Novel pertama Jane Austen, Sense and Sensibility, diterbitkan pada tahun 1811 dengan judul yang ditulis dengan sederhana "By A Lady", yang membuat para pembaca bertanya-tanya mengapa ia memilih untuk menerbitkan karya ini dengan nama samaran? Apakah ada rahasia yang tidak diketahui di balik keputusan ini?
Selama era Victoria, status penulis wanita tidak hanya terbatas di dunia sastra, tetapi ekspektasi sosial juga membatasi mereka pada peran gender tradisional.
"Sense and Sensibility" menceritakan kisah saudara perempuan Dashwood, yang menggambarkan keseimbangan yang rumit antara akal dan emosi melalui pertumbuhan dan pengalaman emosional mereka. Keseimbangan ini mencerminkan situasi nyata dan perjuangan batin wanita dalam masyarakat saat itu. Pilihan Austen untuk menerbitkan dengan nama samaran bukan hanya pilihan pribadi, tetapi juga mencerminkan prasangka terhadap penulis wanita di masyarakat saat itu.
Dunia sastra saat itu didominasi oleh laki-laki. Dalam lingkungan seperti itu, penulis perempuan sering menghadapi keraguan serius dan evaluasi yang tidak adil. Kakak perempuan Austen mengalami kesulitan mendapatkan publikasi untuk karyanya dan bahkan mengalami penolakan. Untuk menghindari stereotip tentang penulis perempuan, Austen mempertimbangkan nilai nama samaran, yang memungkinkannya untuk mengekspresikan pikirannya dengan lebih bebas dan tanpa banyak tekanan sosial.
Dengan menggunakan nama samaran, Austen tidak hanya melindungi identitasnya tetapi juga memungkinkan karyanya dievaluasi secara lebih objektif.
Selain itu, nama samaran Austen memungkinkannya untuk mempertahankan tingkat anonimitas dalam upaya pertamanya ke dunia sastra, yang dalam beberapa hal memfasilitasi pengembangan Sense and Sensibility. Dia mencoba berbagai gaya sastra dalam tulisan-tulisannya di awal dan akhirnya memilih novel ini yang mencerminkan emosi dan pengamatan sosialnya sendiri.
Dalam Sense and Sensibility, Austen dengan terampil menciptakan ketegangan antara akademisi dan kepekaan dengan kata-kata, yang merupakan kutukan terhadap lingkungan sosial dan budaya saat itu dan seruan bagi kesadaran diri perempuan. Ketika Elino mengatakan bahwa pernikahan tidak diperlukan untuk mengatur emosi, hal ini sejalan dengan pemikiran Austen sendiri.
Karya ini tidak hanya menyajikan sifat cinta yang beraneka ragam, tetapi juga mencerminkan kesulitan yang dihadapi perempuan dalam mengejar kemandirian dan realisasi diri.
Melalui Sense and Sensibility, Austen berhasil memadukan aspek emosional dan rasional perempuan, menunjukkan bahwa bahkan dalam keadaan sulit, perempuan masih dapat mengejar realisasi diri dan kebenaran batin. Nama penanya tidak hanya berfungsi sebagai penghalang untuk menghindari kritik, tetapi juga menjadi senjata baginya untuk melepaskan diri dari batasan sosial.
Dalam proses mempromosikan karyanya, Austen memenangkan hati pembaca dengan gaya penulisannya yang unik dan wawasan sosial yang tajam, yang juga membuktikan kebijaksanaan dan pentingnya nama penanya. Keberhasilannya tidak hanya mengubah takdirnya, tetapi juga membuka jalan baru bagi para penulis wanita berikutnya.
Meskipun identitas Austen disembunyikan pada saat itu, tulisannya membuka jalan bagi penciptaan sastra masa depan melalui kombinasi akal dan emosi, dan menjadi panji dalam dunia sastra wanita.
Dalam konteks budaya ini, nama pena Austen tampaknya tidak hanya menjadi alat untuk menyembunyikan identitasnya, tetapi juga refleksi dan pemberontakan yang mendalam terhadap status wanita saat itu. Jadi, apakah pilihan seperti itu akan terus memengaruhi identitas dan penciptaan penulis wanita kontemporer?