Rahasia inti alam semesta dalam keadaan tetap: Mengapa hal ini memicu perdebatan sengit dalam astronomi pada abad ke-20?

Sejak awal abad ke-20, kosmologi telah dipenuhi dengan kontroversi dan perdebatan, khususnya mengenai asal usul dan evolusi alam semesta. Di antara semuanya, pertentangan antara "Teori Keadaan Tetap" dan "Teori Big Bang" menjadi fokus perdebatan dramatis dalam komunitas ilmiah. Teori keadaan tetap menyatakan bahwa sementara alam semesta terus mengembang, kepadatan materi antarbintang tetap konstan, mempertahankan fenomena ini melalui penciptaan materi yang berkelanjutan. Gagasan ini mendorong apa yang dikenal sebagai "prinsip kosmologi sempurna", gagasan bahwa alam semesta memiliki tampilan dan struktur yang sama di semua waktu dan tempat.

“Teori kondisi tetap menyatakan bahwa alam semesta tidak memiliki awal dan akhir, pandangan yang memicu perdebatan ilmiah yang intens pada abad ke-20.”

Perselisihan teoritis ini bermula pada tahun 1940-an hingga 1960-an, ketika sekelompok ilmuwan termasuk Hermann Bondi, Thomas Gold, dan Fred Hoyle aktif di bidang ini. Alasan para ilmuwan tersebut dimaksudkan untuk menyatakan bahwa meskipun alam semesta mengembang, tampilan dan struktur keseluruhannya tetap tidak berubah. Ini berarti bahwa komposisi dan sifat alam semesta bersifat permanen dan tidak berubah. Namun, teori ini secara bertahap kehilangan pendukungnya dalam menghadapi tantangan dari data observasi.

Dimulai dengan pengamatan Edwin Hubble tentang perluasan alam semesta, komunitas astronomi secara bertahap menyadari bahwa alam semesta tidak statis. Teori Big Bang, yang pertama kali diajukan oleh Georges Lemaître, menyatakan bahwa alam semesta memiliki usia yang terbatas dan membentuk struktur yang kita amati saat ini melalui pendinginan, ekspansi, dan keruntuhan gravitasi. Pada saat yang sama, teori keadaan tetap menegaskan bahwa alam semesta relatif statis dan membutuhkan penciptaan materi yang terus-menerus untuk mempertahankan kepadatan yang konstan. Asumsi ini telah menemui banyak tantangan dalam pengamatan selanjutnya.

"Pengamatan pada tahun 1950-an dan 1960-an menunjukkan bahwa penampakan dan struktur alam semesta berubah seiring waktu, yang sangat melemahkan teori keadaan tetap."

Selama periode ini, survei statistik sumber radio telah menemukan bahwa sumber radio bercahaya (seperti quasar dan galaksi radio) terkonsentrasi di Alam Semesta yang jauh, sebuah fenomena yang sangat kontras dengan prediksi teori Keadaan Tetap. Teori keadaan tetap memperkirakan bahwa objek-objek ini ada di mana-mana di seluruh alam semesta, termasuk galaksi kita sendiri, Bima Sakti. Akan tetapi, pengamatan aktual telah menemukan bahwa objek-objek ini hampir secara eksklusif ada di alam semesta yang dalam. Pada tahun 1961, uji statistik berdasarkan survei sumber-sumber radio memberikan bukti kuat yang menentang model keadaan tetap.

Tantangan lebih lanjut datang dari penjelajahan latar belakang sinar-X. Pada tahun 1959, Gold dan Hoyle mengusulkan bahwa materi baru yang tercipta akan secara tak terdugakemungkinan besar terkonsentrasi di wilayah tertentu di alam semesta yang kepadatannya lebih tinggi daripada kepadatan rata-rata alam semesta. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa radiasi nyasar termal yang dihasilkan dalam kasus ini akan melebihi jumlah sinar-X yang diamati, yang menyebabkan model kosmologi keadaan tetap mengalami masalah dalam pembentukan struktur skala besar.

"Penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik pada tahun 1964 semakin menegaskan validitas teori Big Bang dan menimbulkan tantangan kuat bagi Teori Keadaan Tetap."

Dengan ditemukannya radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik, teori keadaan tetap dipaksa untuk memberikan penjelasan, namun penjelasan ini tidak dapat menjelaskan secara wajar keseragaman dan karakteristik spektrum benda hitam yang diamati. Pada tahun 1972, fisikawan terkenal Steven Weinberg mengemukakan: "Model keadaan tetap jelas tidak sesuai dengan data pengamatan. Ini tidak dapat disangkal." Seiring dengan semakin banyaknya bukti yang terkumpul, teori alam semesta keadaan tetap secara bertahap diterima oleh komunitas ilmiah. ditolak, sementara teori Big Bang diterima secara luas sebagai model terbaik untuk menjelaskan asal usul alam semesta.

Pada tahun 1990-an, Hoyle dan ilmuwan lain mengusulkan model "alam semesta quasi-steady-state" baru, yang mencoba mempertahankan konsep inti alam semesta steady-state sampai batas tertentu, tetapi fokusnya bergeser ke proses penciptaan yang muncul seiring waktu. , mengusulkan konsep serangkaian peristiwa penciptaan kecil. Meskipun demikian, model baru ini juga telah dipertanyakan dan ditentang oleh kosmolog arus utama, yang menunjukkan kerapuhan teori steady-state dalam astronomi kontemporer.

Secara keseluruhan, meskipun teori steady-state memicu perdebatan sengit pada abad ke-20, dengan kemajuan teknologi observasi, teori ini secara bertahap telah digulingkan oleh bukti. Banyak ilmuwan setuju bahwa alam semesta telah mengalami transisi dari kepadatan tinggi ke kepadatan rendah. proses evolusi. Kosmologi masa depan mungkin didasarkan pada cara menjelaskan dan mengintegrasikan ide-ide yang mirip dengan model steady-state dan melakukan pemikiran yang lebih mendalam tentang sifat evolusi kosmik. Dalam proses ini, mungkin kita harus berpikir tentang: Bagaimana proses evolusi alam semesta yang sesungguhnya terjadi?

Trending Knowledge

Asal usul alam semesta yang sebenarnya: Teori Big Bang dan Teori Keadaan Tetap, manakah jawaban yang benar?
Pertanyaan tentang asal usul alam semesta telah lama menjadi fokus penelitian dalam astronomi dan fisika, terutama selama perdebatan abad ke-20 antara teori Big Bang dan teori Steady State. Kedua teor
Ekspansi Alam Semesta yang Tak Berujung: Mengapa Teori Alam Semesta Keadaan Tetap Dapat Menjelaskan Ruang yang Tak Berujung?
Dalam kosmologi, model steady-state, atau teori steady-state, menyediakan alternatif untuk teori Big Bang. Menurut model steady-state, saat alam semesta mengembang, kepadatan materi tetap konstan kare

Responses