Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan meteorologi telah memungkinkan kita untuk lebih memahami sistem iklim Bumi. Prediksi Cuaca Numerik (NWP) adalah contoh sukses penerapan model matematika untuk prakiraan cuaca. Melalui data observasi, model-model ini dapat memprediksi cuaca di masa mendatang, sehingga sangat memudahkan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Tujuan prakiraan cuaca numerik adalah menggunakan pengamatan meteorologi terkini untuk memprediksi kondisi cuaca di masa mendatang, sebuah proses yang bergantung pada komputer yang menjalankan model matematika yang sangat rumit.
Akar prakiraan cuaca numerik dapat ditelusuri kembali ke tahun 1920-an, ketika ahli meteorologi Louis F. Richardson pertama kali mengusulkan penggunaan model matematika untuk membuat prakiraan. Namun, karena kurangnya daya komputasi pada saat itu, prosesnya sangat rumit sehingga Richardson membutuhkan waktu enam minggu untuk menyelesaikan prakiraan enam jam untuk dua titik di Eropa tengah. Baru pada tahun 1950-an, dengan lahirnya superkomputer ENIAC, efisiensi komputasi data meningkat pesat, sehingga peramalan numerik dapat dilakukan dan dipraktikkan.
Pada tahun 1954, tim Cole-Gustav Rossby di Institut Meteorologi dan Hidrologi Swedia berhasil melakukan peramalan operasional pertama, yang menandai masuknya peramalan cuaca numerik secara resmi ke tahap praktis.
Inti peramalan cuaca numerik terletak pada berbagai model komputasi, yang menggunakan data meteorologi terkini untuk memprediksi cuaca masa depan berdasarkan hukum dasar mekanika fluida dan termodinamika. Data observasi sebagian besar berasal dari satelit meteorologi, balon cuaca, dan stasiun meteorologi berbasis darat. Data ini diproses oleh teknologi asimilasi data untuk menghasilkan kondisi awal model.
Model cuaca memproses puluhan terabita data saat membuat prakiraan, yang membutuhkan penggunaan superkomputer paling canggih di dunia.
Dalam prediksi numerik, persamaan yang digunakan disebut persamaan primitif, yang terdiri dari persamaan diferensial parsial nonlinier yang dapat menggambarkan karakteristik dinamis atmosfer. Solusi persamaan ini tidak dapat sepenuhnya diperoleh dengan metode analitis tradisional, sehingga diperlukan metode numerik untuk memperkirakannya.
Model numerik biasanya mengandalkan metode beda hingga atau spektral untuk melakukan perhitungannya, yang mampu memperhitungkan berbagai proses fisik di atmosfer.
Meskipun teknik prediksi cuaca numerik modern telah meningkat secara signifikan, kemampuan prakiraan saat ini terbatas hingga sekitar enam hari, terutama karena kesalahan kecil bertambah parah seiring waktu, biasanya berlipat ganda dalam waktu lima hari. Hal ini disebabkan oleh sifat atmosfer yang kacau.
Untuk mengatasi ketidakpastian dalam prediksi, prakiraan ansambel secara bertahap menjadi arus utama sejak tahun 1990-an. Metode ini menggunakan beberapa model prakiraan untuk perhitungan dan menganalisis karakteristik statistik hasil untuk meningkatkan akurasi dan keandalan prakiraan.
Prakiraan ansambel memungkinkan ahli meteorologi untuk menilai ketidakpastian prakiraan dengan lebih baik dan memperpanjang cakrawala waktu di mana prakiraan berlaku.
Dengan kemajuan teknologi komputasi yang berkelanjutan, prakiraan cuaca numerik di masa depan akan lebih akurat dan mampu menangkap fenomena meteorologi berskala lebih kecil. Namun, apakah kemajuan teknologi ini dapat memecahkan masalah kekacauan saat ini masih menjadi pertanyaan yang layak dikaji. Menghadapi tantangan perubahan iklim yang berkelanjutan di Bumi, bagaimana kita dapat secara cerdas menggunakan alat prediksi ini untuk beradaptasi dengan kehidupan di masa depan?