Dengan permintaan energi terbarukan saat ini, cara mengubah biomassa secara efektif menjadi bahan bakar yang dapat digunakan telah menjadi topik penelitian yang menarik. Pencairan hidrotermal (HTL) adalah proses pirolisis yang dapat mengubah biomassa basah menjadi produk seperti minyak mentah, yang sangat penting di saat krisis energi. Pada tahun 1939, Paten AS 2.177.557 menjelaskan proses dua tahap yang mungkin menjadi kunci untuk mengubah biomassa menjadi minyak.
Proses ini menunjukkan bagaimana air dan tekanan tinggi dapat mempercepat efisiensi konversi bahan organik, memberikan solusi yang memungkinkan untuk masa depan energi bersih.
Pencairan hidrotermal adalah proses pirolisis yang dilakukan pada tekanan tinggi dan suhu sedang untuk mengubah biomassa menjadi minyak mentah dengan kepadatan energi tinggi melalui konversi termokimia. Prinsip kerjanya adalah menggunakan keadaan air superkritis atau subkritis untuk meningkatkan konversi biomassa. Minyak yang dihasilkan mengandung nilai kalor hingga 33,8-36,9 megajoule per kilogram, dan memiliki viskositas rendah serta kelarutan tinggi, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar transportasi. Bahan bakar tersebut dapat ditingkatkan lebih lanjut menjadi solar, bensin, dan bahan bakar lainnya.
Pada tahun 1939, dengan munculnya paten AS, konsep dasar pencairan hidrotermal mulai terbentuk. Proses yang dijelaskan dalam paten tersebut melibatkan dua tahap utama: tahap pertama adalah memanaskan campuran air, serpihan kayu, dan kalsium hidroksida pada suhu berkisar antara 220 hingga 360 derajat Celcius dan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan uap air jenuh. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk menghasilkan "minyak dan alkohol". Tahap kedua melibatkan "distilasi kering" untuk menghasilkan berbagai "minyak dan keton," tetapi kondisi suhu dan tekanan spesifik tidak diungkapkan.
Proses dua tahap ini meletakkan dasar bagi teknologi pencairan hidrotermal di masa depan dan memicu minat penelitian berikutnya selama embargo minyak tahun 1970-an.
Ide untuk memproduksi minyak dari biomassa menggunakan air panas dan katalis alkali telah ada sejak tahun 1920-an. Dengan krisis minyak pada tahun 1970-an, banyak lembaga penelitian mulai mengeksplorasi area ini. Alberta Energy Research Centre dan lembaga lain seperti Shell Oil juga telah menunjukkan minat teknis yang kuat.
Selama proses pencairan hidrotermal, molekul rantai karbon panjang mengalami reaksi perengkahan termal dan menghilangkan unsur oksigen melalui reaksi dehidrasi dan dekarboksilasi, yang pada akhirnya membentuk bio-oil dengan rasio hidrogen terhadap karbon yang tinggi. Reaksi kimia tersebut tidak hanya bergantung pada suhu dan tekanan, tetapi juga pada komposisi bahan baku, waktu reaksi, dan penggunaan katalis.
Biofuel yang diproduksi melalui pencairan hidrotermal bersifat netral karbon, yang berarti bahwa biofuel tersebut tidak memberikan kontribusi emisi karbon yang signifikan terhadap lingkungan saat dibakar. Angka ini jauh lebih rendah daripada emisi karbon dari bahan bakar fosil tradisional. Selain itu, proses ini tidak menghasilkan produk sampingan yang berbahaya, sehingga menjadikannya pilihan energi yang relatif bersih.
Pengembangan teknologi pencairan hidrotermal merupakan jalur berkelanjutan untuk produksi energi dan dapat berdampak besar pada konfigurasi energi masa depan. Namun, apakah teknologi ini dapat dikomersialkan dalam skala besar merupakan tantangan besar yang dihadapi oleh sains, teknologi, ekonomi, dan kebijakan. Akankah teknologi saat ini mampu memenuhi kebutuhan energi kita di masa mendatang?