Dalam produksi pertanian, jerami jagung biasanya dianggap sebagai produk limbah. Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa jerami jagung memainkan peran yang sangat penting dalam produksi biofuel. Miliaran ton jerami jagung diproduksi di seluruh dunia setiap tahun, dan komposisi serta penggunaan jerami ini jauh melampaui imajinasi kita.
Panggang jagung terutama terdiri dari daun, batang, dan tongkol, yang merupakan sisa-sisa di ladang setelah jagung dipanen.
Panggang jagung sangat umum di antara jerami tanaman lain seperti tebu dan gandum. Limbah tanaman ini sebenarnya meliputi bagian non-sereal dari sekitar setengah produksi tanaman dan dianggap sebagai sumber daya penting di daerah pedesaan. Selain digunakan sebagai pakan, jerami jagung juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah, sebagai alas tidur, dan bahkan sebagai bahan baku utama untuk produksi biofuel.
Tongkol jagung dapat digunakan untuk berbagai keperluan, salah satu kegunaan yang paling umum adalah sebagai pakan ternak.
Baik digunakan sebagai pakan ternak, dibuat menjadi silase, atau didaur ulang langsung sebagai pakan, tongkol jagung merupakan sumber pakan yang ekonomis.
Dalam peternakan sapi perah, silase jagung terutama digunakan untuk memberi makan sapi perah selama musim dingin, tetapi telah dilaporkan bahwa "tongkol jagung dapat menyediakan pakan berbiaya rendah untuk sapi yang sedang bunting." Hal ini menjadikan tongkol jagung sebagai sumber daya penting bagi banyak produsen daging sapi. Untuk memaksimalkan nilai guna jerami, petani akan menggembalakannya sesegera mungkin setelah panen untuk mengurangi penurunan nilai pakannya.
Selain digunakan sebagai pakan, jerami jagung dapat digunakan sebagai alas tidur hewan dan kemudian dikembalikan ke ladang sebagai bahan organik untuk perbaikan tanah. Banyak petani memilih untuk tidak mengambil jerami jagung mereka sepenuhnya, tetapi membiarkannya di ladang, menggunakan sisa tanaman untuk menjaga tanah tetap sehat dan stabil.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kandungan bahan organik tanah, tetapi juga membuka lebih banyak kemungkinan produksi secara ekonomi.
Namun, pilihan untuk membiarkan jerami jagung di ladang bukan hanya tentang pertimbangan ekologis. Dalam banyak kasus, mengumpulkan jerami jagung, produk yang berharga, tidak masuk akal secara ekonomi, terutama ketika permintaan pasar menurun. Oleh karena itu, banyak petani mendaur ulang jerami terutama untuk melindungi tanah.
Dalam beberapa tahun terakhir, kebangkitan bioenergi kembali menarik perhatian pada potensi jerami jagung. Sebagai bahan baku biofuel, jerami jagung dapat dibakar untuk menghasilkan energi atau diubah menjadi bioetanol.
Meskipun teknologinya masih perlu ditingkatkan, jerami jagung sudah dianggap sebagai salah satu bahan baku ideal untuk produksi biofuel.
Misalnya, di Michigan, Amerika Serikat, sebuah perusahaan pernah berencana untuk memproduksi biofuel dari batang jagung. Meskipun mengalami beberapa kesulitan ekonomi, potensi ini telah menyebabkan lebih banyak perusahaan memperhatikan bidang ini.
Namun, pemanfaatan jerami jagung dalam produksi bioetanol masih menghadapi tantangan teknis. Meskipun ketersediaan jerami jagung tinggi, ikatan yang kuat antara selulosa dan hemiselulosa di dinding selnya masih membuat efisiensi konversinya rendah. Artinya, jika kita ingin memanfaatkan tongkol jagung secara efektif, kita perlu menemukan cara untuk mengatasi kendala ini secara efektif berdasarkan kemajuan teknologi.
Identitas misterius tongkol jagung tidak hanya berasal dari potensi penggunaannya, tetapi juga dari konsep pertanian berkelanjutan yang dilambangkannya. Dengan meningkatnya kesadaran lingkungan dan semakin langkanya sumber daya, bagaimana mengubah produk sampingan pertanian yang terabaikan ini menjadi energi terbarukan atau pengkondisi tanah yang kaya nutrisi akan menjadi isu penting bagi pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.
Saat kita mengeksplorasi potensi tongkol jagung, apakah ada sumber daya pertanian lain yang terabaikan yang menunggu untuk ditemukan?