Di kalangan medis, angiopati amiloid serebral (CAA) dianggap sebagai area penyakit serebrovaskular yang penting tetapi sering kali terabaikan. Penyakit ini ditandai dengan pengendapan beta peptida amiloid pada dinding pembuluh darah di sistem saraf pusat dan meningen, yang menyebabkan kerapuhan pembuluh darah dan peningkatan risiko pendarahan. Seiring bertambahnya populasi lansia, kekhawatiran tentang patologi ini pun meningkat.
Namun, mengapa amiloid ini hanya terbentuk di dalam otak dan tidak terkait dengan jenis amiloidosis lainnya?
Angiopati amiloid serebral dapat dibagi menjadi banyak jenis, beberapa di antaranya merupakan varian familial. Paling sering, hal ini dikaitkan dengan peptida beta amiloid, tetapi jenis lainnya melibatkan peptida amiloid yang berbeda, misalnya "tipe Islandia" terkait dengan amiloid cystatin C (ACys), sedangkan "tipe Inggris" dan "tipe Denmark" masing-masing terkait dengan amiloid Inggris (ABri) dan amiloid Denmark (ADan). Masing-masing jenis variasi yang berbeda ini terkait dengan mutasi genetik tertentu.
Penyebab CAA dapat dibagi menjadi sporadis (biasanya terjadi pada orang tua dalam populasi) dan kasus familial. Secara patologis, CAA ditandai dengan pengendapan beta amiloid (Aβ) di meningen dan dinding serebrovaskular. Penyebab peningkatan pengendapan Aβ pada CAA sporadis masih belum jelas, tetapi saat ini ada banyak hipotesis, seperti peningkatan produksi dan gangguan pembersihan peptida ini. Dalam keadaan normal, Aβ dibersihkan dari otak melalui empat jalur: endositosis, hidrolisis enzimatik, dan pembersihan sawar darah-otak oleh astrosit dan mikroglia otak. Kelainan pada jalur mana pun dapat menyebabkan terjadinya CAA.
Salah satu komplikasi paling umum dari angiopati amiloid serebral adalah pendarahan otak, terutama pendarahan mikro. Hal ini karena endapan amiloid dapat merusak pembuluh darah dan menghambat aliran darah normal, sehingga lebih rentan pecah. Menurut penelitian, meskipun CAA terkait erat dengan penyakit Alzheimer, penyakit ini tidak terbatas pada orang dengan gangguan kognitif. Penyakit ini juga dapat memengaruhi pasien tanpa riwayat demensia.
Secara khusus, pendarahan biasanya terbatas pada lobus otak tertentu, tidak seperti pendarahan otak yang disebabkan oleh hipertensi, yang lebih sering terjadi di daerah otak dalam seperti ganglia basal dan pons.
Saat ini, satu-satunya cara untuk mendiagnosis angiopati amiloid serebral adalah melalui otopsi lanjutan. Biopsi juga membantu dalam beberapa kasus yang mencurigakan, dan ketika sampel jaringan tidak tersedia, dokter sering menggunakan kriteria Boston untuk mengidentifikasi kemungkinan kasus CAA dari data MRI atau CT scan. Kriteria ini memerlukan bukti adanya beberapa perdarahan lobar atau kortikal untuk menandai pasien untuk kemungkinan CAA.
Pada studi pencitraan, CAA dapat muncul sebagai perdarahan subserebral lobar atau mikroperdarahan intraserebral. Tes pencitraan, seperti CT dan MRI, dapat membantu mengidentifikasi kelainan ini. CT scan akan menunjukkan area perdarahan dengan kepadatan tinggi dan edema dengan kepadatan rendah di sekitar lokasi perdarahan, sementara urutan gema gradien dan pencitraan berbobot sensitivitas (SWI) MRI sangat efektif dalam mendeteksi mikroperdarahan dan pengendapan zat besi di korteks serebral.
Saat ini belum ada obat untuk angiopati amiloid serebral, dan pengobatan biasanya berfokus pada penanganan gejala. Oleh karena itu, terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi wicara dapat membantu pasien yang terkena.
Dari laporan pertama Gustav Oppenheim tentang pengendapan beta amiloid di pembuluh darah otak pada tahun 1909 hingga meningkatnya perhatian terhadap angiopati amiloid serebral saat ini, penelitian di bidang ini terus mengalami kemajuan. Meskipun kita telah memahami beberapa mekanisme patologi ini, masih banyak misteri yang harus dipecahkan. Mari kita tunggu dan lihat bagaimana angiopati amiloid serebral dapat diidentifikasi dan diobati dengan lebih efektif di masa mendatang?