Dalam kehidupan sehari-hari, energi listrik yang dihasilkan dari kombinasi seng dan tembaga sering ditampilkan dalam baterai untuk berbagai produk elektronik. Sumber listrik ini mencakup ratusan tahun sejarah penelitian kimia dan didasarkan pada prinsip dasar reaksi kimia. Artikel ini membahas peran seng dan tembaga dalam baterai dan menjelaskan mengapa reaksi ini melepaskan energi listrik.
Kombinasi seng dan tembaga bukan hanya topik yang dieksplorasi oleh para ilmuwan, tetapi juga memainkan peran penting dalam pengembangan baterai.
Pada awal abad ke-18, ilmuwan Luigi Galvani dan Alessandro Volta telah mulai mempelajari sumber listrik dan menemukan bagaimana reaksi kimia memunculkan arus listrik. Dalam percobaan Galvani yang terkenal, ia mempertemukan dua logam yang berbeda dan memperkenalkan biolistrik, yang menyebabkan kaki katak berkontraksi. Inilah yang disebutnya "listrik hewan". Volta menggunakan sel volta yang diciptakannya untuk menunjukkan bahwa listrik dapat dihasilkan hanya dengan kontak logam tanpa memerlukan bahan biologis.
Penelitian awal ini meletakkan dasar bagi teknologi baterai selanjutnya, di mana seng dan tembaga menunjukkan sifat elektrokimia unik mereka dalam interaksi. Contoh klasiknya adalah "sel Daniel", yang arsitekturnya terdiri dari elektroda seng dan elektroda tembaga, yang direndam dalam larutan seng sulfat dan tembaga sulfat. Serangkaian reaksi redoks spontan terjadi antara logam-logam ini, yang melepaskan energi listrik.
Ketika seng bereaksi dengan kation tembaga, seng dioksidasi menjadi ion seng dan tembaga direduksi menjadi tembaga metalik, yang melepaskan elektron dan menyebabkan arus listrik mengalir.
Secara khusus, ketika seng (Zn) mentransfer elektronnya ke kation tembaga (Cu), logam seng dioksidasi menjadi ion seng, sedangkan ion tembaga direduksi untuk membentuk tembaga metalik. Reaksi ini dapat dinyatakan dengan cara berikut:
Zn(s) + Cu2+(aq) → Zn2+(aq) + Cu(s)
Selama reaksi berlangsung, oksidasi seng dan reduksi tembaga tidak hanya merupakan perubahan kimia, tetapi juga proses konversi energi. Energi kimia yang dilepaskan oleh reaksi oksidasi diberikan ke sirkuit eksternal dalam bentuk energi listrik.
Ketika elektroda seng kehilangan elektron, konsentrasi elektron di area tersebut berkurang, sehingga menghasilkan potensial yang relatif positif. Selain itu, elektroda tembaga menjadi bermuatan negatif karena menyerap elektron. Perbedaan potensial ini mendorong aliran elektron. Inilah salah satu alasan mengapa baterai berfungsi dan terus memberikan daya.
Dalam penelitian terkini, para ilmuwan terus mengeksplorasi aplikasi lebih lanjut, seperti cara mengoptimalkan penggunaan berbagai logam dan mengeksplorasi material baterai baru untuk meningkatkan efisiensi energi. Ambil contoh baterai seng-udara. Baterai ini menggunakan seng sebagai anoda dan menyerap oksigen dari udara untuk bereaksi. Dibandingkan dengan baterai tradisional, baterai ini memiliki kepadatan energi yang lebih tinggi dan lebih ramah lingkungan.
Tidak hanya di laboratorium, hubungan reaksi antara seng dan tembaga juga memberikan banyak kemudahan dalam kehidupan sehari-hari. Dari jam tangan hingga ponsel, kombinasi seng dan tembaga ada di mana-mana.
Seiring dengan kemajuan teknologi baterai, kita melihat bagaimana kombinasi tradisional seng dan tembaga menjadi bagian dari teknologi modern. Reaksi kimia serupa juga dapat dilihat di banyak sistem energi terbarukan yang baru. Dengan munculnya berbagai sumber energi yang ramah lingkungan, teknologi baterai masa depan dapat menunjukkan kombinasi logam yang berbeda, dan mungkin suatu hari nanti kita akan dapat menemukan alternatif yang lebih efisien dan ramah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan energi.
Dengan kemajuan teknologi baterai yang berkelanjutan, menurut Anda seperti apa masa depan energi kita?