Dalam dunia medis, gejala-gejala tertentu sering kali diabaikan, terutama yang bukan merupakan krisis yang nyata. Dalam beberapa tahun terakhir, para ahli telah menemukan potensi masalah kesehatan yang disebut lesi Cameron, yang terjadi pada lipatan mukosa lambung, terutama ketika lipatan tersebut tertekan oleh diafragma. Khususnya pada pasien dengan hernia hiatus besar, lesi ini dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan akhirnya anemia defisiensi besi. Keberadaan lesi endemik di lambung sering kali diabaikan oleh dokter, yang menyebabkan banyak pasien mengalami ketidaknyamanan jangka panjang selama perawatan.
Lesi Cameron menunjukkan tukak akut atau kronis di area lambung tertentu, yang menimbulkan risiko kesehatan yang sering kali tidak sepenuhnya dikenali oleh tenaga medis.
Lesi Cameron biasanya terjadi pada pasien dengan hernia hiatus besar. Ketika sebagian lambung bergeser ke rongga dada, struktur diafragma memberikan tekanan pada mukosa lambung, yang menyebabkan ulkus atau erosi linier. Meskipun lesi ini dapat berdarah, lesi ini biasanya tidak disertai rasa sakit atau gejala yang berarti.
Para ahli menunjukkan bahwa lesi Cameron sering dikaitkan dengan gejala refluks gastroesofageal seperti nyeri ulu hati. Bagi pasien, gejala ini sering tidak kentara, tetapi gejala anemia kronis seperti kelelahan, sesak napas, dan kulit pucat lebih menonjol.
Insiden lesi Cameron pada pasien dengan anemia defisiensi besi jauh lebih tinggi daripada pada pasien tanpa anemia, yang merupakan indikator kesehatan yang perlu diwaspadai oleh dokter.
Bagi mereka yang menduga adanya lesi Cameron, pemeriksaan endoskopi (seperti esofagogastroduodenoskopi) merupakan kunci untuk memastikan diagnosis. Selama pemeriksaan ini, dokter dapat mengamati dengan jelas keberadaan lesi ini dan memastikan perdarahan kronis yang ditimbulkannya. Jika pasien juga memiliki gejala gastrointestinal lainnya, endoskopi juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kondisi lain, seperti kanker usus besar.
Untuk pengobatan anemia yang disebabkan oleh lesi Cameron, dokter biasanya meresepkan suplemen zat besi oral, yang mungkin perlu dikonsumsi dalam jangka waktu lama untuk mempercepat pengobatan. Selain itu, menghambat asam lambung juga dianggap sebagai cara yang efektif untuk membantu penyembuhan lesi. Obat-obatan yang umum digunakan termasuk penghambat pompa proton (PPI) seperti omeprazole. Bagi mereka yang memerlukan pembedahan, pembedahan untuk memperbaiki hernia hiatus dapat memperbaiki anemia secara signifikan.
Menurut berbagai penelitian, anemia membaik pada 71-92% pasien setelah pembedahan, yang menunjukkan bahwa potensi bahaya lesi Cameron tidak boleh diremehkan.
Kemampuan tenaga medis untuk mengidentifikasi lesi Cameron jelas merupakan tantangan yang signifikan. Karena lesi ini sering kali tidak memiliki gejala yang jelas, diagnosisnya sering kali diabaikan. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran akan lesi ini merupakan alasan utama mengapa dokter kehilangan kesempatan untuk mengobatinya. Masalah lainnya adalah bahwa lesi ini mungkin menyerupai lesi lambung lainnya. Oleh karena itu, pemeriksaan dan pengambilan riwayat yang terstandardisasi diperlukan.
Yang lebih menyedihkan lagi, lesi ini dapat terlewatkan selama pemeriksaan bahkan oleh ahli endoskopi yang berpengalaman. Risiko kesehatan potensial ini tidak hanya menyebabkan pasien mengalami nyeri jangka panjang, tetapi juga membebani sistem medis.
KesimpulanKrisis kesehatan yang tersembunyi di dalam tubuh kita sering kali sulit dideteksi, seperti lesi Cameron. Bersamaan dengan gejala anemia, lesi ini mungkin tetap berada di lambung, menunggu untuk didiagnosis dan diobati. Namun, haruskah kita memikirkan kembali cara kita mendiagnosis pengobatan sehingga krisis yang tidak terlihat ini tidak lagi diabaikan?