Adrian Umboh
Sam Ratulangi University
Network
Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.
Publication
Featured researches published by Adrian Umboh.
Scientific Programming | 2018
Bobby Pambudi; Adrian Umboh; Jeanette I. Ch. Manoppo
Latar belakang . Gentamisin telah digunakan secara luas sebagai lini pertama infeksi neonatus. Gentamisin akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh terutama ginjal Sehingga dapat menganggu fungsi ginjal. Kidney injury molecule-1 (KIM-1) urin merupakan biomarker baru yang digunakan untuk menilai fungsi ginjal. Tujuan . Mengetahui pengaruh gentamisin intravena terhadap kadar KIM-1 urin dan kreatinin serum. Metode . Penelitian dengan pendekatan pra-pasca uji. Penelitian ini dilakukan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) mulai Desember 2016 sampai Maret 2017. Pada neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan yang diterapi dengan gentamisin intravena 5 mg/KgBB/36 jam selama 5 hari. Kelainan kongenital, asfiksia, dan kondisi kritis diekslusi. Kadar KIM-1 urin diukur menggunakan teknik ELISA dengan modifikasi “sandwich assay”. Pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling. Digunakan analisis deskriptif dan uji t berpasangan (p<0,05). Hasil . Empat puluh neonatus terdiri dari 28 bayi laki-laki dan 12 bayi perempuan. Terjadi peningkatan rerata kadar KIM-1 urin sebelum mendapat gentamisin sebesar 2,80 ng/ml menjadi 3,04 ng/ml setelah pemberian gentamisin (p=0,031). Terjadi penurunan rerata kadar kreatinin serum sebelum mendapat gentamisin sebesar 0,73 mg/dl menjadi 0,43 mg/dl setelah pemberian gentamisin (p<0,0001). Kesimpulan . Pemberian gentamisin pada neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan selama 5 hari didapatkan peningkatan kadar KIM-1 urin.
Scientific Programming | 2018
Felix Gunarso; Adrian Umboh; Jeanette I. Ch. Manoppo
Latar belakang . Gangguan nefrogenesis yang terjadi pada bayi berat lahir rendah (BLR) kecil masa kehamilan (KMK) dapat mengakibatkan terjadinya mikroalbuminuria dan berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Tujuan . Melihat hubungan mikroalbuminuria dengan berat badan lahir dan tekanan darah pada anak dengan riwayat BLR KMK. Metode . Penelitian potong lintang dengan sampel anak usia 7 – 9 tahun dengan riwayat BLR KMK. Tekanan darah diukur dengan sfigmanometer dan kadar mikroalbuminuria diukur dengan metode immunoturbidimetry. Analisis data dengan uji korelasi Pearson dan uji regresi linear, p<0,05 dianggap signifikan. Hasil . Empat puluh satu anak dengan riwayat BLR KMK dengan rerata mikroalbuminuria 15,27 µg/mg. Didapatkan hubungan yang signifikan antara kadar mikroalbuminuria dan berat lahir dengan r=-0,698 dan p<0,0001, tetapi tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat mikroalbuminuria dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Kesimpulan . Semakin rendah berat badan lahir maka semakin tinggi kadar mikroalbuminuria.
Scientific Programming | 2016
Adrian Umboh
Latar belakang. Sindrom nefrotik (SN) merupakan kelainan ginjal tersering pada anak. Berdasarkan respon terhadap terapi, SN dibagi menjadi sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS). Gambaran histopatologik merupakan baku emas untuk menentukan diagnosis, tetapi tidak selalu dapat dilakukan karena bersifat invasif. Tujuan. Mengetahui hubungan antara berbagai aspek klinis dan laboratorium, yaitu jenis kelamin, umur, berat badan lahir (BBL), hipertensi, kadar kolesterol serum dan albumin antara SNSS dan SNRS yang mendapat terapi steroid. Metode. Penelitian retrospektif analitik dilakukan pada pasien SNSS dan SNRS yang dirawat, dari Januari 2007 sampai dengan Desember 2011 di Divisi Nefrologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado. Data dikumpulkan dari data rekam medik, meliputi identitas, tekanan darah, kadar kolesterol serum, dan albumin. Analisis univariat dengan uji X2, pengujian hubungan berbagai variabel secara bersama-sama digunakan analisis regresi logistik. Hasil. Terdapat 45 anak dengan sindrom nefrotik yang diikutsertakan dan dibagi ke dalam dua kelompok, terdiri dari 30 anak dengan SNSS dan 15 anak dengan SNRS. Tidak didapatkan perbedaan pada jenis kelamin (p=1,000), umur onset (p=0,247), berat badan lahir (p=0,259), tekanan darah sistole (p=0,671), tekanan darah diastole (p=0,380), kadar kolesterol (p=0,529), kadar albumin (p=0,350) antara dua kelompok. Kesimpulan . Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin, umur, BBL, hipertensi, kolesterol dan albumin pada pasien SSNS dan SRNS yang mendapat steroid.
Scientific Programming | 2016
Jose M. Mandei; Ronald Chandra; Rocky Wilar; Ari L. Runtunuwu; Jeanette I. Ch. Manoppo; Adrian Umboh
Latar belakang. Sepsis adalah respons sistemik terhadap infeksi dengan salah satu komplikasinya berupa gagal organ ginjal. Peran nitrit oksida (NO) sebagai mediator yang terlibat dalam mekanisme gagal organ ginjal kasus sepsis masih bersifat kontroversi. Tujuan . Mengevaluasi hubungan antara kadar serum NO dan gangguan fungsi ginjal pada sepsis anak. Metode. Desain penelitian potong lintang secara konsekutif dilaksanakan sejak bulan Juni sampai November 2012 dengan sampel anak usia satu bulan sampai lima tahun yang didiagnosis sepsis. Pemeriksaan kadar serum kreatinin mencerminkan fungsi ginjal dan kadar serum metabolit NO (nitrat dan nitrit) mencerminkan kadar NO endogen. Uji korelasi menggunakan uji korelasi Spearman, dinyatakan bermakna apabila p<0,05. Data diolah menggunakan piranti lunak SPSS 19.00 Hasil . Diperoleh 40 subjek dengan median usia 8,5 bulan (2 sampai 70 bulan) dan 22 di antaranya anak laki-laki. Kadar metabolit NO ditemukan berhubungan dengan kadar serum kreatinin (rs=0,33; p=0,041). Kesimpulan. Terdapat hubungan antara peningkatan kadar serum NO dan terjadinya gangguan fungsi ginjal pada anak dengan sepsis.
Scientific Programming | 2016
Vivekenanda Pateda; Adrian Umboh; Kristellina Sangirta Tirtamulia; Frecillia Regina
Latar belakang. Angka kejadian diabetes mellitus tipe-2 (DMT2) pada anak di beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya angka kejadian obesitas pada anak. Acanthosis nigricans (AN) diyakini merupakan prediktor yang baik untuk mengetahui adanya hiperinsulinemia, yang merupakan prekursor dari DMT2. Penelitian terdahulu menunjukkan prevalensi AN lebih tinggi pada anak-anak yang overweight, obes, dan mereka yang memiliki riwayat keluarga DMT2. Tujuan. Menilai hubungan AN dengan riwayat keluarga dengan DMT2 pada anak overweight dan obes. Metode. Penelitian cross sectional pada anak sekolah menengah pertama di kecamatan Wenang. Dilakukan pemeriksaan fisik terhadap AN dan pengisian kuesioner berisi riwayat keluarga dengan DM tipe 2 pada 102 pelajar yang overweight dan obes. Data kemudian dianalisis menggunakan uji X2. Hasil. Didapatkan AN lebih banyak dijumpai pada anak obes (69,2%) dibandingkan overweight (44%). Riwayat keluarga dengan DM tipe 2 ditemukan pada 30,6% anak obes dengan AN dan 31,8% pada anak dengan overweight. Secara statistik perbedaan kedua prevalens tersebut di atas tidak bermakna. Kesimpulan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara acanthosis nigricans dengan riwayat keluarga diabetes melitus tipe 2 pada anak-anak overweight dan obes.
Paediatrica Indonesiana | 2015
Kurniawan Tan; Adrian Umboh; Ari L. Runtunuwu
Background Studies in newborns and animals have shown that gentamicin increases urinary calcium excretion. New recommendation for gentamicin in newborns is administered intravenously 36-48 hourly. Subsequent to this new recommendation, there have been no further studies on the effects of extended gentamicin dosage on urinary calcium excretion in newborns. Objective To assess the effect of intravenous gentamicin on urinary calcium excretion in newborns. Methods This pretest – posttest study was done in the Neonatology Division of Prof. DR. R. D. Kandou Hospital, Manado, from August to November 2013 . Subjects were full-term newborns who received intravenous gentamicin every 36 hours and whose parents provided informed consent. We excluded newborns with asphyxia and cardiovascular shock, also those who received diuretics or steroids. Urine spot collection was done before, after the first dose, and after the second dose of intravenous gentamicin. Urinary calcium and creatinine levels were measuerd. Urine calcium excretion was defined as the ratio of urinary calcium to creatinine level. Results Of 28 newborns, there were 16 males and 12 females. The median of urine calcium creatinine ratio before intravenous gentamicin was 0.021 (range 0.004 to 0.071) mg/mg. After first dose of gentamicin, the median ratio was 0.043 (range 0.009 to 0.156) mg/mg, and after the second dose of gentamicin, the median ratio was 0.144 (range 0.015 to 1.160) mg/mg. Conclusion There is a significant increase in urinary calcium excretion after the first and second doses of intravenous gentamicin. Furthermore, a cumulative effect of gentamicin on urinary calcium excretion is observed after the second dose.
International Journal of Pediatric Endocrinology | 2013
Arief Gunadi; Vivekenanda Pateda; Adrian Umboh; Kristellina Sangirta Tirtamulia
Methods We performed a cross sectional analytic observational study. One hundred twenty three obese children, ages 10 – 14 years with and without acanthosis nigricans got examined for insulin resistance using Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance Index (HOMA-IR). Diagnosis of acanthosis nigricans is confirmed by a dermatologist. This study took place in Wenang district, Manado, North Sulawesi from October 2009 until January 2010.
Paediatrica Indonesiana | 2017
Winston Leonardo Tanzil; Rocky Wilar; Max Mantik; Adrian Umboh; Suryadi N.N. Tatura
Paediatrica Indonesiana | 2016
Patricia Y. Gunawan; Adrian Umboh
Paediatrica Indonesiana | 2015
Hesti Lestari; Suryani As’ad; Irawan Yusuf; Adrian Umboh; Andi Dwi Bahagia Febriani