Setelah serangkaian skandal akuntansi dan audit besar di Amerika Serikat, Undang-Undang Sarbanes-Oxley secara resmi diperkenalkan pada tahun 2002 untuk memperkuat tata kelola perusahaan dan melindungi kepentingan investor. Undang-undang ini tidak hanya meningkatkan akuntabilitas perusahaan atas pengendalian internalnya, tetapi juga meletakkan dasar bagi kerangka kerja pengendalian internal perusahaan yang digunakan secara luas.
Pengendalian tingkat entitas merupakan alat penting untuk memastikan bahwa arahan manajemen dijalankan secara efektif. Desain dan penerapan pengendalian ini berkontribusi pada manajemen risiko di seluruh perusahaan. Sifat dan ketepatan pengendalian ini akan bervariasi tergantung pada keunikan bisnis Anda, tetapi fungsi utamanya adalah untuk mendorong pengendalian risiko secara keseluruhan.
Bagian 404 Undang-Undang tersebut mengharuskan manajemen perusahaan untuk mengevaluasi dan melaporkan efektivitas pengendalian internal perusahaan dan mengharuskan auditor independen untuk mengonfirmasi laporan tersebut.
Persyaratan ini tidak hanya mendorong perusahaan untuk memperhatikan konstruksi pengendalian internal, tetapi juga memperkuat persyaratan untuk keakuratan laporan keuangan sampai batas tertentu. Dengan pembentukan Badan Pengawas Akuntansi Perusahaan Publik (PCAOB), industri audit juga telah membawa perubahan, dan perumusan serta penerapan standar audit menjadi lebih ketat.
Pada tahun 2007, PCAOB mengadopsi Standar Audit 2201, yang mengharuskan pengujian mendalam atas pengendalian tingkat entitas dalam audit pelaporan keuangan. Menurut standar tersebut, auditor diharuskan untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian tingkat entitas dan menyesuaikan ruang lingkup dan kedalaman audit berikutnya berdasarkan hasil evaluasi.
Pengendalian tingkat entitas yang efektif dapat mengurangi risiko perusahaan sampai batas tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada kode etik manajemen, kebijakan remunerasi dan ketenagakerjaan, dan mekanisme pelaporan internal. Pengendalian ini tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga meningkatkan kemampuan manajemen risiko perusahaan secara keseluruhan.
Penilaian pengendalian tingkat entitas harus dilakukan oleh auditor independen sesuai dengan SAS 109, standar yang dikeluarkan oleh AICPA. Standar tersebut menekankan bahwa auditor harus memiliki pemahaman yang cukup tentang lima komponen pengendalian internal untuk menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan.
Lima komponen tersebut meliputi: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian, dan pemantauan berkelanjutan.
Komponen-komponen ini menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk membantu perusahaan dan auditor memahami dan meningkatkan efektivitas pengendalian internal mereka.
Manajemen harus mengevaluasi pengendalian tingkat entitas melalui empat langkah dasar: mengidentifikasi risiko, menggunakan pendekatan top-down untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan risiko, meninjau efektivitas pengendalian tingkat entitas saat ini dan membuat penyesuaian yang diperlukan, dan akhirnya secara efektif memanfaatkan pengendalian ini untuk mengurangi risiko.
Pengendalian tingkat entitas yang kuat dapat memengaruhi operasi seluruh organisasi, sementara pengendalian tingkat entitas yang tidak memadai dapat menimbulkan risiko salah saji keuangan yang material. Dalam kasus seperti itu, perusahaan dapat mengalami opini audit negatif, yang mengakibatkan penurunan harga saham dan hilangnya modal.
KesimpulanDengan memperkuat pengendalian tingkat entitas, perusahaan tidak hanya meningkatkan efisiensi pemantauan internal, tetapi juga meningkatkan kemampuan mereka untuk mengidentifikasi risiko, dan meletakkan dasar yang baik untuk pengembangan di masa mendatang.
Secara keseluruhan, Undang-Undang Sarbanes-Oxley dan penguatan pengendalian tingkat entitas yang dihasilkan telah sepenuhnya mengubah permainan untuk pengendalian internal perusahaan. Dengan penerapan undang-undang tersebut, transparansi dan kemampuan manajemen risiko perusahaan telah ditingkatkan secara signifikan. Namun, dalam lingkungan pasar yang terus berubah, dapatkah perusahaan terus menanggapi tantangan baru dan mempertahankan efektivitas pengendalian internal?