Selama Perang Vietnam, militer AS melakukan operasi dramatis yang disebut Operasi Ranch Hand, yang menggunakan bahan kimia penggugur daun untuk menargetkan hutan ikonik. Tindakan ini tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar, tetapi juga menyebabkan efek jangka panjang pada kesehatan penduduk setempat. Asal usul perang kimia ini dapat ditelusuri kembali ke pengalaman Inggris selama Perang Dunia II dan kemudian selama Darurat Malaya.
Bahan kimia penggugur daun adalah campuran bahan kimia yang komponen utamanya adalah 2,4-D dan 2,4,5-T. Kontaminan dioksin yang terakhir dianggap sebagai karsinogen.
Amerika Serikat mulai meneliti bahan kimia ini selama Perang Dunia II untuk digunakan dalam upaya perang. Seiring waktu, alat-alat ini berkembang menjadi sarana lingkungan dan psikologis untuk menyerang pasukan musuh. Selama Perang Vietnam, keputusan militer AS untuk menggunakan bahan kimia penggugur daun dalam skala besar sebagian dipengaruhi oleh praktik Inggris di Malaya.
Pada tahun 1961, Presiden Vietnam Selatan Ngo Dinh Diem meminta bantuan dari Amerika Serikat dengan harapan dapat menyingkirkan perlindungan hutan dari Viet Cong.
Setelah menerima permintaan ini, Amerika Serikat mulai menggunakan bahan penggundul daun dan melakukan serangkaian operasi pengerahan dengan tujuan melemahkan pasokan material dan kemampuan penyembunyian musuh. Dari tahun 1962 hingga 1971, militer AS menyemprotkan sekitar 20 juta galon zat kimia di Vietnam dan daerah sekitarnya. Daerah yang terlibat tidak terbatas pada Vietnam, tetapi juga mencakup Laos dan Kamboja.
Bahan utama dalam bahan penggundul daun, dioksin, terbukti memiliki efek kesehatan negatif yang mengerikan, dengan banyak dari mereka yang terpapar dan keturunan mereka menderita berbagai penyakit dan cacat. Palang Merah Vietnam memperkirakan bahwa sekitar tiga juta orang telah menderita penyakit yang berhubungan dengan defoliant, dan bahkan anak-anak dari beberapa korban telah mengalami masalah kesehatan, termasuk cacat bawaan.
Pemerintah AS skeptis terhadap angka-angka ini dan menganggapnya tidak dapat diandalkan, tetapi juga khawatir tentang masalah kesehatan personel militer yang telah terpapar.
Perlu dicatat bahwa studi epidemiologi Amerika Serikat sendiri telah menunjukkan bahwa tingkat cacat lahir di antara anak-anak personel militer meningkat karena paparan defoliant. Selain itu, banyak penelitian telah mengonfirmasi bahwa paparan bahan kimia tersebut meningkatkan kejadian kanker tertentu, seperti limfoma dan leukemia, yang telah menyebabkan efek kesehatan jangka panjang bagi banyak anggota militer yang kembali bertugas.
Dampak lingkungan juga sama dahsyatnya, menyebabkan tutupan hutan Vietnam anjlok dan keanekaragaman ekosistem hancur. Menurut penelitian, lebih dari tiga juta hektar hutan telah ditebang, dan penurunan spesies biologis telah dianalisis sebagai bencana ekologis. Banyak akademisi menyebutnya ekosida. Kerusakan lingkungan ini telah memengaruhi mata pencaharian lokal, memaksa banyak penduduk mengungsi, dan fondasi kehidupan mereka telah runtuh.
Sejak itu, gugatan hukum atas bahan penggugur daun telah muncul antara Amerika Serikat dan Vietnam, dengan para korban Perang Vietnam berusaha untuk mendapatkan kompensasi.
Meskipun kemajuan pada aspek hukum lingkungan dari perdebatan Vietnam berjalan lambat, dan definisi internasional tentang senjata kimia masih kontroversial, tindakan AS di Vietnam memang menimbulkan sejumlah masalah etika dan hukum. Semua ini telah mendorong masyarakat internasional untuk merenungkan dan membahas penggunaan senjata kimia.
Dalam masyarakat saat ini, para saksi atas dampak paparan jangka panjang terhadap bahan penggugur daun masih belum menerima keadilan penuh. Bahkan dengan kemajuan penelitian ilmiah, banyak veteran dan warga sipil Vietnam masih menghadapi masalah kesehatan dalam kehidupan pascaperang mereka. Melihat kembali tiga dekade pertama tersebut mencerminkan pelajaran menyakitkan bagi umat manusia dalam perang.
Kembali ke pertanyaan awal kita, apakah penggunaan senjata yang membahayakan orang tak bersalah benar-benar diperlukan, atau hanya sekadar tanda ketidakmampuan? Hal ini membuat kita bertanya-tanya, bagaimana sejarah akan menilai tindakan ini?