Dengan kemajuan teknologi, keakuratan prakiraan cuaca telah mengalami kemajuan yang luar biasa. Prediksi Cuaca Numerik (NWP) menggunakan model matematika untuk menggambarkan atmosfer dan lautan guna memperkirakan cuaca di masa mendatang berdasarkan kondisi cuaca saat ini. Meskipun upaya paling awal dilakukan pada tahun 1920-an, prakiraan cuaca numerik baru dapat memberikan hasil yang realistis setelah munculnya simulasi komputer pada tahun 1950-an.
Beberapa model prakiraan dijalankan di seluruh dunia, dari global hingga regional, menggunakan pengamatan meteorologi terkini dari radiosonde, satelit cuaca, dan sistem pengamatan lainnya sebagai masukan.
Ahli meteorologi menggunakan data ini untuk menginisialisasi model, kemudian menerapkan persamaan dasar dinamika fluida atmosfer dan termodinamika untuk memperkirakan cuaca selama beberapa hari ke depan. Meskipun kinerja superkomputer saat ini terus meningkat, keakuratan prakiraan model meteorologi numerik masih terbatas pada rentang sekitar enam hari. Faktor-faktor yang memengaruhi akurasi prakiraan meliputi kepadatan dan kualitas data observasi yang digunakan sebagai masukan prakiraan, serta ketidaksempurnaan dalam model itu sendiri.
Bahkan dengan superkomputer yang lebih canggih, keterampilan prakiraan model prakiraan numerik terbatas pada rentang sekitar enam hari.
Untuk meningkatkan akurasi prakiraan, ahli meteorologi telah mengembangkan teknik pasca-pemrosesan seperti statistik keluaran model (MOS) untuk meningkatkan penanganan kesalahan dalam prakiraan numerik. Teknik-teknik ini membantu ahli meteorologi mengurangi dampak perilaku kacau, memperluas akurasi prakiraan ke banyak area, terutama prediksi jalur siklon tropis dan kualitas udara.
Sejarah prakiraan cuaca numerik dimulai pada tahun 1920-an, ketika ahli meteorologi Lewis Fry Richardson mencoba membuat prakiraan atmosfer menggunakan perhitungan manual yang membosankan. Baru pada tahun 1950, penggunaan komputer secara luas secara signifikan mengurangi waktu perhitungan untuk prediksi. Tahun itu, komputer ENIAC digunakan untuk pertama kalinya untuk menghasilkan prakiraan cuaca berdasarkan persamaan yang disederhanakan, menandai periode perintis dalam prakiraan numerik.
Pada tahun 1954, tim Carl-Gustav Rossby di Institut Meteorologi dan Hidrologi Swedia telah menggunakan model yang sama untuk berhasil menghasilkan prakiraan cuaca praktis pertama. Pada tahun 1955, prakiraan cuaca numerik di Amerika Serikat mulai beroperasi di bawah Unit Prediksi Cuaca Numerik Gabungan (JNWPU), menandai keterlibatan aktif Amerika Serikat dalam prakiraan cuaca numerik.
Pada tahun 1956, Norman Phillips mengembangkan model iklim pertama yang berhasil yang mampu menggambarkan pola bulanan dan musiman troposfer secara realistis.
Seiring dengan meningkatnya daya komputer, ukuran kumpulan data awal juga meningkat, dan model atmosfer baru telah dikembangkan untuk mengambilSemua keuntungan dari sumber daya komputasi ini. Kemajuan ini memungkinkan para ahli meteorologi untuk memprediksi perubahan iklim dan dampaknya dengan lebih akurat, meskipun masih ada tantangan. Misalnya, model tersebut masih belum berfungsi dengan baik untuk proses yang terjadi di area sempit, seperti kebakaran hutan.
Dalam prakiraan cuaca numerik, inisialisasi adalah proses memasukkan data observasi ke dalam model untuk menghasilkan kondisi awal. Input utama berasal dari observasi dari layanan cuaca nasional, termasuk radiosonde yang diluncurkan dari balon cuaca dan satelit cuaca. Data ini diproses dan diubah menjadi nilai yang dapat digunakan untuk algoritme matematika model, yang kemudian digunakan untuk memprediksi cuaca di masa mendatang.
Data observasi dikumpulkan dengan berbagai cara, termasuk dari balon cuaca yang naik ke stratosfer dan dari satelit cuaca.
Selain proses inisialisasi, pemrosesan pengamatan ini memerlukan daya komputasi yang signifikan. Model cuaca modern bergantung pada serangkaian persamaan matematika untuk memprediksi kondisi cuaca di masa mendatang. Sebagian besar persamaan ini adalah persamaan diferensial parsial nonlinier dan karenanya tidak dapat diselesaikan secara tepat, dan metode numerik sering digunakan untuk memperoleh solusi perkiraan. Lebih jauh, model yang berbeda menggunakan metode solusi yang berbeda, yang dapat mencakup metode perbedaan hingga atau metode spektral.
Bahkan setelah pemrosesan, prediksi numerik tidak pernah sempurna, sehingga statistik keluaran model (MOS) telah dikembangkan untuk mengoreksi prediksi. Model statistik ini disesuaikan berdasarkan medan tiga dimensi yang dihasilkan oleh model numerik, pengamatan permukaan, dan kondisi iklim di lokasi tertentu. Model ini dapat mengoreksi efek lleol dan bias model, sehingga prediksi menjadi lebih akurat.
Sejak tahun 1990-an, prakiraan gabungan telah banyak digunakan untuk mengukur ketidakpastian prakiraan, membantu ahli meteorologi menilai keyakinan prakiraan dan memperpanjang masa berlaku prakiraan.
Pendekatan ini menilai ketidakpastian dengan menganalisis beberapa prediksi, baik dari parameterisasi fisik yang berbeda dari model yang sama atau dari kondisi awal yang berbeda. Hal ini tidak hanya meningkatkan keakuratan prakiraan cuaca, tetapi juga mendorong penelitian yang lebih mendalam tentang dampak perubahan iklim.
Meskipun kemampuan prediktif kita meningkat seiring kemajuan teknologi, masih banyak tantangan yang tersisa. Di masa mendatang, dapatkah kita menemukan keseimbangan yang lebih baik antara keakuratan prediktif dan perubahan iklim?