Karbon hitam (BC) sering kali diabaikan dalam diskusi terkini tentang perubahan iklim global. Sebagai produk dari pembakaran yang tidak sempurna, karbon hitam telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor penting yang memengaruhi pemanasan global. Fisikawan Serbia Tihomir Novakov pertama kali menciptakan istilah "karbon hitam" pada tahun 1970-an, yang menekankan hubungannya dengan kesehatan manusia dan iklim global.
Karbon hitam bukan hanya jenis partikel di atmosfer, tetapi juga merupakan faktor pemaksa iklim yang patut diperhatikan, yang dapat secara signifikan mengubah keseimbangan energi termal bumi dan berkontribusi terhadap pemanasan global.
Sumber utama karbon hitam meliputi pembakaran bahan bakar fosil, biofuel, dan pembakaran biomassa, yang merupakan sumber penting polusi udara perkotaan. Emisi karbon hitam meningkat di banyak negara berkembang, terutama di Tiongkok dan India, yang secara bersama-sama menyumbang 25% hingga 35% dari emisi karbon hitam global.
Keberadaan karbon hitam menimbulkan ancaman besar bagi kesehatan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa partikel karbon hitam dianggap sebagai salah satu polutan udara yang paling berbahaya, dan risiko kesehatan orang-orang yang terpapar lingkungan karbon hitam meningkat secara signifikan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 640.000 hingga 4,9 juta kematian dini dapat dihindari setiap tahun dengan mengurangi emisi karbon hitam.
Manusia menghirup partikel karbon hitam dari lalu lintas, kebakaran hutan, dan pembakaran dalam ruangan, yang secara langsung dapat merusak fungsi paru-paru, terutama sistem pernapasan anak-anak.
Dalam hal perubahan iklim, peran karbon hitam lebih bernuansa. Pertama, ia meningkatkan panas atmosfer dengan menyerap sinar matahari, terutama saat salju atau es mengendap di permukaan. Efek penurunan albedonya menyebabkan suhu permukaan meningkat.
Albedo yang berkurang akibat pengendapan karbon hitam di permukaan salju atau es dapat menyebabkan perubahan iklim dan masalah lingkungan yang lebih luas.
Pengukuran karbon hitam terutama bergantung pada teknologi deteksi optik, seperti Aethalometer, yang menilai konsentrasi karbon hitam dengan mengukur perubahan penyerapan cahaya di seluruh filter. Teknologi ini memungkinkan kita menilai kualitas udara di berbagai wilayah dan membantu kita memahami distribusi globalnya serta dampaknya terhadap lingkungan.
Banyak negara telah mulai mengambil langkah-langkah untuk mengurangi emisi karbon hitam guna mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh polutan ini. Berbagai langkah, mulai dari peningkatan efisiensi bahan bakar transportasi hingga perluasan penggunaan teknologi energi bersih, diyakini efektif dalam mengurangi emisi karbon hitam dalam jangka pendek.
Mengurangi emisi karbon hitam tidak hanya merupakan komponen penting dari kebijakan iklim, tetapi juga dapat langsung meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.
Para peneliti sedang mengevaluasi teknik pertanian yang lebih efisien, seperti menggunakan metode "pemotongan arang" untuk menggantikan metode "tebang-dan-bakar" tradisional, untuk mengurangi emisi karbon hitam yang dihasilkan. Namun, karena karbon hitam memiliki umur yang pendek, para ilmuwan percaya bahwa mengendalikan emisi karbon hitam akan memberikan peluang khusus yang dapat membekukan sementara atau bahkan membalikkan tren pemanasan iklim.
Singkatnya, dampak karbon hitam bersifat kompleks dan terkait erat dengan kesehatan manusia, kualitas udara, dan iklim global. Bagaimana kita harus mengembangkan strategi yang efektif untuk mengurangi emisi karbon hitam sambil memastikan pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan di masa depan?