Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Lukman Hakim is active.

Publication


Featured researches published by Lukman Hakim.


ASPIRATOR - Jurnal Penelitian Penyakit Tular Vektor (Journal of Vector-borne Diseases Studies) | 2012

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELOMPOK UMUR DENGAN STATUS INFEKSI VIRUS DENGUE

Lukman Hakim; Asep Jajang Kusnandar

Abstract . Anopheline species confirmed as malaria vector if the salivary gland contained sporozoites. One of the method to confirmed it was through an Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). The aim of this study was to investigate the presence of circum sporozoite protein (CSP) in the mosquito of Anopheles barbirostris with ELISA method. The study was conducted in malaria endemic area named Modu Waimaringu Village, Waikabubak District, Sumba Barat Regency in March 2011. The study design was cross-sectional study, mosquito for the ELISA test were collected only from animal bait. ELISA method examination used on An. barbirostris body parts (i.e. the head-thorax) where sporozoites of P. falciparum or P. Vivax possibly be found. The results showed that 40 samples of An. barbirostris mosquitoes which acquired from the mosquite bait in Modu Waimaringu Village was negative (100%). It means that there was no CSP found and An. barbirostris was not a malaria vector in the area. Key words : circum sporozoite protein , Anopheles barbirostris, ELISA Abstrak . Nyamuk Anopheles spp. dinyatakan sebagai vektor malaria apabila ditemukan sporozoit di kelenjar ludahnya dan salah satu metode yang dapat dilakukan adalah melalui uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi protein circum sporozoite pada tersangka vektor malaria Anopheles barbirostris melalui metode ELISA. Penelitian ini dilakukan di daerah endemis malaria di Desa Modu Waimaringu, Kecamatan Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat pada bulan Maret 2011. Desain studi penelitian ini adalah cross sectional , nyamuk uji diperoleh melalui penangkapan nyamuk sekitar kandang. Uji ELISA dilakukan pada bagian kepala dan dada nyamuk An. barbirostris yang potensial mengandung sporozoit Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax . Hasil penelitian menunjukkan dari 40 sampel An. barbirostris yang diuji di Desa Modu Waimaringu seluruhnya negatif (100%). Hal ini berarti tidak ditemukannya protein circum sporozoite dan An.barbirostris bukan vektor pada daerah tersebut. Kata Kunci : protein circum sporozoite, Anopheles barbirostris , ELISAAbstrac. Aedes aegypti is the main vector of dengue virus transmission for dengue fever. The effective method to reduce dengue cases is to used a biological insecticides such as Gynura pseudochina at larval stage of A.aegypti . The research was performed to find out the Gy. pseudochina leafs extracts potential as an Ae. aegypti larvacide. This experimental research conducted with completely randomized design that used seven different concentrations (0%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%). As the result, there were mean differences in the Ae. aegypti larvae mortality at each concentration of Gy. pseudochina group, except for the concentration 5% to 6% and 9% to 10%. After 24 hours treatment, LC50 was gained at 6.271% extract concentration with a lower limit at 5.322% and upper limit at 7.005%. This result shows, Gy. pseudochina leafs extracts has proved to be a potential Ae. aegypti larvacide. Key Words : Aedes aegypti, Gynura pseudochina, larvacide, LC50 Abstrak. Aedes aegypti merupakan vektor utama terjadinya penularan penyakit demam dengue. Pengendalian efektif untuk menurunkan kasus demam dengue adalah dengan menggunakan insektisida biologi seperti Gynura pseudochina pada stadium larva. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak daun Gy. pseudochina sebagai larvasida Ae. aegypti . Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap dan menggunakan tujuh konsentrasi yang berbeda (0%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, 10%). Terdapat perbedaan rata-rata kematian larva Ae. aegypti pada kelompok konsentrasi Gy. pseudochina , kecuali pada konsentrasi 5% terhadap 6% dan 9% terhadap 10%. Pengujian setelah 24 jam, nilai LC50 adalah 6,271% dengan batas atas dan batas bawah adalah 5,322% dan 7,005%. Dengan demikian, ekstrak daun Gy. pseudochina memiliki potensi sebagai larvasida Ae. aegypti . Kata Kunci : Aedes aegypti , Gynura pseudochina , larvasida, Lethal Concentration


Buletin Penelitian Kesehatan | 2008

EFIKASI KELAMBU CELUP INSEKTISIDA YANG DICAMPUR ACRYLIC DAN ARTHATRIN TERHADAP NYAMUK Anopheles sundaicus

Lukman Hakim; Mara Ipa; Heni Prasetyowati; Andri Ruliansyah; Marliah Santi

EFIKASI KOMBINASI Bacillus thuringiensis israelensis DAN Mesocyclops aspericornis SEBAGAI PENGENDALI HAYATI Aedes aegypti DI GENTONG AIRRAPID ASSESSMENT INANG RESERVOIR LEPTOSPIROSIS DI DAERAH PASCA GEMPA KECAMATAN JOGONAEAN, KABUPATEN KLATEN, JAWA TENGAH


Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan | 2007

SISTEM KEWASPADAAN DINI KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI

Lukman Hakim; Mara Ipa

Telah dilakukan analisis antigenik secara imunoserologi strain virus influenza A/H5N1 yang berasal dari manusia dan kaitannya dengan strain yang berasal dari hewan. Reaksi terhadap antibodi monoklonal menunjukkan bahwa strain A/H5N1 Indonesia terdahulu: (Indonesia /5/05/Tangerang; Indonesia 341/Jakarta; Indonesia/542/Jawa Barat; Indonesia/554/Jawa Timur; Indonesia 557/Jakarta), mempunyai sifat antigen determinan dominan yang mirip dengan protein CP176/26 dari strain virus CK/PA/1370/83 dan antigenik determinan protein 8H11 dari strain virus CK/HK/YU22/2002. Sedangkan virus: Indonesia /534/Medan; Indonesia 535/Medan; Indonesia 536/Medan; Indonesia 538/Medan; Indonesia 546/Medan; Indonesia 560/Medan; memiliki antigen determinan mirip dengan protein 3C8 dari strain virus CK/HK/YU/22/2002. Hasil analisis antigenik virus A/H5NI Indonesia dikaitkan dengan strain influenza A/H5N1 dari beberapa negara menunjukkan bahwa virus A/H5N1 Indonesia termasuk ke dalam kelompok Clade2; subclade 1. Lebih lanjut strain virus Indonesia 5 dan Indonesia CDC 357 mempunyai persamaan sifat antigenik, sedangkan strain virus Indonesia CDC 625 (kluster keluarga Karo) walaupun sama-sama termasuk ke dalam Clade 2; subclade 1, akan tetapi memiliki persamaan sifat antigenik dengan strain A/TURKEY/15/2005, A/WSWAN/MG/244/2005 dan strain A/BHGOOSE/QIGHAI/1A/2005 yang termasuk ke dalam Clade 2; subclade 2. Pengujian sifat antigenik ini sangat diperlukan dalam mempelajari sifat antigenik strain virus untuk pengembangan uji diagnostik dan menentukan suatu strain virus kandidat vaksin. Kata kunci: virus A/H5N1; HI test; imunoserologi; sifat antigenik.


Jurnal Ekologi Kesehatan | 2005

EFIKASI LARVASIDA BACILLUS SPHAERICUS DAN BACILLUS THURINGIENSIS SEROTYPE H-14 (BTI H-14) TERHADAP LARVA NYAMUK ANOPHELES SUNDAICUS DAN PENGARUHNYA TERHADAP BENUR UDANG

Lukman Hakim; Roy Nusa Res; Sugianto Sugianto; Bloudine Ch; Umi Widyastuti

In the period 2002-2003, a study was carried out to assess the quality levels of wastewater discharged from 13 hotels in Yogyakarta. A total of 187 samples was taken from the outlet of wastewater treatment plants and they were analyzed according to the APHA standard method for the examination of wastewater. The results of wastewater examination were compared to the provincial standards of effluent of wastewater in terms of pH, BOD, COD, TDS, detergent, and grease. The study revealed that all wastewater samples complied with the pH, detergent, and grease standards. However, the percentages of wastewater samples that complied with the BOD standard were 81 .74 % (2002), and 76.39 % (2003). The other parameters that complied with respective standards were COD 57.39% (2002), and 45.83% (2003), TDS 92.17% (2002), and 91.66% (2003). Moreover, the hotel wastewater quality in 2003 was slightly worse than that of in 2002, especially in the parameters of BOD, COD, and TDS. It was suggested that the performance of the studied wastewater treatment plants should be corrected to optimize their capabilities to treat wastewater as to meet the required standards. Keywords: wastewater, hotel, BOD, CODFasciolopsis buski is one of the biggest trematode parasite which can be infected the human being because the worm live in lumen intestine. Human can be infected because eat raw or unwell cooked water plants. In Indonesia, this worm diseases only found in some village in Hulu Sungai Utara district, with prevalence between 1,2-7,8%. The research design is a cross sectional with collecting epidemiology data, such as parasite examination on the reservoir (it suppose to buffalo swamp), the intermediate host (some species snails), water plants of parasite encystation (water lily, water chesnut, water cress). Result of the examination of stool, 7,8% (121/1.555 person) have positive egg of F. buski. The collecting result of epidemiology data for looking the water plants of metacercariae eocystations, the intermediate host of cercariae growth and host reservoir has been collected 206 specimens but can not find the water plants of encystations or the intermediate host. Keywords: Fasciolopsis buski, parasite, cercariaeWomen reproductive health is too important to put into consideration because of its health problem related to high risk age group that has great contribution in conducting. The woman health status. Maternal mortality rate in Indonesia is still high. Therefore it is essential to evaluate the achievement of women reproductive health status. The aim of the survey is to evaluate pregnant women health status, concerning antenatal care, delivery assistance, place of delivery, complication, TT immunization, and socioeconomic factor. That can give input for decision making and as baseline data. The survey conducted in the city of Bekasi on September 2002, using cross section design method. Samples consist of all women who have ever been pregnant and giving birth over the past 12 month, with samples amount of 210 women. The survey found that 20% of women during pregnancy were accompanied by nausea or over vomiting. Anemia, head-ache and fatigue were reported for 22%. The coverage of ANC by heath providers was 83% for the first visit and 77% for the fourth visit. TT2 immunization coverage was found 80% and Fe tablet 90%. Most of the respondent visited midwife and medical doctor at clinic during pregnancy. Premature rupture of membranes were reported for 8%, prolonged labor for 6%, and excessive bleeding for 4% during delivery. Eighty-two percent of birth were assisted by medical doctor and midwife. A majority of birth (76%) were delivered at midwifes clinic, and only 15% at home. Suggestions, women health care program especially during pregnancy and delivery must have special attention from health care provider; also need good coordination to enhance the coverage. Keywords: pregnant women, health status, reproductive health


ASPIRATOR - Journal of Vector-borne Disease Studies | 2017

The Distribution of Culex spp (Diptera: Culicidae) in Selected Endemic Lymphatic Filariasis Villages in Bandung District West Java Indonesia

Endang Puji Astuti; Mara Ipa; Tri Wahono; Andri Ruliansyah; Lukman Hakim; Pandji Wibawa Dhewantara

Abstract. Dengue haemorrhagic fever (DHF) incidence rate in Aceh Province for the past three years 2012-2014 were fluctuated from 51‰, 29 ‰ and 45 ‰. The most widely used larvacide to control larvae Ae. aegypti is temefos, in Indonesia 1% temefos (abate 1SG) started used in 1976, and since 1980 has been used for the eradication program of Ae. aegypti larvae. The intensive use of temefos will be not a problem until population were dominated by resistant individuals. The purpose of this study was to determine the status of susceptibility of Ae. aegypti larvae against temefos in three dengue fever endemic areas in Aceh. We conducted an observational study to examine the susceptibility of Ae. aegypti population in 3 districts of Aceh Province: Banda Aceh, Lhokseumawe and Aceh Besar. Entomological survey and larval collection was assigned. Larvae then reared in laboratory until third generation. Third and early fourth instars stage of Ae. aegypti larvae were used as test samples. Susceptibility test was undergo based on World Health Organization guidelines. Results shows that larva Ae. aegypti from Banda Aceh (100%) and Lhokseumawe (99%) districts was still susceptible, while Aceh Besar (97%) indicates tolerance to temefos 0,02%. In conclusion, temefos still effective to be used as larvicide for vector control in those three endemic of dengue fever in Aceh Province. The priority vector control program that can be suggested is put mosquito breeding place eradication called PSN as a proactive movement in community. Keywords : Aedes aegypti, temefos, susceptibility, insecticide, Aceh Abstrak. Angka insidensi demam berdarah dengue (DBD) di Provinsi Aceh tahun 2012-2014 berturut turut 51‰ menurun 29 ‰ dan meningkat kembali 45 ‰. Penggunaan larvasida temefos 1% (abate ISG) untuk mengendalikan larva Aedes aegypti sudah digunakan oleh program sejak 1976. Penggunaan larvasida tidak akan menjadi masalah sampai suatu populasi didominasi oleh individu-individu yang resisten. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan status kerentanan larva Ae. aegypti terhadap temefos di tiga kabupaten/kota endemis DBD di Provinsi Aceh. Penelitian observasional ini menggunakan desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Mei-Juni 2015 dengan lokasi penelitian di tiga Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Aceh, yaitu Kota Lhokseumawe, Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Survei larva Ae. aegypti dilakukan pada 100 rumah terpilih di setiap kab/kota dengan pengamatan pada kontainer yang dapat menampung air di dalam dan luar rumah. Larva Ae. aegypti yang diperoleh kemudian dipelihara sehingga didapatkan nyamuk generasi ketiga. Spesimen uji yang digunakan adalah larva instar III dan atau IV awal berdasarkan metodologi WHO. Hasil uji terhadap temefos 0,02 ppm menunjukkan bahwa larva Ae. aegypti dari semua wilayah yang diteliti Kota Lhokseumawe (100%) dan Banda Aceh (99%) masih rentan kecuali di Kabupaten Aceh Besar (97%) sudah toleran terhadap insektisida tersebut. Kesimpulan penelitian adalah temefos masih layak digunakan sebagai larvasida dalam pengendalian vektor di tiga kabupaten/kota endemis DBD di Provinsi Aceh. Upaya pengendalian yang lebih utama diterapkan adalah Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagai gerakan proaktif di masyarakat. Kata Kunci : Aedes aegypti, kerentanan, insektisida, temefos, AcehAbstract . Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) reemerged as a significant public health problem, which reflects the difficulty in sustaining DHF control program. Community-based strategy to control Aedes aegypti breeding sites needs to be understood. The objective of this study is to understand contributed factors to DHF based on characteristics, the availability of basic sanitation, knowledge, perception, and attitude towards DHF prevention program. A survey conducted to 2035 households in 12 districts and 16 villages in Kota Bandung in April to June 2015 using stratified random sampling method. A questionnaire was administered to collect information on variables related to economic status, knowledge on DBD, risk perception and practices associated with Aedes aegypti breeding sites, also basic sanitation facilities. The analysis used was correlation and generalized estimating equation (GEE). Results showed that gender, basic sanitation availability, knowledge about dengue in general, knowledge about DHF symptoms, and perception about the disease contribute to dengue cases (p ≤ 0.05). The conclusion of this study is factors contributed to dengue cases were sex, education, basic sanitation, knowledge about dengue in general, knowledge about DHF symptoms and perception about the disease. Program planning should also include factors and the need for the local community. Keywords : knowledge, attitude, risk perception, basic sanitation, dengue Abstrak . Munculnya kembali Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama menunjukkan sulitnya mempertahankan kelangsungan program pencegahan dan pemberantasan penyakit ini. Pengetahuan yang memadai mengenai DBD dan metode untuk mencegahnya harus dapat dimengerti oleh masyarakat sebelum mereka mau berpartisipasi aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD di Kota Bandung. Penelitian ini merupakan survei pada 2035 rumah tangga di 12 kecamatan dan 16 desa di Kota Bandung pada Bulan Mei – Juni 2015 yang dilakukan dengan metode stratified random sampling. Kuesioner dipergunakan untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik, pengetahuan mengenai DBD, persepsi risiko dan sikap dalam pemberantasan sarang nyamuk serta fasilitas sanitasi dasar. Analisis data menggunakan analisis korelasi serta Generalized Estimating Equation (GEE). Hasil menunjukkan jenis kelamin, pendidikan, ketersediaan sanitasi, pengetahuan umum mengenai DBD, pengetahuan mengenai gejala DBD, dan persepsi mengenai DBD menjadi faktor yang memberikan pengaruh terhadap kejadian DBD (p<0,005). Simpulan penelitian adalah faktor yang memengaruhi kejadian DBD di Kota Bandung adalah jenis kelamin, pendidikan tinggi, sanitasi, pengetahuan umum mengenai DBD, pengetahuan mengenai gejala DBD dan persepsi mengenai DBD. Perencanaan program sebaiknya mengikut sertakan faktor karakteristik lokal masyarakat. Kata Kunci : DBD, sanitasi dasar, persepsi, pengetahuan, pencegahanAbstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat risiko penularan DBD di wilayah endemis DBD di Kabupaten Bone, Kota Palopo dan Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan Bulan Mei-Juni 2015 pada rumah tangga secara sistematik sampling sebanyak 100 rumah pada setiap wilayah kerja puskesmas endemis DBD tertinggi di Kab. Bone (Watampone), Kota Palopo (Wara) dan Kota Makassar (Mangasa) Provinsi Sulawesi Selatan. Data dianalisis untuk menunjukkan indikator surveilans larva (HI, CI, dan BI) dan density figure. Data disajikan dengan jumlah larva berdasarkan jenis kontainer, persentase dan distribusi kontainer. Nilai ABJ ketiga puskesmas termasuk rendah Watampone: 53%, Wara: 54%, Mangasa: 68%. Persentase CI (angka container) larva tertinggi adalah Puskesmas Watampone (17, 78%), selanjutnya Wara (17,71%) dan Mangasa (15,47%). Berdasarkan perhitungan HI, CI dan BI, density figure dari ketiga kabupaten pada kategori sedang hingga tinggi dan Maya index menunjukkan tingkat risiko penularan DBD sedang. Hasil menunjukkan bahwa Density figure pada kontainer rumah tangga yang diperiksa sedang hingga tinggi. Kampanye pencegahan DBD yang kuat, deteksi kasus dari rumah ke rumah dan upaya persuasif yang mengedukasi mengenai hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar ikut berpartisipasi dan lebih waspada terhadap DBD. Kata Kunci : DBD, larva, Aedes aegypti, kontainer, Maya Indeks Abstract. The aim of this research is to determine of transmission risk level of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) endemic area in District of Bone, Municipal of Palopo, and Municipal of Makassar, South Sulawesi province. Study held in May-June 2015 to 100 households by systematically sampling method in three highest local healthcare center work area in each endemic in District of Bone (Watampone), Municipal of Palopo (Wara), and Municipal of Makassar (Mangasa), South Sulawesi Province. Data analyzed to show the indicators of DHF surveillance (House Index, Container Index, and Breteau Index) and density figure. Data served with the number of larva in each inspected container, percentage and distribution of containers. Larval free house indices values of three local healthcare center were Watampone: 53%, Wara: 54%, and Mangasa: 68%. The highest container indices values were local healthcare center of Watampone (17.78%), Wara (17.71%) and Mangasa (15.47%) respectively. According to HI, CI and BI, density figure calculation, the study areas were categorized as moderate to high risk to DHF and the Maya index indicate the moderate risk to DHF transmission. Density figure of household water containers were moderate to high. Stronger campaign, door to door case detection and educating persuasive efforts concerning DHF case is important to be done in order to awaken the community awareness including stake holder to contribute to solve on DHF problem. Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, larva, Aedes aegypti, container, Maya index.


ASPIRATOR - Journal of Vector-borne Disease Studies | 2017

Status Kerentanan Larva Aedes aegypti terhadap Temefos (Organofosfat) di Tiga Kabupaten/Kota Provinsi Aceh

Mara Ipa; Joni Hendri; Lukman Hakim; Rizky Muhammad

Abstract. Dengue haemorrhagic fever (DHF) incidence rate in Aceh Province for the past three years 2012-2014 were fluctuated from 51‰, 29 ‰ and 45 ‰. The most widely used larvacide to control larvae Ae. aegypti is temefos, in Indonesia 1% temefos (abate 1SG) started used in 1976, and since 1980 has been used for the eradication program of Ae. aegypti larvae. The intensive use of temefos will be not a problem until population were dominated by resistant individuals. The purpose of this study was to determine the status of susceptibility of Ae. aegypti larvae against temefos in three dengue fever endemic areas in Aceh. We conducted an observational study to examine the susceptibility of Ae. aegypti population in 3 districts of Aceh Province: Banda Aceh, Lhokseumawe and Aceh Besar. Entomological survey and larval collection was assigned. Larvae then reared in laboratory until third generation. Third and early fourth instars stage of Ae. aegypti larvae were used as test samples. Susceptibility test was undergo based on World Health Organization guidelines. Results shows that larva Ae. aegypti from Banda Aceh (100%) and Lhokseumawe (99%) districts was still susceptible, while Aceh Besar (97%) indicates tolerance to temefos 0,02%. In conclusion, temefos still effective to be used as larvicide for vector control in those three endemic of dengue fever in Aceh Province. The priority vector control program that can be suggested is put mosquito breeding place eradication called PSN as a proactive movement in community. Keywords : Aedes aegypti, temefos, susceptibility, insecticide, Aceh Abstrak. Angka insidensi demam berdarah dengue (DBD) di Provinsi Aceh tahun 2012-2014 berturut turut 51‰ menurun 29 ‰ dan meningkat kembali 45 ‰. Penggunaan larvasida temefos 1% (abate ISG) untuk mengendalikan larva Aedes aegypti sudah digunakan oleh program sejak 1976. Penggunaan larvasida tidak akan menjadi masalah sampai suatu populasi didominasi oleh individu-individu yang resisten. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan status kerentanan larva Ae. aegypti terhadap temefos di tiga kabupaten/kota endemis DBD di Provinsi Aceh. Penelitian observasional ini menggunakan desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Mei-Juni 2015 dengan lokasi penelitian di tiga Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Aceh, yaitu Kota Lhokseumawe, Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Survei larva Ae. aegypti dilakukan pada 100 rumah terpilih di setiap kab/kota dengan pengamatan pada kontainer yang dapat menampung air di dalam dan luar rumah. Larva Ae. aegypti yang diperoleh kemudian dipelihara sehingga didapatkan nyamuk generasi ketiga. Spesimen uji yang digunakan adalah larva instar III dan atau IV awal berdasarkan metodologi WHO. Hasil uji terhadap temefos 0,02 ppm menunjukkan bahwa larva Ae. aegypti dari semua wilayah yang diteliti Kota Lhokseumawe (100%) dan Banda Aceh (99%) masih rentan kecuali di Kabupaten Aceh Besar (97%) sudah toleran terhadap insektisida tersebut. Kesimpulan penelitian adalah temefos masih layak digunakan sebagai larvasida dalam pengendalian vektor di tiga kabupaten/kota endemis DBD di Provinsi Aceh. Upaya pengendalian yang lebih utama diterapkan adalah Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagai gerakan proaktif di masyarakat. Kata Kunci : Aedes aegypti, kerentanan, insektisida, temefos, AcehAbstract . Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) reemerged as a significant public health problem, which reflects the difficulty in sustaining DHF control program. Community-based strategy to control Aedes aegypti breeding sites needs to be understood. The objective of this study is to understand contributed factors to DHF based on characteristics, the availability of basic sanitation, knowledge, perception, and attitude towards DHF prevention program. A survey conducted to 2035 households in 12 districts and 16 villages in Kota Bandung in April to June 2015 using stratified random sampling method. A questionnaire was administered to collect information on variables related to economic status, knowledge on DBD, risk perception and practices associated with Aedes aegypti breeding sites, also basic sanitation facilities. The analysis used was correlation and generalized estimating equation (GEE). Results showed that gender, basic sanitation availability, knowledge about dengue in general, knowledge about DHF symptoms, and perception about the disease contribute to dengue cases (p ≤ 0.05). The conclusion of this study is factors contributed to dengue cases were sex, education, basic sanitation, knowledge about dengue in general, knowledge about DHF symptoms and perception about the disease. Program planning should also include factors and the need for the local community. Keywords : knowledge, attitude, risk perception, basic sanitation, dengue Abstrak . Munculnya kembali Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama menunjukkan sulitnya mempertahankan kelangsungan program pencegahan dan pemberantasan penyakit ini. Pengetahuan yang memadai mengenai DBD dan metode untuk mencegahnya harus dapat dimengerti oleh masyarakat sebelum mereka mau berpartisipasi aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DBD di Kota Bandung. Penelitian ini merupakan survei pada 2035 rumah tangga di 12 kecamatan dan 16 desa di Kota Bandung pada Bulan Mei – Juni 2015 yang dilakukan dengan metode stratified random sampling. Kuesioner dipergunakan untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik, pengetahuan mengenai DBD, persepsi risiko dan sikap dalam pemberantasan sarang nyamuk serta fasilitas sanitasi dasar. Analisis data menggunakan analisis korelasi serta Generalized Estimating Equation (GEE). Hasil menunjukkan jenis kelamin, pendidikan, ketersediaan sanitasi, pengetahuan umum mengenai DBD, pengetahuan mengenai gejala DBD, dan persepsi mengenai DBD menjadi faktor yang memberikan pengaruh terhadap kejadian DBD (p<0,005). Simpulan penelitian adalah faktor yang memengaruhi kejadian DBD di Kota Bandung adalah jenis kelamin, pendidikan tinggi, sanitasi, pengetahuan umum mengenai DBD, pengetahuan mengenai gejala DBD dan persepsi mengenai DBD. Perencanaan program sebaiknya mengikut sertakan faktor karakteristik lokal masyarakat. Kata Kunci : DBD, sanitasi dasar, persepsi, pengetahuan, pencegahanAbstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat risiko penularan DBD di wilayah endemis DBD di Kabupaten Bone, Kota Palopo dan Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan Bulan Mei-Juni 2015 pada rumah tangga secara sistematik sampling sebanyak 100 rumah pada setiap wilayah kerja puskesmas endemis DBD tertinggi di Kab. Bone (Watampone), Kota Palopo (Wara) dan Kota Makassar (Mangasa) Provinsi Sulawesi Selatan. Data dianalisis untuk menunjukkan indikator surveilans larva (HI, CI, dan BI) dan density figure. Data disajikan dengan jumlah larva berdasarkan jenis kontainer, persentase dan distribusi kontainer. Nilai ABJ ketiga puskesmas termasuk rendah Watampone: 53%, Wara: 54%, Mangasa: 68%. Persentase CI (angka container) larva tertinggi adalah Puskesmas Watampone (17, 78%), selanjutnya Wara (17,71%) dan Mangasa (15,47%). Berdasarkan perhitungan HI, CI dan BI, density figure dari ketiga kabupaten pada kategori sedang hingga tinggi dan Maya index menunjukkan tingkat risiko penularan DBD sedang. Hasil menunjukkan bahwa Density figure pada kontainer rumah tangga yang diperiksa sedang hingga tinggi. Kampanye pencegahan DBD yang kuat, deteksi kasus dari rumah ke rumah dan upaya persuasif yang mengedukasi mengenai hal ini penting dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar ikut berpartisipasi dan lebih waspada terhadap DBD. Kata Kunci : DBD, larva, Aedes aegypti, kontainer, Maya Indeks Abstract. The aim of this research is to determine of transmission risk level of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) endemic area in District of Bone, Municipal of Palopo, and Municipal of Makassar, South Sulawesi province. Study held in May-June 2015 to 100 households by systematically sampling method in three highest local healthcare center work area in each endemic in District of Bone (Watampone), Municipal of Palopo (Wara), and Municipal of Makassar (Mangasa), South Sulawesi Province. Data analyzed to show the indicators of DHF surveillance (House Index, Container Index, and Breteau Index) and density figure. Data served with the number of larva in each inspected container, percentage and distribution of containers. Larval free house indices values of three local healthcare center were Watampone: 53%, Wara: 54%, and Mangasa: 68%. The highest container indices values were local healthcare center of Watampone (17.78%), Wara (17.71%) and Mangasa (15.47%) respectively. According to HI, CI and BI, density figure calculation, the study areas were categorized as moderate to high risk to DHF and the Maya index indicate the moderate risk to DHF transmission. Density figure of household water containers were moderate to high. Stronger campaign, door to door case detection and educating persuasive efforts concerning DHF case is important to be done in order to awaken the community awareness including stake holder to contribute to solve on DHF problem. Keywords : Dengue Hemorrhagic Fever, larva, Aedes aegypti, container, Maya index.


BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA | 2016

Analisis Cakupan Obat Massal Pencegahan Filariasis Di Kabupaten Bandung Dengan Pendekatan Model Sistem Dinamik

Mara Ipa; Endang Puji Astuti; Lukman Hakim; Hubullah Fuadzy

Filariasis Preventive Mass Drug Administration (MDA) program supposed to covered at least 65% of the target. According to the Indonesia’s program annual reports, the coverage from year of 2005-2009 are 28%-29%. Those coverage are still far below the expected coverage. Bandung Regency is one of 11 filariasis endemic areas in West Java that treatment coverage for four years (2009-2012) in a row is 70%, 62%, 64% and 68%. This study was an observational study with cross sectional study design studies. The study was conducted at the health center Cikaro Regency Bandung in 2013 to determine the variable leverage increase treatment coverage. The data collected in this study include primary data and secondary data. The primary data obtained through interviews of 200 respondents to the questionnaire and also through Focus Group Discussion (FGD). Secondary data include population and filariasis treatment coverage of data obtained from the agency terkait.Variabel levers determined through the analysis of dynamic system modeling software powersim. The results showed that the variable lever to increase the coverage of treatment is to reduce the negative impact of drug side effects, increasing the number of cadres and knowledge as well as increased monitoring activities of treatment. Increased treatment coverage can be done through the declaration take medicine in the empowering cadres. Filariasis Preventive Mass Drug Administration (MDA) program supposed to covered at least 65% of the target. According to the Indonesia’s program annual reports, the coverage from year of 2005-2009 are 28%-29%. Those coverage are still far below the expected coverage. Bandung Regency is one of 11 filariasis endemic areas in West Java that treatment coverage for four years (2009-2012) in a row is 70%, 62%, 64% and 68%. This study was an observational study with cross sectional study design studies. The study was conducted at the health center Cikaro Regency Bandung in 2013 to determine the variable leverage increase treatment coverage. The data collected in this study include primary data and secondary data. The primary data obtained through interviews of 200 respondents to the questionnaire and also through Focus Group Discussion (FGD). Secondary data include population and filariasis treatment coverage of data obtained from the agency terkait.Variabel levers determined through the analysis of dynamic system modeling software powersim. The results showed that the variable lever to increase the coverage of treatment is to reduce the negative impact of drug side effects, increasing the number of cadres and knowledge as well as increased monitoring activities of treatment. Increased treatment coverage can be done through the declaration take medicine in the empowering cadres.


Jurnal Ekologi Kesehatan | 2014

GAMBARAN SURVEILANS FILARIASIS DI KABUPATEN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

Mara Ipa; Endang Puji Astuti; Andri Ruliansyah; Tri Wahono; Lukman Hakim

Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii, yang sangat berbahaya khususnya pada wanita usia subur (termasuk wanita hamil), karena dapat mengakibatkan abortus spontan, partus prematures, kematian janin dalam kandungan, ataupun melahirkan bayi dengan Toxoplasma congenital. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret - Oktober 2012 dengan tujuan menggambarkan pengetahuan wanita usia subur tentang toxoplasmosis di Kota Palu, dengan desain studi cross sectional . Total sampel sebanyak 396 yang berasal dari delapan puskesmas di Kota Palu. Wawancara dengan kuesioner dilakukan untuk mendapatkan data yang kemudian dianalisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya 94 (23,7%) wanita yang tahu atau pernah mendengar tentang toxoplasmosis, 34 (34,7%) tidak mengetahui cara penularan, 17 (17,3%) tidak tahu cara pencegahan, dan 7 (7,1%) tidak mengetahui binatang yang dapat menularkan toxoplasmosis. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan wanita usia subur di Kota Palu tentang Toxoplasmosis masih sangat rendah. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyebarkan informasi tentang toxoplasmosis kepada masyarakat khususnya wanita usia subur, agar masyarakat dapat meningkatkan tindakan untuk mencegah toxoplasmosis. Kata kunci : Pengetahuan, Wanita Usia Subur, Toxoplasmosis, Kota PaluTelah dilakukan kajian risiko kesehatan konsumen kerang hijau yang mengandung saksitoksin di perkampungan nelayan kerang hijau Cilincing Jakarta Utara.Penelitian ini dilakukan karena terdeteksinya saksitoksin yang termasuk dalam toksin PSP pada kerang yang berasal dari bagan kerang hijau setempat.Saksitoksin bisa memberikan dampak kelumpuhan terhadap konsumen kerang hijau dan berdampak ke kematian akut apabila dikonsumsi dalam jumlah besar. Sehingga diperlukan suatu penelitian untuk menghitung nilai kuasi risiko konsumen kerang hijau di wilayah pesisir Cilincing.Teknik pengumpulan data menggunakan sistem sampel purposive dengan kriteria inklusi dengan sistem drop. Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Slovin. Dengan menggunakan ukuran porsi maksimum masyarakat Cilincing sebesar 650,70 g maka nilai pajanan saksitoksin sebesar 1,88 µg/kg b.b. nilai masih di bawah nilai pajanan yang disepakati oleh panel EFSA yaitu 5,3 µg/kg b.b. Berdasarkan nilai RQ untuk pajanan tertinggi yaitu sekitar 0,35, berarti nilai RQ<1, dapat dikatakan bahwa pola konsumsi dan konsentrasi toksin pada kerang hijau tidak memberikan risiko terhadap kesehatan masyarakat pesisir Cilincing. Kata kunci : Kerang Hijau, Saksitoksin, Kajian risiko, Kesehatan masyarakat, Cilincing


Jurnal Ekologi Kesehatan | 2013

HUBUNGAN KEBERADAAN PEKERJA MIGRASI KE DAERAH ENDEMIS MALARIA DAN JARAK KE TEMPAT PERKEMBANGBIAKAN VEKTOR DENGAN KEBERADAAN PARASIT MALARIA

Lukman Hakim; Hubbulah Fuadzi; Marliah Santi; Asep Jajang Kusnandar

Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan, disebabkan oleh cacing filaria yang menginfeksi jaringan limfe. Program eliminasi filariasis bertujuan agar filariasis tidak lagi menjadi masalah kesehatan pada tahun 2020. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan cakupan pengobatan massal filariasis dan keberhasilan pelaksanaannya di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kasus kronis filariasis tahun 2011 di Kabupaten Sumba Barat Daya berjumlah 99 kasus terbanyak pada laki-laki, jenis cacing Brugia timori dengan Mikrofilaria rate (Mf rate) sebesar 1,16%. Kabupaten Sumba Barat Daya dinyatakan endemis filariasis sehingga perlu dilakukan pengobatan massal. Cakupan pengobatan massal putaran pertama di Kabupaten sebesar 42,5%, cakupan perkecamatan cukup tinggi di Kecamatan Wewewa Barat/Puskesmas Waimangura 90,3% dan, Wewewa Selatan/Puskesmas Tena Teke 89,9%. Persentase keberhasilan pengobatan massal di Kabupaten sebesar 48,9%, sedangkan di kecamatan/puskesmas cukup tinggi pada Kecamatan Wewewa Selatan/Puskesmas Tena Teke 95,1% dan, Wewewa Barat/puskesmas Waimangura 90,3%.Pemberantasan demam berdarah dengue (DBD) belum berhasil menurunkan jumlah penderita secara bermakna meskipun angka kematian bisa ditekan Di Jawa Barat, faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD belum banyak diketahui sehingga pemberantasan yang dilakukan masih berdasarkan kasus. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD, dilaksanakan dengan melakukan analisis lanjut data hasil Riskesdas 2007 di 10 kabupaten/kota dengan incident rate DBD tertinggi . Dilakukan dengan menganalisis hubungan variabel independent yaitu jumlah penghuni rumah, pemanfaatan posyandu, kemudahan air sepanjang tahun, keberadaan tandon air, status gizi, kesakitan campak, dan kesakitan TB paru dengan variabel dependent yaitu kesakiran DBD. Analisis bivariat ditujukan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independent dengan dependent, dilanjutkan dengan analisis multivariat untu mengetahui variabel yang dominan serta untuk menduga peluang terjadinya DBD. Analisis dilakukan pada data hasil Riskesdas 2007 di Kota Cimahi, Kota Bandung, Kota Sukabumi, Kabupaten Cirebon, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bandung dan Kota Bekasi serta keseluruhan di 10 kabupaten/kota. Hasil analisis bivariat menunjukan variabel kesakitan TB paru, variabel kesakitan campak, variabel jumlah penghuni rumah, dan variabel status gizi, berhubungan secara bermakna dengan kejadian DBD sehingga berpeluang menjadi faktor risiko kejadian DBD. Analisis multivariat yang dilaksanakan pada data di enam kabupaten/kota dan pada data gabungan, hanya di Kabupaten Bandung, Kota Bogor dan gabungan data 10 kabupaten/kota yang menunjukan adanya interaksi antara variabel independent dalam hubungannya dengan kesakitan DBD. Peluang terjadinya DBD bisa dihitung berdasarkan variabel kesakitan TB paru, kesakitan campak dan status gizi.Kecepatan peningkatan kasus infeksi virus Dengue di Kota Sukabumi melebihi wilayah lain di Jawa Barat. Kasus DBD di Kota Sukabumi tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 80% dari tahun sebelumnya. Melihat kondisi tersebut maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pola distribusi kasus DBD di Kota Sukabumi tahun 2012. Sampel penelitian adalah penderita DBD di Kota Sukabumi dari bulan Januari 2012 sampai November 2012. Data penderita diperoleh dari data rumah sakit yang melaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Sukabumi. Data yang di peroleh dipetakan dalam peta sebaran kasus DBD di Kota Sukabumi. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kejadian dengan Infection Rate (IR) tertinggi terdapat di kecamatan Baros yang terletak di selatan kota Sukabumi hingga bulan Juni 2012 dan kecamatan Gunung puyuh yang relatif terletak di utara kota Sukabumi mulai bulan Juli 2012.


ASPIRATOR - Journal of Vector-borne Disease Studies | 2013

FAKTOR RISIKO PENULARAN MALARIA DI DESA PAMOTAN KABUPATEN PANGANDARAN

Lukman Hakim

Abstract. Malaria is a disease that could reemerge depending on the development of risk factors for transmission. So, although now the number of cases of malaria in Pamotan village Pangandaran district has decreased, but will back to increase due to have a history as high malaria endemic areas. To anticipate, the further analysis of research data has been carried out with the aim to identify the transmission risk factors as well as to estimate the emergence of malaria cases. Results of data analysis showed that the risk factors for transmission of malaria in Pamotan village are malaria carrier patient that without clinical symptoms with density 35.08‰, the local malaria transmission (indigenous), outside the region transmission (imports), the high of mobilization of the population, and the presence of Anopheles sundaicus mosquitoes as vectors of malaria with the fluctuating density. It is also known that the population most at risk for malaria transmission is the age group 1-5 years, so it should be a priority in any malaria control activities. The regression test that resulted, if there a source of malaria transmission, rainfall data can be used as a basis for estimating the emergence of malaria cases of in the coming two months. Thus, that the activity planning can be made to anticipate the increasing of malaria transmission in order prevent outbreaks. Keywords : risk factors, Anopheles sundaicus , outbreaks, rainfall, indigenous malaria Abstrak. Malaria adalah penyakit yang bisa muncul kembali tergantung perkembangan faktor risiko penularannya. Maka walaupun sekarang jumlah kasus malaria di Desa Pamotan Kecamatan Kalipucang Kabupaten Pangandaran sudah menurun, tapi akan meningkat kembali karena mempunyai riwayat sebagai daerah endemis malaria tinggi. Untuk antisipasinya, telah dilakukan analisis lanjut data hasil penelitian dengan tujuan mengidentifikasi faktor risiko penularan serta menghitung perkiraan terjadinya penularan malaria. Hasil analisis data menunjukkan bahwa faktor risiko penularan malaria di Desa Pamotan adalah penderita malaria carier atau tanpa gejala klinis dengan kepadatan 35,08 ‰, terjadinya penularan malaria setempat (indigenous) dan di luar wilayah (import), adanya mobilisasi penduduk yang tinggi, adanya nyamuk Anopheles sundaicus sebagai vektor malaria dalam kepadatan yang berfluktuasi. Selain itu juga diketahui bahwa penduduk paling berrisiko tertular malaria adalah kelompok umur 1-5 tahun sehingga perlu mendapat prioritas dalam setiap kegiatan pemberantasan malaria. Berdasarkan hasil analisis regresi, data curah hujan dapat dijadikan dasar untuk memperkirakan kemunculan kasus malaria pada 2 bulan yang akan datang, sehingga dapat dibuat rencana kegiatan antisipasi peningkatan penularan malaria agar tidak menjadi Kejadian Luar Biasa. Kata Kunci : faktor risiko, malaria, Anopheles sundaicus , Kejadian Luar Biasa, curah hujan, malaria indigenous

Collaboration


Dive into the Lukman Hakim's collaboration.

Top Co-Authors

Avatar

Damar Tri Boewono

Yogyakarta State University

View shared research outputs
Researchain Logo
Decentralizing Knowledge