dengan bantuan medis, juga dikenal sebagai bunuh diri dengan bantuan dokter (PAS), biasanya merujuk pada proses di mana pasien menggunakan obat untuk mengakhiri hidupnya dengan bantuan seorang profesional medis.
Praktik ini dirancang untuk menawarkan alternatif bagi pasien yang sakit parah yang menderita sakit, dan beberapa orang mengatakan bahwa hal ini melambangkan martabat dan hak untuk memilih.
Bunuh diri dengan bantuan medis legal di beberapa negara, seperti Belgia, Kanada, dan Swiss, meskipun setiap wilayah memiliki peraturan dan ketentuan hukumnya sendiri. Melalui undang-undang ini, pasien harus memenuhi serangkaian kualifikasi yang ketat, termasuk bahwa mereka harus menderita penyakit terminal atau tak tersembuhkan, memiliki kemampuan mental yang baik, dan secara sukarela dan jelas menyatakan keinginan untuk mengakhiri hidup mereka.
Menurut survei tahun 2022, alasan utama pasien menyatakan keinginannya untuk melakukan bantuan bunuh diri medis meliputi hilangnya otonomi, ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang membuat hidup menyenangkan, dan merasa menjadi beban bagi keluarga mereka. Faktor-faktor ini menggambarkan tantangan psikologis dan emosional yang dihadapi pasien saat mencari pilihan untuk mengakhiri hidup.
Ketidakmampuan untuk menikmati hidup (89%), hilangnya otonomi (86%), dan hilangnya martabat (62%) adalah alasan utama mengapa pasien mempertimbangkan bunuh diri.
Ada juga perbedaan signifikan dalam persepsi tentang bantuan bunuh diri medis di berbagai latar belakang sosial dan lingkungan budaya. Banyak pasien memilih bantuan bunuh diri medis selama proses yang menyakitkan, berharap untuk mengucapkan selamat tinggal pada rasa sakit yang tak tertahankan.
Di antara mereka yang menyuarakan dukungan untuk bunuh diri dengan bantuan medis, orang-orang menekankan alasan-alasan seperti mengurangi penderitaan manusia, menghormati otonomi pasien, dan rasa iba terhadap pasien. Banyak orang percaya bahwa ini adalah cara bagi mereka untuk memilih mengakhiri hidup yang tidak lagi mereka nikmati, dan mereka memiliki hak untuk memilih.
Pendukung mengatakan bunuh diri dengan bantuan medis harus dilihat sebagai penghormatan terhadap pasien dan pilihan yang manusiawi.
Di sisi lain, pihak yang menentang menyatakan kekhawatiran bahwa pendekatan ini dapat menyebabkan lebih banyak masalah sosial, terutama potensi bahaya bagi kelompok yang sangat rentan. Mereka menekankan bahwa pilihan-pilihan ini harus didasarkan pada keinginan sejati pasien daripada tekanan eksternal lainnya.
Dalam komunitas medis, sikap dokter memiliki dampak yang mendalam pada masalah ini. Beberapa cendekiawan dan dokter telah menunjukkan bahwa bunuh diri dengan bantuan medis dapat bertentangan dengan etika profesi dokter, seperti larangan tertentu dalam Sumpah Hipokrates. Akan tetapi, sumpah ini telah ditafsirkan secara berbeda dalam konteks medis saat ini, sehingga mempersulit pembahasan tentang etika medis.
Beberapa orang menunjukkan bahwa meskipun Sumpah Hipokrates melarang dokter memberikan obat-obatan yang mematikan, praktisi medis modern memiliki sikap yang berbeda terhadap sumpah ini.
Komunitas medis dan masyarakat umum juga tampaknya memiliki reaksi yang berbeda terhadap berbagai posisi pihak dalam masalah ini. Sebuah survei terhadap profesional medis menunjukkan bahwa sebagian besar dokter tidak mendukung bunuh diri dengan bantuan medis, tetapi seiring dengan perubahan konsep sosial secara bertahap, pembahasan tentang topik ini terus berlanjut.
Hukum dan penerapan bantuan medis untuk bunuh diri masih menjadi topik yang hangat diperdebatkan di masyarakat saat ini, dan sistem hukum di berbagai negara serta hak untuk memilih secara bebas masih terus diperdebatkan. Dalam konteks yang kontroversial ini, memilih kapan dan bagaimana mengakhiri hidup seseorang telah menjadi tantangan etika dan emosional yang besar bagi pasien, dan juga telah membangkitkan pemikiran orang-orang tentang nilai kehidupan yang lebih dalam. Lagi pula, dapatkah pilihan seperti itu benar-benar memberikan hasil yang bermartabat bagi pasien?