Dalam lingkungan medis saat ini, pengujian keamanan obat antiinfeksi telah menjadi topik penelitian yang sangat penting. Para ilmuwan terus mengeksplorasi mekanisme obat-obatan ini untuk menentukan bagaimana obat-obatan tersebut secara efektif menghancurkan patogen tanpa membahayakan tubuh. Di antara mekanisme-mekanisme tersebut, mekanisme kerja (MOA) dan cara kerja (MoA) suatu obat merupakan kunci untuk memahami bagaimana obat berinteraksi dengan tubuh manusia.
Interaksi biokimia tertentu dari suatu obat menunjukkan efek farmakologisnya, dan interaksi ini melibatkan target molekuler tertentu, seperti enzim atau reseptor.
Memahami mekanisme kerja obat baru tidak hanya penting untuk pengembangan obat, tetapi juga dapat memprediksi potensi masalah keamanan klinis. Misalnya, obat-obatan sering kali menyebabkan masalah toksisitas ketika memengaruhi membran sel atau rantai transpor elektron, sedangkan menargetkan komponen dinding sel relatif aman karena struktur-struktur ini tidak ada dalam sel manusia. Melalui penelitian seperti ini, para ilmuwan dapat menargetkan pasien dengan pengobatan presisi dan menentukan pasien mana yang paling mungkin mendapat manfaat dari perawatan tertentu.
Misalnya, obat kanker payudara trastuzumab secara khusus menargetkan protein HER2, dan dokter dapat menentukan apakah pasien merupakan kandidat untuk perawatan ini dengan menguji protein dalam sel tumor.
Berbagai metode dapat digunakan untuk mengidentifikasi mekanisme kerja obat, termasuk mikroskopi, metode biokimia langsung, metode inferensi komputasional, dan teknik multi-omik. Metode observasi mikroskopis dapat mengamati perubahan fenotipik senyawa aktif biologis pada sel target, sementara metode biokimia langsung melibatkan pelacakan distribusi obat dalam tubuh untuk menemukan protein yang menjadi targetnya. Metode inferensi komputasional menggunakan pengenalan pola komputer untuk memprediksi target obat, sementara teknik multiomik menggunakan berbagai teknologi "omik" (seperti genomik, transkriptomik, dan proteomik) untuk mengidentifikasi target obat potensial.
Misalnya, mekanisme kerja aspirin adalah menghambat siklooksigenase (COX) secara ireversibel, sehingga mengurangi produksi prostaglandin dan tromboksan, yang selanjutnya mengurangi rasa sakit dan peradangan. Mekanisme ini tidak sama di antara semua NSAID; aspirin adalah satu-satunya obat yang menghambat COX-1 secara ireversibel.
Meskipun mekanisme kerja beberapa obat masih belum jelas, hal ini tidak menghalangi efektivitasnya. Ini berarti bahwa meskipun kita tidak tahu bagaimana obat-obatan ini berinteraksi dengan reseptor, obat-obatan tersebut tetap dapat efektif dalam memberikan efek terapeutiknya.
Dalam beberapa literatur, istilah mekanisme kerja dan cara kerja digunakan secara bergantian, padahal keduanya berbeda. Cara kerja menggambarkan perubahan fungsional atau anatomi yang terjadi saat organisme terpapar suatu zat, dengan fokus pada respons di tingkat sel, sedangkan mekanisme kerja berfokus pada interaksi spesifik antara obat dan enzim atau reseptor.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pemahaman tentang mekanisme di balik obat antiinfeksi akan semakin mendalam, yang tidak hanya akan membantu meningkatkan efektivitas pengobatan, tetapi juga mengurangi potensi efek samping. Pada akhirnya, dapatkah kita berharap untuk memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang mekanisme kerja semua obat antiinfeksi dalam waktu dekat untuk menjaga kesehatan manusia?