Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Ahsol Hasyim is active.

Publication


Featured researches published by Ahsol Hasyim.


Jurnal Hortikultura | 2018

Bioaktivitas Enam Ekstrak Tumbuhan untuk Pengendalian Hama Tungau Kuning Cabai Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari: Tarsonemidae) di Laboratorium

Ahsol Hasyim; Wiwin Setiawati; Luluk Sutji Marhaeni; Liferdi Lukman; Abdi Hudayya

(Bioactivity From Six Plants Extract to Control Chili Pepper Yellow Mites Polyphagotarsonemus latus Banks Under Laboratory Condition) Pada 3 tahun terakhir ini serangan tungau Polyphagotarsonemus latus pada berbagai jenis Capsicum di berbagai sentra produksi semakin meningkat dengan intensitas serangan di atas 30%. Dalam bidang pertanian, sekitar 15.416 ton pestisida telah digunakan untuk tujuan proteksi tanaman, yang setiap tahunnya meningkat sekitar 7%. Tindakan ini dapat mengakibatkan inefisiensi produksi dan dampak negatif terhadap hama target, ekosistem, konsumen, serta risiko residu pestisida dalam produk ekspor. Pengendalian OPT ramah lingkungan akhir-akhir ini dikembangkan dalam usaha tani cabai untuk menekan penggunaan insektisida sintetis. Pemanfaatan pestisida nabati merupakan salah satu pilihan untuk menekan serangan tungau cabai P. latus yang ramah lingkungan. Sebanyak enam jenis tanaman yang berbeda diuji aktivitasnya untuk mengendalikan tungau P. latus . Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi bioaktivitas ekstrak tanaman untuk pengendalian hama tungau kuning cabai di laboratorium. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dari bulan Oktober 2015 sampai Januari 2016. Metode yang digunakan adalah metode residu pada daun (leaf disc method) modifikasi IRAC no. 4 untuk tungau dan metode dry film atau film kering untuk predator M. sexmaculatus. Data mortalitas tungau diolah menggunakan analisis probit untuk menetapkan nilai LC50 dan LT50. Mortalitas tungau yang disebabkan oleh bioakarisida tanaman dihitung pada 1, 3, 6, 12, 24, dan 72 jam setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai LC50 bioakarisida yang berasal dari ekstrak akar tuba, huni, kirinyuh, widuri, ketapang dan gamal berturut-turut adalah 286,84; 370,57; 373,03; 477,92; 525,110; dan 650,44 ppm, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mematikan 50% tungau dari ekstrak bioakasida tanaman berturut-turut adalah kirinyuh, akar tuba, huni, widuri, ketapang, dan gamal berturut-turut adalah 9,98; 9,99; 12,65; 20,01; 26,61; dan 42,77 jam. Hasil perhitungan nilai selectivity ratio (SR) menunjukkan bahwa semua jenis ekstrak tumbuhan sebagai bioakarisida yang diuji selektif terhadap predator M. sexmaculatus, hal ini disebabkan karena nilai SR <1. Kombinasi ekstrak bioakarisida tanaman selektif tersebut dengan pelepasan predator M. sexmaculatus merupakan komponen teknologi PHT yang dinilai efektif untuk mengendalikan hama tungau pada tanaman cabai. Untuk memantapkan hasil penelitian diperlukan uji lanjut di lapangan. Keywords Bioakarisida; Ekstrak; Pengendalian; Tungau; Musuh alami Abstract In the last 3 years P. latus severity on various types of Capsicum in some central production increased with the intensity above 30%. In agriculture, around 15,416 tonnes of pesticides have been used for plant protection purposes, which annually increased about 7%. This act can resulting inefficiency of production and the negative impact on the target pest, ecosystem, consumers, and the risk of pesticide residues in exported products . In the recent years, environmentally –friendly pest management is established to reduce the use of synthetic pesticides. Utilization of botanical pesticides is one option for environmentally friendly to suppress the attack of chili mite P. latus. Plants extracts of from six plant species were screened for contact toxicity and antifeedant activities against mite, P. latus. This study aims to determine the effectiveness of some plant extracts as bioacaricide for pest mite P. latus on chili plants. The experiments were conducted at the Laboratory of Pests and Diseases, Indonesian Vegetables Research, Lembang, West Java Province from October 2015 until January 2016. A modified leaf disc method describes by IRAC no. 4 was used for mites and for dry film method for or predators of M. sexmaculatus. Mite mortality was observed at 1, 3, 6, 12, 24, and 72 hour after treatment. The mortality of mite data was analyzed using probit to determine the LC50 and LT50 values. The result shows that LC50 obtained from plant bioacaricide of tuba root, kirinyuh, huni, widuri, ketapang, and gamal were 286.84, 370.57, 373.03, 477.92, 525.110 and 650.44 ppm respectively. Whereas LT50 obtained from plant bioacariside of kirinyuh, tuba root, huni, widuri, ketapang, and gamal were 9.98, 9.99, 12.65, 20.01, 26.61, and 42.77 hours respectively. The results of the calculation of the value of selectivity ratio (SR) shows that all plant extracts tested as bioacaricide were selective against predators M. sexmaculatus due to the value of SR <1. The combination of extract bioacaricide selective with inundative release of M. sexmaculatus adult to achieve sound of IPM mite in chili pepper. A field trial is still needed to confirm result of this study.


Jurnal Hortikultura | 2016

Potensi Campuran Spodoptera exigua Nucleopolyhedrovirus (SeNPV) dengan Insektisida Botani untuk Meningkatkan Mortalitas Ulat Bawang Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) di Laboratorium

Luluk Sutji Marhaen; Fahmi Aprianto; Ahsol Hasyim; Liferdi Lukman

[ Potential Mixtures Between SeNPV with Botanical Insecticides to Increase Larvae Mortality of Spodoptera exigua (Hubner) ( Lepidoptera: Noctuidae ) in Laboratory] Hama Spodoptera exigua (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan hama penting pada tanaman bawang di Indonesia. Pengendalian hama ini dengan insektisida kimia sintetik tidak memuaskan, bahkan telah menyebabkan hama menjadi resisten. SeNPV bila diaplikasikan secara tunggal untuk pengendalian hama S. exigua hasilnya masih kurang memuaskan. Namun, diharapkan SeNPV bila dicampurkan dengan insektisida botani dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk mengendalikan hama S. exigua. Penelitian bertujuan mengetahui potensi campuran SeNPV dengan insektisida botani terhadap mortalitas larva S. exigua instar 3 di laboratorium. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang ( ± 1.250 m dpl.), mulai bulan Juli sampai Oktober 2014. Larva S. exigua dikumpulkan dari pertanaman petani bawang merah di daerah Cirebon, Jawa Barat dan diperbanyak di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan, yaitu (1) uji pendahuluan dosis SeNPV dan empat jenis ekstrak tumbuhan, yaitu legundi (Vitex trifolia Linn.), serai wangi (Cymbopogon nardus), daun jeruk purut (Citrus hystrix DC), ubi gadung (Dioscorea hispida) dan (2) uji campuran beberapa dosis SeNPV dengan dosis sublethal dari ekstrak daun legundi (Vitex trifolia Linn.). Rancangan percobaan yang digunakan ialah rancangan acak lengkap yang terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Mortalitas larva S. exigua diamati mulai 24 jam sampai dengan 168 jam setelah perlakuan. Data mortalitas larva diolah menggunakan analisis probit untuk menetapkan nilai LC50. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai LC50 SeNPV sebesar 424,67 ppm dan dari empat ekstrak insektisida botani yang terendah diperoleh dari insektisida daun legundi, yaitu 2.199, 277 ppm. Berdasarkan nilai LC50 campuran SeNPV dengan insektisida botani daun legundi menunjukkan efektivitas sinergistik dan meningkatkan efikasi 12,24 kali lipat jika dibandingkan dengan SeNPV secara tunggal. Kombinasi SeNPV dengan ekstrak daun legundi konsentrasi sublethal dapat meningkatkan efikasi virus SeNPV dalam mengendalikan S. exigua. Keywords Spodoptera exigua; SeNPV; Vitex trifolia; Sinergisme; Mortalitas larva Abstract The beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) is a serious pest of shallot in Indonesia. Chemical methods have failed to control this pest as this has developed resistance to almost all synthetic insecticides available. SeNPV effectiveness when applied singly for S. exigua result is still unsatisfactory, but it is expected when SeNPV mixed with botanical insecticides give satisfactory result to control S. exigua. The aim of the study was to determine the potential of SeNPV with botanical insecticides to control third instars of S. exigua larvae under laboratory condition. This study has been conducted at Indonesian Vegetables Research Institute Lembang (±1,250 m asl), from July to October 2014. Sample of S. exigua larvae were collected from farmers’ field in Cirebon, West Java and mass production done in a screen house. Two bioassay steps were performed i.e. (1) preliminary test of SeNPV doses and botanical insecticides doses of extract of Vitex trifolia leaves, extract of Citronelol leaves (Cymbopogon nardus), extract of kaffir lime leaves (Citrus hystrix DC), extract of Dioscorea hispida tuber and (2) the combination of several doses of SeNPV and sublethal doses of extract of Vitex trifolia leaves. The experimental design used completely randomized design consist of six treatments and four replications. Mortality of S. exigua larvae was observed at 24 hours after exposures and repeatedly every 24 hours up to 168 hours of exposures. The mortality data was analyzed using probit analysis to determine the LC50 values. The analysis showed that the LC50 value of the lowest SeNPV is 424,67 ppm, and from four extracts botanical insecticide the lowest LC50 derived from extract of Vitex trifolia leaves namely 2,199, 277 ppm. Based on LC50 value of SeNPV mix with extract of Vitex trifolia leaves demonstrate the effectiveness of the synergistic and 12.24 fold increased their efficacy when compared to SeNPV singly. SeNPV in combination with sublethal concentration of extract of Vitex trifolia leaves can be increasing the efficacy of SeNPV in controlling S. exigua.


Jurnal Hortikultura | 2016

Sinergisme Jamur Entomopatogen Metarhizium anisopliae Dengan Insektisida Kimia untuk Meningkatkan Mortalitas Ulat Bawang Spodoptera exigua

Ahsol Hasyim; Wiwin Setiawati; Abdi Hudayya; nFN Luthfy

(Synergism Entomopathogenic Fungus Metarhizium anisopliae and Chemical Insecticide to Increase the Mortality of Armyworm, Spodoptera exigua) Hama ulat bawang Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) merupakan salah satu hama penting pada tanaman bawang di Indonesia. Jamur entomopatogen terutama Metarhizium anisopliae telah banyak digunakan untuk mengendalikan hama serangga. Keefektivitasan jamur entomopatogen M. anisopliae bila diaplikasikan secara tunggal untuk pengendalian hama hasilnya belum memuaskan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan keefektifan jamur entomopatogen tersebut dengan melakukan pencampuran dengan insektisida kimia. Tujuan penelitian untuk mengetahui sinergisme campuran jamur entomopatogen M. anisopliae dengan insektisida kimia terhadap mortalitas larva S. exigua instar ke-3 di laboratorium. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang ( ± 1.250 m dpl.), mulai bulan Juni sampai Oktober 2014. Larva S. exigua dikumpulkan dari pertanaman petani bawang merah di daerah Cirebon, Jawa Barat dan diperbanyak di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan, yaitu (1) uji pendahuluan dosis jamur M. anisopliae dan dosis insektisida kimia dan (2) uji campuran jamur M. anisopliae dengan dosis sublethal insektisida kimia. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Penelitian menggunakan metode pencelupan. Mortalitas larva S. exigua diamati mulai 24 jam sampai dengan 168 jam setelah perlakuan. Data mortalitas larva diolah menggunakan analisis probit untuk menetapkan nilai LC50. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai LC50 insektisida kimia yang terendah diperoleh dari insektisida abamektin, yaitu 482,34 ppm dan yang tertinggi diperoleh dari jamur M. anisopliae, yaitu 1.189, 83 ppm. Nilai LC50 campuran insektisida, campuran jamur M. anisopliae dengan insektisida abamektin menunjukkan efek sinergistik dan meningkatkan efikasi 24,45 kali lipat jika dibandingkan dengan jamur M. anisopliae secara tunggal. Kombinasi jamur entomopatogen dengan insektisida konsentrasi sublethal dapat meningkatkan kemampuan jamur entomopatogen dalam mengendalikan S. exigua sehingga dapat memperlambat terjadinya resistensi insektisida. Keywords Sinergisme; Insektisida kimia; Jamur Metarhizium anisopliae; Mortalitas larva; Spodoptera exigua Abstract The beet armyworm, Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) is a serious pest of shallot in Indonesia. Many entomopathogenic fungi especially Metarhizium anisopliae are used as biological control agents of insects pests. But, the control of pest in crops with entomopathogens fungi, M. anisopliae alone is still not effective. Therefore it is necessary to improve the effectiveness of the entomopathogenic fungus by mixing with chemical insecticides. The aim of the study was to determine the sinergism of entomopathogenic fungi with insecticides to control third instar of S. exigua larvae under laboratory condition. The experiment was conducted at Indonesian Vegetables Research Institute Lembang (±1,250 m asl.), from June to October 2014. Sample of S. exigua larvae were collected from farmers’ field in Cirebon, West Java and mass production was carried in a screenhouse. Two bioassay steps were performed i.e. (1) preliminery test of entomopatogenic doses and insecticide doses and (2) the combination of sublethal doses of insecticide and several doses of M. anisopliae. The experimental design used was completely randomized design consisted of six treatments and four replications. Dipping method was used in this research. Mortality of S. exigua larvae was observed at 24 hours after exposures and repeated every 24 hours up to 168 hours of expo sures. The mortality data was analyzed using probit analysis to determine the LC50 values. The analysis showed that the LC50 value of the lowest chemical insecticides derived from insecticides abamectin that is 482,34 ppm and the highest obtained from the fungus M. anisopliae that is 1,189,83 ppm. Based on LC50 value of insecticides mixtures, the addition of abamectin insecticide to the entomopathogenic fungi, M. anisopliae, indicated synergism and increased their efficacy by 24,45 times higher, compared to M. anisopliae alone. Entomopathogenic fungi, M. anisopliae in combination with sublethal concentration of insecticides could increase the fungal ability in controlling S. exigua and also could be useful to abate insecticide resistance.


Jurnal Hortikultura | 2013

Efikasi dan Persistensi Minyak Serai sebagai Biopestisida terhadap Helicoverpa armigera Hubn. (Lepidoptera : Noctuidae)

Ahsol Hasyim; Wiwin Setiawati; Rini Murtiningsih; Eri Sofiari

ABSTRAK. Keberadaan kelompok sayuran minor (under-utilized/indigenous) mulai terancam kepunahan karena digantikan oleh beberapa spesies kultivasi. Kurang berkembangnya kelompok sayuran minor diindikasikan oleh atribut kualitas yang dimiliki oleh komoditas tersebut yang relatif belum sebanding dengan kelompok sayuran prioritas, seperti kentang, kubis, dan tomat. Penelitian bertujuan mengidentifikasi preferensi konsumen terhadap atribut kualitas sayuran minor. Penelitian dilaksanakan melalui survai konsumen di Kelurahan Sukabungah, Kecamatan Sukajadi, Kotamadya Bandung, Jawa Barat sejak bulan April sampai dengan Juni 2007. Pemilihan lokasi kotamadya dilakukan secara sengaja, sedangkan pemilihan kecamatan, kelurahan, dan responden ibu rumah tangga sebanyak 50 orang dilakukan secara acak. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Pada penelitian ini komoditas sayuran minor yang diteliti adalah koro, katuk, labu siam, dan kecipir. Preferensi konsumen terhadap atribut kualitas sayuran minor dianalisis dengan teknik peringkat (ranking) dan diuji dengan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, preferensi konsumen terhadap atribut kualitas ialah: (1) koro: ukuran polong besar (panjang 3 cm, dan lebar 2 cm), warna kulit ungu tua, kekerasan polong renyah, warna daging putih, dan rasanya gurih, (2) katuk: warna daun hijau muda, ukuran daun sedang (panjang 4 cm dan lebar 2 cm), jumlah daun/tangkai banyak, dan rasanya agak manis, (3) labu siam: ukuran buah sedang (panjang 12 cm dan lebar 8 cm), warna kulit hijau muda, kulit tanpa duri, kekerasan kulit sedang, kandungan getah sedikit, dan rasa agak manis, (4) kecipir: warna kulit hijau muda, panjang sedang (18 cm), permukaan kulit halus, bentuk buah lurus, kekerasan buah renyah, dan rasanya agak manis. Sayuran minor (koro, katuk, labu siam, dan kecipir) merepresentasikan sayuran murah tetapi termasuk sumber nutrisi berkualitas tinggi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk memperbaiki atribut sayuran minor sesuai dengan preferensi konsumen serta upaya untuk meningkatkan potensi ekonomis dan pengembangan komoditas tersebut. ABSTRACT. Soetiarso, T. A. 2010. Consumer’s Preference on Quality Attributes of Four Minor Vegetables. The existence of minor (under-utilized/indigenous) vegetables is beginning to extinct because they are replaced by some cultivated species. Slow development of minor vegetables is also caused by the product quality attributes of those vegetables that have not been recognized compared to the priority vegetables, such as potato, cabbage, and tomato. The study was aimed to identify consumer preference on quality attributes of four minor vegetables. A consumer survey was carried out in Sukabungah Village, Sukajadi Sub-district, Bandung, West Java from April to June 2007. Location of survey was purposively selected, while 50 household mothers were randomly chosen. Data were collected through interviews by using a structured questionnaire. Minor vegetables included in this study were lima bean, star gooseberry, chayote, and winged bean. Consumer preference on product attributes of minor vegetables were analyzed by using the ranking technique and tested with Chi-square. Results indicated that consumer preferences on quality attributes for minor vegetable were as follows: (1) lima bean: large pod size (20 cm length and 2 cm width), dark purple skin color, crisp pod hardness, white flesh color, and delicious taste, (2) star gooseberry: light green leaf color, medium leaf size (4 cm length and 2 cm width), much number of leaves/branches, and slightly sweet taste, (3) chayote: medium fruit size (12 cm length and 8 cm width), light green skin color, thornless skin, medium skin hardness, little sap content, and slightly sweet taste, (4) winged bean: light green skin color, medium length about 18 cm, smooth skin surface, straight fruit shape, crisp fruit hardnes, and slightly sweet taste. Minor vegetables (lima bean, star gooseberry, chayote, winged bean) represent inexpensive but high quality nutritional contents. The results of this consumer survey may be used as a preference-based feedback for improving the product attibutes of minor vegetables to increase their economic potentials.ABSTRAK. Penyakit virus mosaik pada cabai merupakan salah satu penyakit penting yang disebabkan oleh virus dan dapat menular dari tanaman sakit ke tanaman sehat lain melalui vektor kutu daun. Penelitian bertujuan mendapatkan cara pengendalian vektor dan penyakit virus mosaik pada cabai yang efektif dan ramah lingkungan. Perlakuan pengendalian nonkimiawi disusun dalam rancangan acak kelompok dengan empat kali ulangan. Penelitian dilakukan di Subang pada 700 m dpl. sejak bulan Juni sampai dengan Desember 2005. Perlakuan yang diuji ialah: (1) perangkap baki kuning, (2) tanaman pinggiran kubis, (3) mulsa plastik perak, (4) mulsa plastik hitam, (5) mulsa jerami, (6) insektisida dengan bahan aktif imidakloprid dan profenofos 1x /minggu, dan (7) kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mulsa plastik perak maupun hitam berpengaruh paling baik terhadap penekanan populasi vektor sebesar 78-88%, serangan penyakit virus mosaik sebesar 68-77% ataupun hama sebesar 57-73% dan penyakit cabai lainnya 50-60% (penyakit antraknos, lalat buah, dan penyakit busuk buah), serta meningkatkan hasil buah cabai sehat sekitar 2-4 kali hasil pada perlakuan kontrol. ABSTRACT. Gunaeni, N. and A.W. Wulandari. 2010. Nonchemical Control Methods on Vector Population and Plant Damages Due to Mosaic Virus Diseases on Hot Pepper. Mosaic diseases of pepper is one of the most important problems caused by viruses. The disease spread from the infected plants to healthy ones via aphids as viral vectors. The obejective of this study was to obtain effective and environmentally friendly control measures of viral vectors and mosaic virus diseases. The experiment was conducted at Subang with the elevation of about 700 m asl. from June to December 2005. A randomized block design with four replications was used in this experiment. The treatments were: (1) yellow traps, (2) cabbage plants as a border, (3) silver plastic mulch, (4) black plastic mulch, (5) straws mulch, (6) spray with insecticide with active ingredient imidakloprid and profenofos 1 x/week, and (7) control. The results showed that: (1) the treatment did not affect plant height, but did to canopy width, (2) the silver and black plastic mulch gave the best effect in suppressing vector population 78-88%, intensities of mosaic virus diseases 68- 77%, other pest 57-73% and diseases on hot pepper 50-60% i.e. anthracnose, fruitfly, and fruit root disease, and (3) the treatments maintained yield of healthy fruit up to four times, over the control treatment.ABSTRAK. Pada tahun 2008 Balai Penelitian Tanaman Hias telah melepas varietas Candilongi dengan karakter bunga tegak, beraroma agak wangi, dan tabung bunga relatif panjang. Perbaikan genetik telah dilakukan selama April 2008 sampai dengan Agustus 2010 untuk menghasilkan varietas unggul baru yang disukai konsumen. Tujuan utama program pemuliaan lili ialah memperpendek ukuran tabung bunga. Perakitan varietas lili dimulai dengan menyilangkan aksesi kerk lili LC-33 (longiflorum-candidum) dan Casablanca (hibrida oriental). Penyilangan menghasilkan populasi F1 yang selanjutnya dipelihara di dalam rumah kaca hingga berbunga. Seleksi positif dilakukan dengan menggunakan kriteria ukuran tabung bunga yang lebih pendek daripada Candilongi. Selanjutnya individu terpilih diperbanyak secara terbatas dan dievaluasi. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas lima klon terpilih dan varietas Candilongi sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan tiga dari lima klon terpilih memiliki keragaan bunga yang lebih baik daripada varietas Candilongi. Oleh karena itu, tiga klon tersebut sangat potensial untuk dilepas dan dikembangkan secara komersial. Hanya satu klon yang memiliki karakter unik seperti bunga tegak berbentuk lonceng, tabung bunga pendek, dan beraroma sangat wangi. ABSTRACT. Sanjaya, L. 2010. Assembly of Lilium Varieties Which Have Erect Flower, Aromatic Fragrance, and Short Floret Tube. In 2008 Indonesian Ornamental Crop Research Institute released a new superior variety of Lilium cv. Candilongi possessing main flower characteristics i.e., erect flower, moderately strong aromatic fragrance, and moderately long floret tube. Genetic improvement of the new superior variety had been conducted continuously since April 2008 to Agustus 2010 to produce new varieties according to consumer’s preferences. The main issue of this breeding program was to shorter its floret tube. To achieve the breeding goal, crosses were made between lily accession No. LC-33 (longiflorum-candidum) and cv. Casablanca (oriental hybrid). The crosses produced F1 population that were all being maintained intensively in the greenhouse till flowering. Using criterium of shorter floret tube than Candilongi, positive selection was conducted. Selected plants were being propagated and evaluated. This research was carried out by using a randomized block design with six treatments and three replications. The treatments were five selected clones and Candilongi variety as a control. The results showed that three out of five clones tested had better performance than Candilongi. Therefore, the three potential clones were recommended to be released and commercialized in the near future. Only one clone had unique characteristics, that were erect flower with bell shape, short floret tube, and strong aromatic fragrance.ABSTRAK. Regenerasi kalus merupakan bagian yang paling sulit dalam kultur anther anthurium (Anthurium andraeanum), karena respons pembentukan tunas yang lambat. Studi pertumbuhan dan regenerasi eksplan hasil kultur anther anthurium pada media regenerasi yang berbeda dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias dari bulan Januari sampai Desember 2008. Penelitian bertujuan mengetahui respons pertumbuhan dan regenerasi variasi eksplan hasil kultur anther anthurium pada media regenerasi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan kalus tumbuh lambat, kalus haploid, daun, dan petiol muda tanaman haploid sebagai eksplan. Medium Winarto (MW) dan Winarto-Rachmawati (MWR) merupakan media dasar yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian terdiri atas tiga percobaan untuk mempelajari pertumbuhan dan regenerasi, yaitu (1) kalus tumbuh lambat, (2) kalus haploid pada media regenerasi yang berbeda (MR-1 s/d MR-6), dan (3) daun dan petiol muda dari tanaman haploid menggunakan medium regenerasi terseleksi. Percobaan pertama dan kedua disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), sementara percobaan ketiga disusun menggunakan RAL pola faktorial masing-masing dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kemampuan regenerasi eksplan hasil kultur anther anthurium berhasil ditingkatkan melalui perbaikan media kultur. Pertumbuhan kalus terbaik dari eksplan kalus tumbuh lambat ditemukan pada MR-4, sedang kalus haploid pada MR-1. Jumlah bakal tunas per eksplan mencapai sekitar 20 bakal tunas, tetapi pembentukan tunas tertinggi yaitu 4,8 tunas per eksplan ditemukan pada MR-6. Daun muda tanaman haploid no. 400 merupakan jenis eksplan dan tanaman haploid dengan respons pembentukan tunas tertinggi yang mencapai 6,0 tunas per eksplan dibandingkan eksplan dan tanaman haploid yang lain. Media terseleksi hasil penelitian dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah regenerasi eksplan pada kultur in vitro anthurium yang lain. ABSTRACT. Winarto, B. 2010. Increase of Growth and Explants Regeneration Derived from Anther Culture of Anthurium via the Improvement of Culture Medium. Callus regeneration was an important problem in anther culture of anthurium due to slow response in shoot regeneration. A study of growth and regeneration of explants derived from anther culture of anthurium in different regeneration media were conducted at Tissue Culture Laboratory of Indonesian Ornamental Crops Research Institute from January to December 2008. The objective of the research was to determine the growth and regeneration of explants on different regeneration media. Slow growth, haploid callus, young leaf, and petiole of different haploid plants were used in the study, while media of MW and MWR were two basic media applied in the experiment. There were three experiments in the research i.e. to study the growth and regeneration of (1) slow growth, (2) haploid callus on different regeneration media, and (3) young leaf and petiole of different haploid plants on selected regeneration medium. The experiment I and II were arranged with a completely randomized design (CRD) and the experiment III used factorial CRD with four replications. Results of the studies indicated that growth and regeneration capacity of explants derived from anther culture of anthurium were successfully increased via culture medium improvement. The best growth response of slow growth callus was determined on MR-4, while haploid callus was on MR-1. Initial shoots produced per explant were up to ± 20 initial shoots, but the highest shoot number up to 4.8 shoots produced per explant was established on MR-6. Young leaves of haploid plant no. 400 were the appropriate explant and the donor plant in obtaining the highest callus formation, growth and regeneration with 6.0 shoots per explant. The selected media established in the study can be applied to overcome explant regeneration problems in in vitro culture of other anthuriums.


Indonesian Journal of Agricultural Science | 2011

LABORATORY AND FIELD EVALUATION OF ESSENTIAL OILS FROM Cymbopogon nardus AS OVIPOSITION DETERRENT AND OVICIDAL ACTIVITIES AGAINST Helicoverpa armigera Hubner ON CHILI PEPPER

Wiwin Setiawati; Rini Murtiningsih; Ahsol Hasyim


Jurnal Hortikultura | 2016

Repelensi Minyak Atsiri Tehadap Hama Gudang Bawang

Ahsol Hasyim; Wiwin Setiawati; Hadis Jayanti; E H Krestini


Jurnal Hortikultura | 2016

Preferensi Kumbang Daun Phyllotreta striolata Fab. (Coleoptera : Chrysomelidae) Terhadap Berbagai Tanaman Cruciferae dan Upaya Pengendaliannya Dengan Menggunakan Insektisida Klorpirifos

Hadis Jayanti; Wiwin Setiawati; Ahsol Hasyim


Jurnal Hortikultura | 2016

Pengaruh Insektisida Karbofuran Terhadap Kerusakan dan Kehilangan Hasil Kentang Akibat Serangan Gryllotalpa hirsuta Burmeister (Ortoptera : Gryllotalpidae) Serta Dampaknya Terhadap Keanekaragaman Artropoda Tanah

Wiwin Setiawati; Hadis Jayanti; Abdi Hudayya; Ahsol Hasyim


Jurnal Hortikultura | 2016

Penampilan Beberapa Klon Bawang Merah dan Hubungannya dengan Intensitas Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan

Sartono Putrasamedja; Wiwin Setiawati; Liferdi Lukman; Ahsol Hasyim


Indonesian Journal of Agricultural Science | 2016

Evaluation of natural enemies in controlling of the banana weevil borer Cosmopolites sordidus Germar in West Sumatra.

Ahsol Hasyim; Azwana Azwana; Syafril Syafril

Collaboration


Dive into the Ahsol Hasyim's collaboration.

Researchain Logo
Decentralizing Knowledge