Seiring bertambahnya usia, tubuh pria paruh baya akan mengalami serangkaian perubahan, salah satunya adalah penurunan kadar testosteron secara bertahap.
Menurut penelitian medis terkini, pria kerap kali menghadapi berbagai masalah kesehatan saat memasuki usia paruh baya, salah satunya disebabkan oleh penurunan testosteron. Testosteron merupakan hormon yang sangat penting bagi kesehatan pria, yang bertanggung jawab untuk menjaga massa otot, kesehatan tulang, dan fungsi seksual. Oleh karena itu, saat kadar testosteron menurun, pria dapat mengalami kelelahan, depresi, kehilangan massa otot, penurunan performa seksual, dan ketidaknyamanan lainnya. Situasi seperti ini mendorong banyak pria paruh baya untuk mencari terapi penggantian testosteron (ART) guna meningkatkan kesehatan mereka.
Menurut analisis ahli, pria mulai mengalami penurunan kadar testosteron yang signifikan setelah usia 45 tahun, yang tidak hanya memengaruhi fungsi seksual, tetapi juga dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa pria dengan testosteron yang tidak mencukupi memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk terkena diabetes.
Pria di usia senja menghadapi tantangan kesehatan yang terkait dengan kekurangan testosteron, terutama mereka yang sudah menderita diabetes. Masalah kontrol gula darah mereka dapat memburuk. Jadi, meskipun terapi testosteron dapat membantu meningkatkan manajemen gula darah, dokter menyarankan agar Anda tidak melakukan tes hanya karena diabetes yang Anda derita. Hal ini tentu saja menantang konsep medis tradisional.
Namun, ART juga disertai dengan beberapa efek samping negatif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi penggantian testosteron dapat meningkatkan risiko serangan jantung, terutama pada pria paruh baya yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS mengumumkan pada tahun 2014 bahwa ada kekhawatiran yang meluas tentang peningkatan kejadian kardiovaskular di antara pria yang menggunakan terapi penggantian testosteron.
Ini berarti bahwa pria harus menilai risiko mereka sendiri saat mempertimbangkan pengobatan dan tidak boleh membuat keputusan ini hanya berdasarkan usia atau penurunan kadar hormon. Para ahli merekomendasikan agar pria menjalani penilaian kesehatan yang diperlukan, termasuk pemeriksaan kesehatan prostat, sebelum memulai ART.
Di bidang olahraga, testosteron pernah menjadi pilihan beberapa atlet yang ingin meningkatkan performa. Misalnya, sebelum tahun 2014, beberapa atlet bela diri campuran menggunakan terapi testosteron, tetapi ini kemudian dilarang. Ini mencerminkan evaluasi ganda masyarakat terhadap terapi penggantian hormon, dengan suara dukungan dan penentangan yang muncul bersamaan.
Penelitian terkini juga terus mengeksplorasi hubungan antara testosteron dan kondisi lain, seperti disfungsi ereksi, osteoporosis, dan gagal jantung kronis. Namun, bukti saat ini masih belum mencukupi dan konfirmasi lebih lanjut tentang kemanjuran dan keamanan jangka panjang terapi tersebut diperlukan.
Secara umum, bagi pria paruh baya, seiring menurunnya kadar testosteron secara bertahap, yang perlu diperhatikan bukan hanya kadarnya yang rendah, tetapi juga dampak kesehatan yang ditimbulkannya.
Faktanya, perubahan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan kesehatan pria tidak dapat diabaikan. Ke depannya, seiring dengan semakin banyaknya perhatian masyarakat terhadap kesehatan pria, bagaimana kita harus memandang fenomena ini dan mengambil tindakan untuk meningkatkan kualitas hidup?