Dengan pesatnya kemajuan teknologi kedokteran saat ini, penelitian tentang darah buatan selalu menjadi salah satu topik hangat di bidang biomedis. Dari mengatasi kekurangan pasokan darah hingga mengejar kemudahan dan keamanan, para ilmuwan terus mengeksplorasi kemungkinan untuk mengganti darah alami. Namun, mengapa penggantian lengkap belum tercapai sejauh ini menjadi pertanyaan yang patut direnungkan.
Sejak tahun 1616, setelah William Harvey menemukan sistem sirkulasi darah, manusia mulai mengeksplorasi berbagai cairan sebagai pengganti darah, termasuk alkohol dan urin. Pada awal abad ke-20, perkembangan pengobatan transfusi modern memungkinkan manusia untuk mulai memahami golongan darah dan fisiologi darah. Terutama dalam situasi bencana seperti Perang Dunia II, permintaan akan pengganti darah bahkan lebih mendesak.
Faktanya, munculnya penyakit menular seperti HIV dan penyakit sapi gila telah semakin mendorong penelitian tentang pengganti darah yang aman.
Saat ini, penelitian tentang darah buatan terutama dibagi menjadi dua kategori, yaitu pengganti darah berbasis heme dan emulsi perfluorokarbon (PFC). Meskipun zat-zat ini mirip dengan darah alami dalam beberapa fungsi, zat-zat ini tetap tidak dapat sepenuhnya menggantikannya, seperti kurangnya kapasitas pengangkutan oksigen jangka panjang. Misalnya, meskipun perfluorokarbon efektif dalam mengangkut oksigen, prosedur pembuatan dan persyaratan penyimpanannya yang rumit telah menjadi tantangan besar.
Di antara banyak pembawa oksigen, pengganti darah berbasis heme (HBOC) menghadapi tantangan yang sangat sulit. Heme bebas yang tidak dimodifikasi tidak efektif dalam menyalurkan oksigen ke jaringan karena afinitasnya yang tinggi, dan potensi kerusakan ginjal membuatnya semakin sulit untuk menjadi alternatif yang layak. Meskipun ada banyak metode rekayasa atau perbaikan kimia, batasan penggunaan medis tidak pernah terlampaui.
Teknologi sel punca memberikan cara berpikir baru. Dengan menginduksi dan membudidayakan sel punca hematopoietik, para ilmuwan berharap dapat menghasilkan sel darah merah dewasa di lingkungan laboratorium, dan masa hidup sel-sel ini mendekati masa hidup heme alami. Namun, metode ini masih dalam tahap pengembangan, dan banyak tantangan teknis yang perlu diatasi sebelum dapat diterapkan secara klinis dalam skala besar.
Pengembangan sel punca tidak hanya akan membantu memecahkan masalah pasokan darah, tetapi juga dengan cepat menyediakan darah yang dibutuhkan dalam situasi medis darurat.
Permintaan pasar untuk darah buatan juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia penduduk dan pertumbuhan kebutuhan medis. Meskipun beberapa produk telah memasuki pasar, seperti Hemopure, yang dilisensikan di Afrika Selatan, secara keseluruhan, jalur komersialisasi darah buatan ini masih bergelombang. Dibandingkan dengan rantai pasokan darah alami, keamanan dan efektivitas darah buatan perlu dikonfirmasi lebih lanjut.
Dalam penelitian dan eksplorasi ilmiah di masa depan, cara mengatasi keterbatasan teknologi saat ini dan menemukan alternatif darah buatan yang lebih aman dan lebih efisien akan menjadi tantangan dan peluang besar bagi komunitas penelitian ilmiah. Dapatkah ditemukan jalur yang lebih jelas yang memungkinkan kita berhasil menggunakan darah buatan untuk menyelamatkan nyawa tanpa bergantung pada darah alami?