Penyakit Pott, yang juga dikenal sebagai tuberkulosis tulang belakang, pertama kali dideskripsikan oleh ahli bedah Inggris Percivall Pott pada tahun 1799. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh penyebaran basil tuberkulosis secara hematogen, yang biasanya berasal dari tempat lain, terutama paru-paru. Penyakit Pott berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan tulang belakang dan mengancam kesehatan neurologis pasien.
Penyakit ini terutama menyerang tulang belakang toraks bagian bawah dan lumbar bagian atas, yang menyebabkan artritis tuberkulosis pada sendi intervertebralis.
Saat infeksi menyebar, lesi dapat menyebar dari dua vertebra yang berdekatan ke diskus intervertebralis, yang menyebabkan iskemia dan nekrosis diskus, dan akhirnya menyebabkan kolapsnya vertebra secara cepat dan kerusakan pada sumsum tulang belakang. Lebih jauh lagi, proses nekrosis aspirasi dapat menyebabkan memburuknya lesi, sehingga pasien berisiko mengalami kelumpuhan.
Gejala klinis awal yang paling umum dari penyakit Pott adalah nyeri punggung, sering kali disertai dengan nyeri tekan lokal, peningkatan kejang otot, dan edema fokal. Gejala-gejala ini dapat membatasi gerakan nyeri pasien ke segala arah.
Tes pencitraan seperti CT scan, MRI atau sinar-X biasa merupakan cara utama untuk mendiagnosis penyakit Pott, dan MRI lebih unggul daripada sinar-X biasa dalam diagnosis.
Dalam hal diagnosis, biasanya perlu untuk mengisolasi patogen melalui kultur dan menguji sensitivitas obatnya untuk membuat diagnosis yang jelas. Tes darah dapat memberikan indikator status kesehatan pasien, seperti peningkatan laju sedimentasi eritrosit dan protein C-reaktif, yang juga dapat menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis aktif.
Manifestasi klinisGejala penyakit Pott berkembang perlahan, selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun. Penyakit ini ditandai dengan gejala non-tulang belakang seperti nyeri punggung, kelemahan anggota tubuh, pola makan yang buruk, penurunan berat badan, dan keringat malam. Anak-anak berisiko tinggi terkena penyakit ini karena tulang belakang mereka lebih banyak mengandung pembuluh darah. Saat penyakit ini aktif, kelainan tulang belakang memburuk dan dapat mengganggu pertumbuhan normal.
Tidak hanya itu, pembentukan abses dingin juga membuat pasien berisiko lebih tinggi mengalami cedera tulang belakang dan bahkan kelumpuhan.
Lesi paru yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB) dapat terus menyebar ke tulang belakang melalui sirkulasi darah, suatu proses yang disebut penyebaran hematogen. Faktor risiko penyakit Pott meliputi defisiensi imun, kemiskinan, malnutrisi, dan kondisi kehidupan yang buruk. Infeksi HIV merupakan salah satu faktor risiko utama, yang secara serius memengaruhi sistem kekebalan pasien dan mengurangi kemampuan untuk melawan tuberkulosis.
Penelitian menunjukkan bahwa kekurangan vitamin D dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit Pott, yang menunjukkan pentingnya nutrisi ini bagi sistem kekebalan tubuh.
Tuberkulosis membunuh sekitar 1,3 juta orang setiap tahun, dan penyakit Pott hanya mencakup sekitar 2% dari semua kasus tuberkulosis. Di negara-negara berkembang, kejadian penyakit Pott sangat tinggi karena faktor-faktor seperti lingkungan, kebersihan, dan sumber daya medis. Untuk mencegah terjadinya penyakit Pott secara efektif, penting untuk meningkatkan lingkungan hidup dan kerja serta mengurangi tingkat kemiskinan.
Pengobatan utama untuk penyakit Pott adalah kemoterapi dan pembedahan. Secara umum, kemoterapi adalah pilihan pertama dan harus dilakukan sesuai dengan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia dan American Thoracic Society. Biasanya, pengobatan dimulai dengan pengobatan selama enam hingga sembilan bulan, yang biasanya terdiri dari fase intensif awal selama dua bulan yang diikuti dengan pengobatan pemeliharaan.
Pembedahan mungkin diperlukan dalam beberapa kasus, seperti ketika terjadi defisit neurologis, resistensi kemoterapi, dan pembentukan abses.
Untuk anak-anak, pembedahan dini dianjurkan untuk mengurangi risiko deformitas tulang belakang bersamaan. Pembedahan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien sampai batas tertentu, tetapi perhatian berkelanjutan tetap diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit.
Dalam hal pengobatan penyakit Pott dan tuberkulosis, setiap detail dapat menjadi pembeda antara hidup dan mati. Dapatkah kita lebih memahami penyakit yang berpotensi mematikan ini dan tindakan apa yang harus kita ambil untuk mencegah dan menanggapinya? ?