Dalam bidang kedokteran dan psikologi, "signifikansi klinis" mengacu pada pentingnya efek pengobatan secara praktis, yaitu, apakah pengobatan tersebut memiliki dampak yang nyata dan nyata pada kehidupan sehari-hari. Dalam artikel ini, kita akan membahas perbedaan antara signifikansi statistik dan signifikansi praktis serta mengungkap peran penting signifikansi klinis dalam mengubah label diagnostik pasien selama proses pengobatan.
Signifikansi statistik digunakan dalam pengujian hipotesis untuk menguji validitas "hipotesis tidak ada hubungan" (yaitu, tidak ada hubungan antara variabel).
Signifikansi statistik biasanya dipilih sebagai α = 0,05 atau 0,01, yang mewakili probabilitas penolakan hipotesis tidak adanya hubungan yang sebenarnya secara keliru dalam pengujian hipotesis. Jika perbedaan signifikan diperoleh pada tingkat signifikansi α = 0,05, ini berarti bahwa hanya ada 5% kemungkinan untuk memperoleh hasil yang diamati dengan asumsi bahwa hipotesis tidak ada hubungan itu benar. Namun, ini hanya hasil yang signifikan secara statistik dan tidak memberikan indikasi besarnya atau pentingnya klinis dari perbedaan tersebut. Sebaliknya, implikasi praktis berfokus pada efektivitas intervensi atau perawatan dan mengukur tingkat perubahan yang disebabkan oleh perawatan. Ini melibatkan penggunaan ukuran seperti ukuran efek, jumlah yang dibutuhkan untuk perawatan (NNT), dan proporsi yang dicegah. Ukuran efek adalah jenis signifikansi praktis. Ini dapat mengukur deviasi antara sampel dan ekspektasi, yang membantu untuk memahami hasil penelitian. Namun, perlu dicatat bahwa ukuran efek itu sendiri memiliki potensi sumber bias dan biasanya berfokus pada efek kelompok daripada efek individu. perubahan.
Signifikansi klinis menjawab pertanyaan, "Apakah efek perawatan cukup signifikan untuk mengubah label diagnostik pasien?"
Dalam psikologi dan psikoterapi, konsep "signifikansi klinis" didefinisikan lebih tepat. Dalam penelitian klinis, signifikansi klinis berfokus pada kemampuan pengobatan untuk membuat pasien tidak lagi memenuhi kriteria diagnosis. Misalnya, pengobatan dapat menghasilkan perubahan signifikan secara statistik pada gejala depresi dan memiliki ukuran efek yang besar, tetapi ini tidak berarti bahwa semua pasien tidak lagi mengalami disfungsi.
Ada banyak metode untuk menghitung signifikansi klinis. Lima metode umum meliputi: metode Jacobson-Truax, metode Gulliksen-Lord-Novick, metode Edwards-Nunnally, metode Hageman-Arrindell, dan model linier hierarkis (HLM).
Metode Jacobson-TruaxMetode Jacobson-Truax adalah metode umum untuk menghitungsignifikansi klinis, dan proses perhitungannya melibatkan "Reliability Change Index (RCI)". Indeks ini dihitung sebagai selisih antara skor pra-tes dan pasca-tes peserta dibagi dengan standar error dari perbedaan skor. Berdasarkan arah dan nilai batas RCI, peserta diklasifikasikan sebagai: pulih, membaik, tidak berubah, atau memburuk.
Metode Gulliksen-Lord-Novick mirip dengan metode Jacobson-Truax, tetapi memperhitungkan efek regresi rata-rata. Metode ini dihitung dengan mengurangi rata-rata populasi yang relevan dari skor pra-tes dan pasca-tes dan membaginya dengan standar deviasi populasi.
Metode Edwards-NunnallyMetode Edwards-Nunnally adalah alternatif yang lebih ketat untuk menghitung signifikansi klinis. Dalam pendekatan ini, skor pra-tes dikoreksi reliabilitasnya dan interval keyakinan dibuat untuk skor pra-tes yang disesuaikan sehingga perubahan skor aktual yang diperlukan untuk menunjukkan signifikansi klinis lebih besar dibandingkan dengan metode Jacobson-Truax.
Metode Hageman-Arrindell melibatkan indeks perubahan kelompok dan perubahan individu, menggunakan indeks reliabilitas perubahan untuk menunjukkan sejauh mana pasien telah membaik. Pendekatan ini juga menyediakan empat kategori yang mirip dengan pendekatan Jacobson-Truax: memburuk, tidak ada perubahan yang dapat diandalkan, membaik tetapi tidak pulih, dan pulih.
Model linier hierarkis menyelidiki perubahan menggunakan analisis kurva pertumbuhan daripada hanya perbandingan pra-tes vs. pasca-tes, sehingga memerlukan tiga titik data per pasien. Saat menggunakan HLM untuk analisis, estimasi perubahan dihitung untuk setiap peserta dan memungkinkan analisis model kurva pertumbuhan untuk kelompok dan diadik.
Akhirnya, meskipun terdapat perbedaan antara signifikansi statistik dan signifikansi praktis, dalam konteks klinis, efek pengobatan yang baik tidak hanya harus signifikan secara statistik tetapi juga memiliki dampak klinis yang praktis. Dengan kata lain, bagaimana mendefinisikan pengobatan yang "berhasil" mungkin merupakan pertanyaan yang perlu kita renungkan?