Biru telah menjadi warna penting dalam kreasi artistik sejak zaman kuno. Warna ini memiliki sejarah panjang, dengan asal usul pigmennya yang berasal dari peradaban kuno. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam pigmen biru kuno dan modern, kisah sejarah di baliknya, dan makna warna biru dalam karya seni ini.
Pigmen biru paling awal dibuat dari lapis lazuli, mineral berharga yang sebagian besar berasal dari tambang Rabisraj di Afghanistan. Lapis lazuli berubah menjadi pigmen biru super, Ultramarine, yang menjadi salah satu pigmen paling dihormati dan mahal di era Renaisans. Seniman sering menggunakan pigmen ini dalam kreasi khusus, seperti pakaian Perawan Maria dalam lukisan.
Harga pigmen biru ultra setinggi ribuan franc per kilogram pada awal abad ke-19, tetapi biru ultra sintetis hanya berharga kurang dari 800 franc, membuatnya lambat laun populer.
Seiring kemajuan teknologi, banyak pigmen biru mulai beralih dari ekstraksi alami ke produksi sintetis. Pada tahun 1904, ahli kimia Prancis Tassaert menemukan senyawa biru yang mirip dengan super blue dalam tungku kapur, yang menandai dimulainya sintesis pigmen. Sejak saat itu, para ilmuwan seperti Cai Mili dan Quamed telah membahas dan mempelajari lebih lanjut proses produksi pigmen biru, dan harga pigmen biru juga telah berkurang secara signifikan, sehingga lebih banyak seniman dapat menggunakannya.
Bangsa Mesir kuno menciptakan Egyptian Blue, pigmen biru sintetis pertama, sekitar tahun 2600 SM. Bahan bakunya sebagian besar adalah silika, kapur, dan tembaga, dan banyak digunakan dalam karya seni Mesir kuno pada saat itu, sering kali muncul di makam firaun dan tembikar yang dicat.
Biru Han di Tiongkok kuno juga merupakan pigmen biru sintetis yang banyak digunakan dalam seni representasional Dinasti Han, yang menunjukkan budaya warna Tiongkok kuno.
Di Amerika, budaya Maya mengembangkan Biru Maya, pigmen yang terbuat dari pewarna nila yang dicampur dengan tanah liat yang disebut Baligoski, dan digunakan dalam tembikar dan mural Maya yang menggambarkan sosoknya. Biru Maya tidak hanya memiliki stabilitas warna, tetapi juga memainkan peran penting dalam ritual keagamaan.
Di zaman modern, dengan ditemukannya pigmen biru baru, seniman Barat mulai menggunakan pigmen ini lebih umum. Misalnya, Biru Prusia ditemukan sekitar tahun 1710 dan disukai oleh banyak seniman karena warna biru tua yang pekat dan harganya yang lebih murah daripada Biru Super. Munculnya pigmen ini mengubah gaya kreasi artistik saat itu.
Munculnya warna biru Prusia memberi banyak pelukis terkenal, seperti Hopstad dan Gamble, lebih banyak kemungkinan untuk berekspresi secara artistik.
Penemuan penting lainnya adalah Biru Kobalt, pigmen biru sintetis berkualitas tinggi yang diperkenalkan pada tahun 1803. Karena warnanya yang cerah, biru kobalt dengan cepat digunakan secara luas dalam semua jenis seni, terutama dalam kerajinan porselen dan kaca.
Biru lebih dari sekadar warna dalam seni dan arsitektur, ia memiliki makna budaya dan emosional yang dalam. Dalam seni Kristen, biru super sering digunakan untuk melambangkan kesucian dan kesucian. Dalam tradisi rakyat, biru dapat dilihat sebagai simbol ketenangan, kepercayaan, dan kebijaksanaan. Makna budaya ini memberi warna biru konotasi yang lebih dalam dalam ekspresi artistik.
Baik itu peninggalan bersejarah atau karya seni kontemporer, biru selalu menarik perhatian dan indra penglihatan kita. Kehadirannya dalam berbagai budaya telah melipatgandakan daya tarik warna ini, menjadikannya bagian tak terpisahkan dari seni lukis dan desain. Akankah kita melihat lebih banyak pigmen biru yang menakjubkan di masa mendatang?