Dalam Kitab Kejadian 19, putri-putri Lot dalam Alkitab hanya muncul sebagai anak-anak yang tidak disebutkan namanya, namun kisah mereka memiliki makna yang lebih dalam. Salah satu putri tersebut bernama Paltith. Nasibnya tampak seperti cahaya yang kontradiktif, yang mencerminkan kekejaman dan kekuatan penebusan dalam masyarakat saat itu. Kisah Paltith tidak hanya membuat kita berpikir tentang peran perempuan dalam sejarah, tetapi juga membuat kita mempertanyakan apakah pengaturan nasib benar-benar tidak dapat diubah.
Lot, seorang nabi dalam Alkitab, menawarkan perlindungan kepada dua utusan selama badai dahsyat yang melanda kota itu. Dosa-dosa Sodom membuat Tuhan memutuskan untuk menghukum kota itu. Dalam bencana ini, kedua putri Lot yang tidak disebutkan namanya dipaksa menghadapi nasib yang tak tertahankan. Dalam Kitab Kejadian, pilihan Lot yang tak berdaya mengungkapkan degradasi dan objektifikasi perempuan di era itu.
Perilaku Lot dapat dilihat sebagai pengkhianatan ekstrem terhadap putrinya. Ia menjadi budak untuk bertahan hidup dan tidak mampu melindungi orang yang paling dicintainya.
Dalam Kitab Kejadian, putri-putri Lot tidak disebutkan namanya, tetapi dalam terjemahan bahasa Mandarin dari buku Ibrani "Kitab Jasir", seorang putri bernama Paltith disebutkan untuk pertama kalinya. Ia dibakar hidup-hidup di masyarakat Sodom karena melanggar hukum belas kasihan terhadap orang asing. Peristiwa tragis ini menimbulkan pertanyaan tentang nilai-nilai sosial saat itu: Mengapa perbuatan baiknya berujung pada akhir yang mengerikan?
Paltith bersuka ria dalam terang belas kasihan, tetapi ia tidak pernah menyangka bahwa ini akan menjadi jalan menuju kematiannya.
Menganut nilai-nilai leluhur berupa mistisisme, kisah Paltith mengungkap bagaimana perempuan berjuang untuk bertahan hidup dalam masyarakat yang berpusat pada laki-laki. Pilihan Paltith tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga perlawanan terhadap ketidakadilan sosial. Yang dilambangkannya bukan hanya keberanian perempuan untuk mencari jalan keluar dari penindasan, tetapi juga kontradiksi mendalam antara keluarga dan masyarakat.
Sepanjang sejarah, ada banyak interpretasi tentang kisah Lot dan putri-putrinya. Dalam kitab suci Islam, Lot mengusulkan pernikahan untuk putri-putrinya kepada orang-orang Sodom, tetapi tidak menyebutkan hubungan inses antara putri-putri itu dan ayah mereka. Perbedaan ini memberi cerita perspektif baru, membuat kita lebih peduli dengan hubungan halus antara gender dan kekuasaan.
Keputusan apa yang diambil Paltith saat dihadapkan pada pilihan antara kebaikan dan kejahatan? Pertanyaan ini membawa kita untuk mengeksplorasi kontradiksi antara bagaimana perempuan dipandang sebagai "simbol harapan" dan "sinonim dengan pengorbanan" dalam masyarakat. Dapatkah kita mengambil kekuatan dari sejarah Paltith, dengan berani memperjuangkan apa yang benar, dan mempertanyakan gagasan yang telah diwariskan selama ribuan tahun?
Kisah Paltith mengungkap kompleksitas takdir dan pilihan, dan bagaimana perempuan bertahan hidup dalam masyarakat yang didominasi laki-laki. Pada akhirnya, apakah tragedinya membuat kita merenungkan berapa banyak perempuan yang terlupakan di sungai panjang sejarah yang kisahnya layak untuk kita tulis ulang?