Sindrom Gilbert (GS) adalah penyakit yang disebabkan oleh lambatnya pemrosesan bilirubin oleh hati. Meskipun banyak pasien dapat hidup sepanjang hidup mereka tanpa gejala yang nyata, penyakit kuning terkadang dapat berkembang dalam keadaan tertentu, seperti olahraga, stres, puasa, atau periode menstruasi. Mekanisme di balik fenomena ini telah menarik minat yang luas dalam komunitas ilmiah.
Orang dengan sindrom Gilbert sering kali memiliki kadar bilirubin bebas yang lebih tinggi dalam darah mereka, namun, hal ini tidak menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan mereka.
Akar penyebab sindrom Gilbert adalah variasi genetik, khususnya variasi pada gen UGT1A1, yang mengakibatkan penurunan aktivitas bilirubin glikosiltransferase (UGT1A1). Enzim ini bertanggung jawab untuk mengubah bilirubin di hati menjadi bentuk yang dapat dikeluarkan dari tubuh. Akibat aktivitas enzim yang tidak mencukupi, bilirubin tak terkonjugasi dapat terakumulasi dalam tubuh, menyebabkan penyakit kuning ringan, terutama pada saat stres fisiologis.
Seiring meningkatnya tingkat stres, akar dari banyak penyakit dapat ditelusuri hingga stres fisik dan psikologis. Pada orang dengan sindrom Gilbert, olahraga dan stres dapat memicu respons fisiologis yang mirip dengan kondisi akut, yang mengarah pada perkembangan penyakit kuning. Stres dapat menyebabkan penurunan kemampuan tubuh untuk memproses bilirubin, sementara olahraga intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan otot dan stres oksidatif, yang lebih jelas pada orang dengan sindrom Gilbert yang memiliki varian genetik tertentu.
Dapatkah olahraga dan stres menjadi faktor utama dalam memicu gejala sindrom Gilbert? Dapatkah olahraga yang dilembagakan mengurangi timbulnya penyakit kuning pada pasien ini?
Diagnosis sindrom Gilbert terutama bergantung pada tes darah, yang menemukan pasien dengan kadar bilirubin bebas yang tinggi dalam darah, tetapi enzim hati biasanya normal. Situasi ini membuat banyak pasien bingung bahkan setelah mengetahui kondisi mereka karena status kesehatan mereka tidak memburuk secara signifikan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa orang dengan sindrom Gilbert mungkin memiliki risiko penyakit kardiovaskular yang lebih rendah.
Menariknya, banyak penelitian menunjukkan bahwa hiperbilirubinemia ringan mungkin memiliki manfaat kesehatan. Bilirubin memiliki sifat antioksidan yang dapat membantu mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, diabetes, dan penyakit kronis lainnya. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun patologi sindrom Gilbert dapat dianggap "tidak berbahaya", mekanisme fisiologis yang terkait dengannya berpotensi melindungi.
Dapatkah hiperbilirubinemia ringan menjadi arah baru untuk perawatan kesehatan di masa mendatang? Mungkinkah perubahan-perubahan sepele ini menjadi dasar untuk beberapa jenis terapi?
Orang-orang dengan sindrom Gilbert dapat mengalami penyakit kuning saat terpapar stres fisik, seperti olahraga atau puasa, tetapi kondisinya sendiri tidak serius. Sebaliknya, pasien-pasien ini dapat memperoleh manfaat dari sifat-sifat pemrosesan bilirubin dalam tubuh mereka. Penelitian di masa mendatang harus lebih berfokus pada efek kesehatan jangka panjang dari varian genetik ini, serta pengobatan yang potensial. Reaksi tubuh lain apa yang belum dieksplorasi dalam menghadapi stres yang bermanfaat bagi kesehatan?