Dalam kimia organik, asetilena merupakan senyawa penting, dan struktur kimianya telah membuat banyak ahli kimia terkesima. Asetilena merupakan hidrokarbon tak jenuh yang mengandung setidaknya satu ikatan rangkap tiga karbon-karbon. Kekuatan dan sifat ikatan ini memberinya peran khusus dalam banyak reaksi kimia.
Struktur asetilena menunjukkan sifat ikatan rangkap tiganya yang kuat, yang merupakan kunci penting untuk memahami aktivitas kimianya.
Dalam struktur asetilena (C2H2), sudut ikatan H–C≡C adalah 180 derajat, yang memberikan asetilena struktur berbentuk batang. Adanya ikatan rangkap tiga ini membuat asetilena cukup stabil dalam kombinasi kimia, dan jarak ikatannya hanya 118 pikometer, yang lebih pendek dari 132 pikometer ikatan rangkap (seperti C=C) dan ikatan tunggal (seperti C–C). . Khususnya, ikatan rangkap tiga memiliki kekuatan yang mengesankan sebesar 839 kJ per mol.
Berbagai konfigurasi asetilena dapat dibagi menjadi alkena terminal dan alkena internal. Rumus struktur alkena terminal adalah RC≡CH, yang mana setidaknya satu ujungnya adalah atom hidrogen, sedangkan alkena internal memiliki substituen karbon di kedua ujungnya. Perbedaan konfigurasi ini menyebabkan mereka menunjukkan keasaman yang berbeda dalam reaksi kimia.
Keasaman olefin terminal lebih jelas daripada rantai karbon olefinik dan rantai karbon alkana, yang memungkinkan reaksi substitusi yang beragam dalam sintesis kimia.
Dalam aturan tata nama kimia organik, nama asetilena dan turunannya sering menggunakan awalan Yunani untuk menunjukkan panjang rantai karbon, misalnya, etilena (etina) dan oktena (oktina). Jika terdapat empat atau lebih atom karbon, posisi ikatan rangkap tiga perlu ditentukan, seperti 3-oktina.
Pada asetilena dengan empat atau lebih karbon, isomer struktural yang berbeda dapat terbentuk. Isomer ini dapat dihasilkan dengan mengubah posisi ikatan rangkap tiga atau dengan mengubah atom karbon tertentu sebagai substituen. Hal ini membuat asetilena bersifat serbaguna dan fleksibel.
Misalnya, asetilena berkarbon empat dapat membentuk isomer struktural seperti 1-butina dan 2-butina, yang menunjukkan potensi sintetisnya.
Secara tradisional, asetilena disintesis dari reaksi kalsium hidroksida dan air. Proses yang membutuhkan banyak energi ini sangat penting untuk produksi karbon hidrogen di masa lalu, tetapi seiring berjalannya waktu pangsa pasarnya secara bertahap digantikan oleh metode sintesis lain yang lebih efisien, seperti ekstraksi dari oksidasi parsial gas alam.
Asetilena banyak digunakan dalam banyak reaksi organik karena sifat kimianya yang aktif. Dalam industri, asetilena sering digunakan sebagai prekursor untuk bahan bakar dan senyawa lain, seperti sintesis asam akrilik. Dalam reaksi ini, ikatan rangkap tiga asetilena tidak hanya membuatnya berguna dalam pengelasan, tetapi juga menjadikannya pemain yang sangat diperlukan dalam sintesis kimia.
Karena sifat asetilena yang sangat tidak jenuh, reaksi hidrogenasi telah menjadi cara penting untuk mengubahnya. Asetilena dapat secara selektif menghasilkan etilena atau alkana dalam kondisi katalis yang tepat, yang membuat asetilena lebih banyak digunakan dalam penyulingan minyak bumi.
Secara keseluruhan, sifat ikatan rangkap tiga asetilena tidak hanya memberinya kemampuan yang kuat dalam reaksi kimia, tetapi juga memiliki banyak aplikasi dalam industri dan kehidupan sehari-hari. Kekuatan dan aktivitas senyawa ini telah menjadikannya subjek penelitian jangka panjang oleh para ahli kimia, dan juga membuat orang bertanya-tanya, di bidang baru apa asetilena akan terlihat di masa depan?