Dalam Kejadian 19, keponakan Abraham, Lot, dihadapkan pada dilema moral yang membingungkan ketika, menghadapi ancaman massa di Sodom, ia menawarkan untuk memberikan putrinya. Putrinya diberikan kepada mereka untuk melindungi para malaikat yang makan bersamanya. Pilihan ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga memicu pemikiran mendalam tentang moralitas, keluarga, dan sifat manusia.
Kisah ini berlatar di Sodom, kota yang terkenal penuh dosa. Di kota ini, Lot menunjukkan keramahtamahan kepada para pengunjung dengan menyediakan tempat menginap bagi kedua malaikat. Orang-orang di kota itu kemudian mengepung rumahnya dan menuntut agar calon tamu itu diserahkan. Menghadapi tuntutan massa, Lot memilih keselamatan kedua putrinya sebagai kompromi dan menawarkan untuk memberikan kedua putrinya yang masih perawan kepada mereka.
"Saya punya dua anak perempuan yang masih perawan. Izinkan saya memberikan mereka kepada Anda. Tolong jangan lakukan hal yang menyedihkan seperti itu kepada orang-orang ini."
Pengalaman yang mengejutkan ini telah memicu diskusi tentang kasih sayang seorang ayah, nilai-nilai moral, dan tekanan sosial. Mengapa Lot membuat pilihan yang tidak berdaya seperti itu? Apakah dia menyadari bahwa apa yang dia lakukan itu salah? Secara logika, sebagai seorang ayah, dia seharusnya mengutamakan melindungi putrinya, tetapi situasi saat itu memaksanya untuk mengambil tindakan. Apakah karena putus asa atau pertimbangan untuk hidupnya sendiri?
Pilihan Lot menimbulkan pertanyaan di antara banyak orang beriman dan cendekiawan. Dalam tradisi Yahudi dan Kristen, banyak orang menganggap perilaku Lot tidak dapat diterima karena melanggar komitmen dasar terhadap keluarga dan moralitas. Sebaliknya, sebagian orang percaya bahwa ini adalah tindakan perlindungan diri yang dilakukannya dalam ketakutan dan keputusasaan.
Tragedi yang terjadi kemudian"Ini adalah reaksi naluriah untuk bertahan hidup. Ketika tidak ada cara untuk menilai, satu-satunya pilihan adalah membuat pilihan terburuk."
Kisah ini terungkap lebih jauh dalam episode-episode berikutnya. Setelah melarikan diri dari Sodom, Lot dan kedua putrinya hidup menyendiri di sebuah gua. Dalam alur cerita berikutnya, kedua putrinya, karena cemas akan masa depan, memilih untuk melakukan inses dengan ayah mereka, Lot, untuk memastikan kelangsungan ras manusia. Tindakan ini menyebabkan diskusi yang lebih mendalam tentang kondisi mental mereka.
"Kita mungkin adalah orang-orang terakhir yang selamat di dunia. Hanya dengan cara ini kita dapat meninggalkan keturunan."
Bahkan dalam keadaan yang ekstrem, apakah putri-putri Lot benar-benar percaya bahwa ini adalah satu-satunya pilihan? Atau apakah mereka hanya mencari harapan untuk masa depan? Rangkaian pilihan ini mencerminkan kerapuhan dan kebingungan sifat manusia di bawah penindasan yang ekstrem.
Pada abad-abad berikutnya, kisah Lot diceritakan kembali berkali-kali dalam sastra dan seni. Namun, karya-karya ini sering kali berfokus pada seksualitas peristiwa tersebut dan pertanyaan moral yang ditimbulkannya. Dalam lukisan abad ke-16, gambar Lot dan putri-putrinya sering kali diberi nada seksual, alih-alih berfokus pada etika dan moral mereka yang menyimpang.
Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an, persembahan putri-putrinya oleh Lot kepada orang-orang Sodom dapat diartikan sebagai keinginan untuk menyelesaikan masalah melalui pernikahan yang sah. Pandangan ini tidak hanya membatasi pemahaman tentang kisah aslinya, tetapi juga menyoroti berbagai penafsiran tentang peristiwa yang sama dalam konteks budaya dan agama yang berbeda. Jadi, apakah benar-benar ada penafsiran yang benar?
Mengenai dilema moral yang tercermin dalam kisah Lot, apakah ada cara universal untuk memahaminya yang dapat diterima oleh semua orang dari semua budaya dan latar belakang?