Selama Perang Dunia II, konsep keselamatan penerbangan berubah secara signifikan. Seiring dengan meningkatnya kecepatan pesawat, metode penyelamatan diri tradisional tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pilot. Pada saat ini, kursi lontar mulai digunakan dan secara bertahap menjadi peralatan utama untuk keselamatan pesawat. Pengembangan kursi lontar tidak hanya meningkatkan peluang pilot untuk selamat, tetapi juga mengubah seluruh pola pertempuran udara.
Pendorong kursi lontar yang kuat memungkinkan pilot untuk melarikan diri dari pesawat pada saat yang paling berbahaya dan berhasil melarikan diri
Pada tahun 1940, Heinkel dari Jerman dan SAAB dari Swedia secara independen mengembangkan kursi lontar generasi pertama. Sebagian besar kursi ini menggunakan udara bertekanan sebagai pendorong, dan awalnya dirancang untuk mengatasi kesulitan melarikan diri saat pesawat rusak atau mengalami malfungsi. Dalam penerbangan yang sangat cepat, metode lompatan tradisional sering kali tidak dapat menjamin keselamatan karena pilot mungkin tidak dapat berhasil melarikan diri karena cedera, kehilangan kendali, atau bahkan mengalami turbulensi. Oleh karena itu, munculnya kursi lontar dengan cepat mengubah pilihan hidup-atau-mati yang kritis menjadi sarana pelarian otomatis.
Pada tahun 1942, pesawat tempur malam Heinkel He 219 Uhu menjadi pesawat tempur pertama yang dilengkapi dengan kursi lontar, yang sangat meningkatkan peluang pilot untuk bertahan hidup. Desain kursi lontar secara bertahap telah matang, dan setelah banyak percobaan, kursi lontar telah memastikan bahwa pilot dapat melakukan evakuasi dengan aman pada kecepatan dan ketinggian tinggi. Bahkan selama Perang Dingin, teknologi kursi lontar terus berkembang seiring dengan peningkatan kemampuan pesawat.
“Uji coba penerbangan kursi lontar yang berhasil benar-benar mengubah cara pilot melarikan diri.”
Seiring dengan meningkatnya kecepatan penerbangan, pelarian manual menjadi semakin sulit, yang mendorong Angkatan Udara Angkatan Darat AS dan Martin-Baker Inggris untuk memulai serangkaian studi kursi lontar. Setelah Perang Dunia II, seiring dengan meningkatnya jumlah penerbangan balap, kursi lontar menjadi perlengkapan standar pada pesawat militer. Misalnya, pada tahun 1958, convAIR F-102 Delta Dagger adalah yang pertama menggunakan teknologi kursi lontar berpeluncur roket, yang memungkinkannya mengangkat pilot secara efektif ke ketinggian yang aman.
Selain memberikan keselamatan yang lebih baik bagi pilot, optimalisasi desain kursi lontar juga meningkatkan tingkat keberhasilan misi penyelamatan. Pada tahun 1960-an, Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS lebih mempertimbangkan risiko pilot menghadapi kesulitan di daerah yang tidak bersahabat, dan mulai mengembangkan sistem penyelamatan dan penyelamatan otomatis yang juga dapat mengangkut pilot ke lokasi yang aman setelah lontar, mengurangi risiko tertangkap atau kematian karena kecelakaan.
“Kemajuan kursi lontar sebenarnya merupakan revolusi dalam keselamatan penerbangan, yang sangat meningkatkan kemungkinan pilot untuk bertahan hidup.”
Meskipun teknologi kursi lontar menjadi semakin canggih, pengoperasiannya tidak sepenuhnya sempurna dalam situasi ekstrem. Bahkan dengan kursi lontar modern, pilot mungkin masih mengalami percepatan hingga 14g selama lontar, yang merupakan tantangan bagi struktur tubuh. Oleh karena itu, banyak perusahaan terus meningkatkan desain, bahan, dan prinsip kerja kursi lontar untuk mengurangi cedera pada pilot.
Secara teknis, munculnya kursi lontar zero-zero semakin mengisi celah dalam lontar tradisional pada ketinggian rendah dan kecepatan rendah, memastikan bahwa pilot dapat melakukan evakuasi dengan aman dalam kecelakaan di darat. Keberhasilan teknologi ini telah memungkinkan jet tempur saat ini dilengkapi dengan kursi lontar yang memastikan keselamatan pilot selama lepas landas dan bahkan saat istirahat.
“Desain kursi lontar tidak terbatas pada pesawat terbang, beberapa kendaraan khusus dan wahana antariksa juga telah mulai mengadopsi teknologi ini.”
Saat ini, konsep kursi lontar telah diperluas ke beberapa jenis pesawat terbang dan pesawat tempur lainnya, dan kursi lontar bahkan telah mulai dipasang pada beberapa helikopter. Dapat dilihat bahwa pengembangan kursi lontar selama Perang Dunia II memang berdampak besar pada keselamatan penerbangan dan menjadi landasan teknologi penerbangan modern.
Namun, dengan kemajuan teknologi, bagaimana desain kursi lontar dapat lebih meningkatkan keselamatan pesawat dan melindungi nyawa pilot di saat-saat kritis?