Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkelanjutan, sumber cahaya LED biru banyak digunakan dalam berbagai peralatan elektronik dan sistem pencahayaan. Namun, efek negatif biologis dari cahaya tampak berenergi tinggi ini (cahaya HEV) secara bertahap muncul. Banyak ahli menunjukkan bahwa cahaya biru dapat menimbulkan ancaman potensial terhadap kesehatan retina dan ritme sirkadian (jam sirkadian), dan dapat berkontribusi terhadap degenerasi makula terkait usia. Informasi tersebut telah memicu banyak diskusi hangat tentang cahaya biru. Namun, pada kenyataannya, masih banyak kesalahpahaman dalam pemahaman kita tentang cahaya biru.
Cahaya biru adalah cahaya dengan panjang gelombang pendek dalam spektrum cahaya tampak, biasanya 400 hingga 450 nanometer, dan umumnya ditemukan dalam berbagai jenis layar LED dan lampu solid-state.
Meskipun kemunculan teknologi LED biru relatif baru, komponen cahaya biru dari sinar matahari alami telah lama ada.
Laporan tahun 2019 dari Badan Prancis untuk Makanan, Lingkungan, dan Kesehatan Kerja serta Keselamatan (ANSES) mencatat bahwa paparan cahaya biru yang intens dapat menyebabkan efek jangka pendek pada retina dan dapat menyebabkan degenerasi makula terkait usia dalam jangka panjang. Meski demikian, laporan Komisi Internasional untuk Penerangan (CIE) tentang risiko bahaya cahaya biru dari produk LED pada bulan April 2019 menunjukkan bahwa risiko bahaya cahaya biru dari teknologi ini untuk penggunaan pencahayaan umum rendah.
Paparan cahaya biru yang sering, terutama di malam hari, dapat mengganggu ritme biologis dan tidur.
Jam sirkadian adalah mekanisme yang mengatur pola tidur, dan aktivasi protein peka cahaya memainkan peran penting dalam memengaruhi jam sirkadian.
Penelitian menunjukkan bahwa paparan cahaya biru yang berkepanjangan di malam hari berdampak negatif yang kuat pada tidur.
Jika kita terus menggunakan lampu LED putih, terutama di malam hari, hal itu dapat menekan sekresi melatonin, sehingga memengaruhi kualitas tidur dan ritme sirkadian. Menurut Harvard Medical Press, gangguan tersebut dapat sangat signifikan bagi individu yang sering begadang atau bekerja di malam hari.
Banyak orang menyalahkan ketegangan mata digital pada efek cahaya biru, tetapi bukti untuk hal ini masih sedikit. Meskipun ada banyak produk pelindung cahaya biru di pasaran, efektivitasnya masih belum jelas.
Apakah cahaya biru yang berlebihan benar-benar penyebab utama kelelahan mata?
Untuk memerangi potensi bahaya cahaya biru, berbagai solusi telah muncul di pasaran, termasuk penggunaan kacamata penyaring cahaya biru, filter digital, dan teknologi lainnya. Namun, apakah penggunaan teknik penyaringan ini dapat secara signifikan mengurangi ketidaknyamanan mata atau meningkatkan kualitas tidur masih menjadi topik perdebatan.
Saran konvensional adalah mengenakan kacamata penyaring cahaya biru untuk mengurangi paparan cahaya biru. Namun, banyak manfaat kesehatan yang diklaim oleh produsen tidak memiliki dasar ilmiah yang memadai.
Dewan Oftalmologi Inggris bahkan telah menghukum beberapa merek karena gagal memberikan bukti yang cukup untuk mendukung efektivitas produk mereka.
Mengingat hasil penelitian saat ini tentang cahaya biru belum memadai, penelitian di masa mendatang perlu lebih jauh mengeksplorasi efek spesifik gelombang cahaya ini pada kesehatan manusia, baik itu efek jangka panjang pada retina atau pengaturan ritme sirkadian. Topik ini tidak diragukan lagi akan menjadi arah penelitian penting dalam lingkaran ilmiah, teknologi, dan medis.
Menghadapi risiko tersembunyi dari LED biru, apakah Anda sudah mulai memikirkan kembali lingkungan cahaya di sekitar Anda dan kebiasaan kesehatan Anda sendiri?