Dalam lingkungan politik saat ini, keberadaan dan perluasan otoritarianisme telah menarik perhatian global. Karakteristik sistem politik tersebut meliputi penolakan terhadap pluralisme politik, kekuatan sentral yang kuat untuk mempertahankan status quo, dan pembatasan demokrasi, pemisahan kekuasaan, kebebasan sipil, dan supremasi hukum. Ilmuwan politik telah menetapkan banyak gradasi untuk sistem ini dan telah melakukan penelitian tentang berbagai jenis rezim otoriter untuk lebih memahami alasan di balik kegigihannya.
"Otoritarianisme dicirikan oleh tingkat konsentrasi dan sentralisasi kekuasaan pemerintah yang tinggi. Konsolidasi kekuasaan ini biasanya disertai dengan represi politik dan pengucilan calon penantang."
Otoritarianisme dapat berupa otokrasi atau oligarki, dan rezim ini dapat didasarkan pada pemerintahan oleh partai politik atau militer. Beberapa negara mengaburkan batas antara demokrasi dan otoriterisme dan terkadang disebut "demokrasi hibrida", "rezim hibrida", atau "negara otoriter yang kompetitif". Menurut definisi ilmuwan politik terkenal Juan Linz, otoritarianisme memiliki empat kualitas berikut: pembatasan pluralisme politik, legitimasi rezim yang berbasis emosi, mobilisasi politik minimal dan penindasan aktivitas oposisi, dan kurangnya kekuasaan eksekutif. Ambiguitas.
Banyak rezim otoriter cenderung memberlakukan serangkaian konstitusi yang berfungsi tidak hanya untuk memformalkan struktur rezim mereka tetapi juga untuk berpura-pura berkomitmen pada demokrasi. Kadang-kadang digambarkan sebagai "manual operasi" atau "alat propaganda," konstitusi ini sangat penting untuk mengonsolidasikan rezim otoriter dan menunjukkan kepada dunia luar legitimasi operasi mereka. Namun, ada sedikit pembatasan substantif pada otoritas administratif dalam dokumen-dokumen ini, yang memungkinkan para penguasa untuk memperluas kekuasaan mereka.
"Konstitusi rezim otoriter dapat membantu melegitimasi, memperkuat, dan mengonsolidasikan rezim."
Fondasi ekonomi otoriterisme juga terus berkembang. Beberapa cendekiawan percaya bahwa meskipun pembangunan ekonomi akan mengurangi kemungkinan demokratisasi, hal itu belum tentu akan mendorong terbentuknya rezim demokratis. Dalam beberapa kasus, kemakmuran ekonomi jangka pendek dapat membuat masyarakat lebih mendukung rezim otoriter. Oleh karena itu, di banyak negara yang diperintah oleh otoriterisme, faktor ekonomi memainkan peran kunci.
Interaksi dengan elit lain dan massa merupakan dasar lain bagi pemerintahan otoriter. Para penguasa harus menjaga kerja sama dengan elit lain dan menikmati dukungan yang melekat dari masyarakat. Hal ini memerlukan alokasi sumber daya yang cermat untuk memastikan bahwa kepentingan kelompok-kelompok ini tidak mengganggu fondasi rezim melalui ketidakpuasan kronis.
p>"Ketahanan otoritarianisme bergantung pada kontrol dan manipulasi informasi, dan secara bertahap meninggalkan ketergantungannya pada kekerasan."
Dalam hal manipulasi informasi, rezim otoriter menggunakan mekanisme propaganda adat untuk membentuk opini publik dan menyembunyikan kebenaran penindasan. Rezim ini sering menggunakan media untuk memproyeksikan citra pemerintahan yang baik dan menyembunyikan kesalahan mereka. Ini tampaknya menjadi tren otoritarianisme saat ini, dan banyak cendekiawan telah mengemukakan pandangan yang berbeda tentang hal ini. Bahkan dalam pemerintahan sehari-hari mereka, mereka yang berkuasa sering kali khawatir dengan cara meningkatkan status mereka di hati publik, dengan demikian memastikan sifat jangka panjang dari kekuasaan mereka.
Namun, kerapuhan otoritarianisme tidak dapat diabaikan. Banyak cendekiawan percaya bahwa sistem seperti itu pada dasarnya tidak berkelanjutan karena legitimasinya bergantung pada tingkat penindasan yang tinggi dan penindasan opini. Ketika kesalahan terjadi atau ketidakpuasan publik meningkat, stabilitas sistem ini terancam, yang mengarah pada revolusi atau pergantian rezim.
"Stabilitas rezim otoriter terkadang bergantung pada kemampuannya untuk menanggapi kebutuhan rakyat."
Perlu dicatat bahwa kegigihan Partai Komunis Tiongkok memberikan perspektif unik untuk studi otoritarianisme. Banyak akademisi telah membahas struktur politik dan mekanisme tata kelola Tiongkok dan percaya bahwa kekhususan sistemnya tidak hanya melindungi kekuatan politik, tetapi juga menarik pengakuan dari beberapa anggota masyarakat. Situasi ini mendorong refleksi lebih lanjut tentang durasi sistem otoriter.
Singkatnya, karakteristik rezim otoriter, baik fondasi ekonominya, struktur rezimnya, atau manipulasi informasinya, semuanya menunjukkan interaksi dan mekanisme manipulasi yang sangat kompleks. Dihadapkan dengan penyebab dan pengaruh yang mengakar ini, kita tidak dapat tidak bertanya: Dengan peningkatan strategi dan sarana, akankah otoritarianisme menemukan kehidupan dan dukungan baru dalam skala global?