Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Soedjatmiko is active.

Publication


Featured researches published by Soedjatmiko.


PLOS Neglected Tropical Diseases | 2017

Dengue seroprevalence and force of primary infection in a representative population of urban dwelling Indonesian children

Ari Prayitno; Anne-Frieda Taurel; Joshua Nealon; Hindra Irawan Satari; Mulya Rahma Karyanti; Rini Sekartini; Soedjatmiko Soedjatmiko; Hartono Gunardi; Bernie Endyarni Medise; R. Tedjo Sasmono; James Mark Simmerman; Alain Bouckenooghe; Sri Rezeki Hadinegoro

Background Indonesia reports the second highest dengue disease burden in the world; these data are from passive surveillance reports and are likely to be significant underestimates. Age-stratified seroprevalence data are relatively unbiased indicators of past exposure and allow understanding of transmission dynamics. Methodology/Principal Findings To better understand dengue infection history and associated risk factors in Indonesia, a representative population-based cross-sectional dengue seroprevalence study was conducted in 1–18-year-old urban children. From October to November 2014, 3,210 children were enrolled from 30 geographically dispersed clusters. Serum samples were tested for anti-dengue IgG antibodies by indirect ELISA. A questionnaire investigated associations between dengue serologic status and household socio-demographic and behavioural factors. Overall, 3,194 samples were tested, giving an adjusted national seroprevalence in this urban population of 69.4% [95% CI: 64.4–74.3] (33.8% [95% CI: 26.4–41.2] in the 1–4-year-olds, 65.4% [95% CI: 69.1–71.7] in the 5–9-year-olds, 83.1% [95% CI: 77.1–89.0] in the 10–14-year-olds, and 89.0% [95% CI: 83.9–94.1] in the 15–18-year–olds). The median age of seroconversion estimated through a linear model was 4.8 years. Using a catalytic model and considering a constant force of infection we estimated 13.1% of children experience a primary infection per year. Through a hierarchical logistic multivariate model, the subject’s age group (1–4 vs 5–9 OR = 4.25; 1–4 vs. 10–14 OR = 12.60; and 1–4 vs 15–18 OR = 21.87; p<0.0001) and the number of cases diagnosed in the household since the subject was born (p = 0.0004) remained associated with dengue serological status. Conclusions/Significance This is the first dengue seroprevalence study in Indonesia that is targeting a representative sample of the urban paediatric population. This study revealed that more than 80% of children aged 10 years or over have experienced dengue infection at least once. Prospective incidence studies would likely reveal dengue burdens far in excess of reported incidence rates.


Vaccine | 2018

Immunogenicity and safety of a Trivalent Influenza HA vaccine in Indonesian infants and children

Soedjatmiko Soedjatmiko; Bernie Endyarni Medise; Hartono Gunardi; Rini Sekartini; Hindra Irawan Satari; Sri Rezeki Hadinegoro; Novilia Sjafri Bachtiar; Rini Mulia Sari

INTRODUCTION High rate of influenza infection in children made influenza vaccination strongly recommended for all person aged >6 months in Indonesia. Bio Farma Trivalent Influenza HA (Flubio®) vaccine has been used in adolescents and adults, resulted in increased seroconversion, seroprotection rates and geometric mean titer (GMT). However, no data is available regarding its efficacy and safety in children. This study aimed to assess the immunogenicity and safety of Flubio® vaccine in infants and children. MATERIALS AND METHODS This was a phase II, open-labeled, clinical trial conducted on healthy children aged 6 month-11 years, vaccinated with 1 or 2 doses of Influenza HA vaccine, with a 28-day interval. Flubio® vaccine composed of A/California/7/2009 (H1N1) pandemic 09, A/Texas/50/2012 (H3N2), and B/Massachusetts/2/2012 strain. This study was held at East Jakarta, Indonesia from May until July 2014. A Total of 405 subjects were included and divided into three groups: A(6-35 months), B(3-8 years), and C(9-11 years). Antibody titer was measured at visit V1 (Day 0), V2 (28 days/+7days after the first dose) and V3 (28 days/+7days after second dose). The seroprotection and seroconversion rates were assessed. Safety was assessed up to 28 days following each dose. RESULTS A total of 404 subjects completed the study. After vaccination, all subjects achieved seroprotection and increased seroconversion rates, with post-vaccination antibody titer of ≥1:40 HI for all strains. The GMT also increased significantly. Within 30 min after vaccination, 14.6% and 2% had local and systemic reactions; meanwhile, between 30 min to 72 h after vaccination, 35.1% and 13.6% subjects had local and systemic reactions, respectively. Most reactions were mild. No serious adverse event (SAE) was reported related to vaccine. CONCLUSION Flubio® (Influenza HA Trivalent) vaccine is immunogenic and safe for children aged 6 months-11 years. TRIAL REGISTRATION The trial is registered at the US National Institutes of Health (ClinicalTrials.gov) #NCT02093260.


Scientific Programming | 2017

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2017

Hartono Gunardi; Cissy B. Kartasasmita; Sri Rezeki Hadinegoro; Hindra Irawan Satari; Soedjatmiko Soedjatmiko; Hanifah Oswari; Hardiono D. Pusponegoro; Jose Rl Batubara; Arwin Ap Akib; Badriul Hegar; Piprim B. Yanuarso; Toto Wisnu Hendrarto

Ikatan Dokter Anak Indonesia melalui Satuan Tugas Imunisasi mengeluarkan rekomendasi Imunisasi IDAI tahun 2017 untuk menggantikan jadwal imunisasi sebelumnya. Jadwal imunisasi 2017 ini bertujuan menyeragamkan jadwal imunisasi rekomendasi IDAI dengan jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan RI khususnya untuk imunisasi rutin. Jadwal imunisasi 2017 juga dibuat berdasarkan ketersediaan kombinasi vaksin DTP dengan hepatitis B seperti DTPw-HB-Hib, DTPa-HB-Hib-IPV, dan dalam situasi keterbatasan atau kelangkaan vaksin tertentu seperti vaksin DTPa atau DTPw tanpa kombinasi dengan vaksin lainnya. Hal baru yang terdapat pada jadwal 2017 antara lain: vaksin hepatitis B monovalen tidak perlu diberikan pada usia 1 bulan apabila anak akan mendapat vaksin DTP-Hib kombinasi dengan hepatitis B; bayi paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV (inactivated polio vaccine) bersamaan (simultan) dengan OPV-3 saat pemberian DTP-3; vaksin DTPw direkomendasikan untuk diberikan pada usia 2,3 dan 4 bulan. Hal baru yang lain adalah untuk vaksin influenza dapat diberikan vaksin inaktif trivalen atau quadrivalen, vaksin MMR dapat diberikan pada usia 12 bulan apabila anak belum mendapat vaksin campak pada usia 9 bulan. Vaksin HPV apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis. Vaksin Japanese Encephalitis direkomendasikan untuk diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau pada turis yang akan bepergian ke daerah endemis. Vaksin dengue direkomendasikan untuk diberikan pada anak usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan. Dengan pemberian imunisasi sesuai rekomendasi, diharapkan anak-anak Indonesia terlindungi dari penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.


Scientific Programming | 2016

Masalah Kesehatan dan Tumbuh Kembang Pekerja Anak Jalanan di Jakarta

Fransisca Handy; Soedjatmiko Soedjatmiko

Pekerja anak jalanan sama sekali bukan merupakan pemandangan asing di Ibukota Jakarta. Mereka merupakan komunitas anak yang cukup besar dengan berbagai masalah kompleks yang belum dapat diatasi hingga kini. Masa kanak-kanak yang seharusnya diisi dengan belajar dan bermain agar proses tumbuh kembang berlangsung optimal, justru dihadapkan pada berbagai risiko yang dapat membahayakan kesehatan dan tumbuh kembang mereka. Bekerja tidak selalu berdampak negatif, namun cukup banyak bahaya yang harus mereka hadapi. Berkurangnya partisipasi mereka dalam pendidikan karena harus bekerja, risiko mengalami kecelakaan lalu lintas, adanya polusi udara, jam kerja yang panjang, paparan terhadap perilaku sosial yang tidak baik, hingga paparan terhadap perlakuan salah, baik secara fisik, seksual, maupun emosional; merupakan potensi nampak negatif Survai atau penelitian yang ada sejauh ini telah memberikan gambaran umum mengenai status kesehatan mereka berdasarkan keluhan kesehatan yang dialami dalam 30 hari terakhir dan status gizi. Namun belum ada data mengenai korelasi antara status kesehatan mereka dengan faktor risiko yang mereka hadapi sebagai pekerja anak jalanan. Gangguan perkembangan kognitif merupakan aspek yang banyak dibahas, penelitian di Afrika mendapatkan rendahnya kemampuan membaca dan matematika pada pekerja anak.


Scientific Programming | 2016

Penilaian Early Language Milestone Scale 2 (Elm Scale 2) Pada Anak dengan Keterlambatan Bicara

Martira Maddeppungeng; Soedjatmiko Soedjatmiko

Latar belakang. Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembang Tujuan Penelitian. Mendapatkan gambaran umum pada anak dengan keterlambatan bicara/bahasa dengan menggunakan ELM scale 2. Metode. Penelitian deskriptif potong lintang dilakukan pada 49 anak berusia 1-36 bulan dengan keterlambatan bicara di Poliklinik Tumbuh Kembang RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RSIA Hermina Bekasi, pada bulan September sampai Desember 2006. Hasil. Persentase anak dengan gangguan bicara ekspresif 22 (44,9%). Berdasarkan nilai persentil skor, terbanyak 30 (61,2%) mempunyai nilai basal pada auditori ekspresif < 2, dan 19 (38,8%) yang mempunyai nilai persentil skor 2-98. Walaupun nilai ini berada pada rentang skor 2-98, anak yang mempunyai persentil skor 2,5,10 tetap didapatkan fail menurut umur pada rentang 75-90%( non critical item) penilaian ELM scale 2. Hal ini masih lebih baik dibanding jika anak mempunyai nilai skor standar <2 dengan keterlambatan jauh di bawah normal untuk umur yang sama. Kesimpulan. Dengan penilaian ELM scale 2 pada anak keterlambatan bicara, dapat jelas terlihat keterlambatan terjadi pada sektor Auditori Ekspresi (AE), Auditori Reseptif (AR) atau Visual. Point skor yang rendah pada Auditori Reseptif merupakan petunjuk perlunya pemeriksaan pendengaran pada anak keterlambatan bicara


Scientific Programming | 2016

Kesiapan Fisik dan Pengetahuan Remaja Perempuan Sebagai Calon Ibu dalam Membina Tumbuh Kembang Balita dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Wan Nedra; Soedjatmiko Soedjatmiko; Agus Firmansyah

Latar Belakang. Dua puluh satu persen penduduk Indonesia adalah remaja. Hanya 11,6% lulusan SMU yang melanjutkan ke perguruan tinggi, yang tidak melanjutkan antara lain memasuki jenjang perkawinan, padahal perkawinan pada usia muda sangat mengundang risiko yang tidak bisa diabaikan. Mereka yang memasuki jenjang perkawinan, umumnya mempunyai kesiapan fisik dan pengetahuan yang belum memadai, sehingga perlu disiapkan. Seorang ibu yang mempunyai pengetahuan yang baik akan menghasilkan tumbuh-kembang balita yang baik pula, khususnya dalam tiga tahun pertama usia anak. Tujuan Pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesiapan fisik, dan pengetahuan remaja perempuan terhadap tumbuh kembang balita. Metoda. Penelitian merupakan studi analitik potong lintang pada remaja perempuan siswi SMU di 7 sekolah di Jakarta Timur, yang dilaksanakan Januari 2006 sampai Maret 2006. Setelah mendapat persetujuan penelitian maka dilakukan pemeriksaan fisis dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hemoglobin. Selanjutnya responden mengisi kuesioner untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang tumbuh kembang balita. Hasil. Dari 300 responden diperoleh rerata umur 17,2 tahun, suku Jawa 40,2 % dan umumnya tinggal dengan orang tua (75,7%). Responden yang anemia sebanyak 25,36%, gizi kurang 18,5%, gizi baik 74,4%, gizi lebih 4,7%, dan obesitas 2,3%. Sumber informasi yang berhubungan dengan masalah tumbuh kembang balita hanya 13,6% berasal dari sumber formal yaitu orang tua, guru dan tenaga kesehatan. Remaja yang berpengetahuan tinggi didapatkan sebanyak 19%, pengetahuan sedang 33%, dan pengetahuan rendah 48%. Remaja yang tidak siap menjadi calon ibu secara fisik didapatkan pada 42,3%. Kesiapan pengetahuan didapatkan pada 63,7% remaja, sedangkan kesiapan fisik dan pengetahuan yang memadai didapatkan pada 31,3%. Tidak ada hubungan antara kesiapan responden untuk menjadi calon ibu dengan demografi keluarga dan sumber informasi. Kesimpulan. Lebih dari separuh remaja (57,7%) telah mempunyai kesiapan fisik untuk menjadi calon ibu. Kesiapan pengetahuan remaja terhadap materi tumbuh kembang balita sebesar 63,7 %. Tingkat kesiapan fisik dan pengetahuan remaja menjadi calon ibu sebesar 31,3%. Tidak ada hubungan antara karakteristik keluarga dan sumber informasi dengan kesiapan remaja perempuan SMU di Jakarta Timur untuk menjadi calon ibu.


Scientific Programming | 2016

Kejadian Luar Biasa Hepatitis A di SMPN-259 Jakarta Timur

Hanifah Oswari; Tuty Rahayu; Julfina Bisanto; Soedjatmiko Soedjatmiko

Infeksi virus hepatitis A (VHA) ditularkan melalui transmisi fekal-oral, dan merupakan masalah di banyak negara, termasuk Indonesia. Bila terjadi pada anak usia sekolah akan mempengaruhi proses belajar dan membutuhkan pengeluaran biaya untuk perawatan. Tujuan penelitian ini untuk menentukan attact rate, penyebab, serta gejala penyakit pada Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis akut di SMPN-259 Jakarta Timur. Penelitian ini bersifat prospektif observasional. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah murid seluruhnya 1420 orang (usia 12-16 tahun), 1157 orang mengisi kuesioner yang dibagikan. Dari kuesioner didapatkan attack rate penyakit adalah 38,5 % terdiri dari kelas I 165/ 442 (37,3 %), kelas II 94/338 (27,8 %), kelas III 187/377 (49,6 %). Murid yang memerlukan perawatan di rumah sakit 19/1157 (4,3 %). Tidak didapatkan murid yang meninggal (crude fatality rate = 0). Pengambilan sampel dilakukan secara random pada kelompok murid yang sakit dengan hasil sebagai berikut: IgM anti HAV positif 38/45 (84,4 %) pada murid sakit yang tidak dirawat inap, dan 14/16 (87,5 %) pada murid sakit yang dirawat inap. Gejala klinis pada subyek dengan IgM anti HAV (+) meliputi urin gelap 67 %, lemah 57,7 %, demam 50 %, muntah 48 %, anoreksia 48 %, nyeri perut 46 %, kuning 36,5 %, diare 25 %, dan mialgia 19,2 %. Terdapat 51,6% subyek dengan IgG antiHAV positif pada kelompok subyek yang tidak sakit. Kesimpulan attack rate KLB hepatitis akut di SMPN-259 Jakarta adalah 38,5 % semua anak sembuh 0%. Penyebab KLB hepatitis akut terbukti adalah VHA


Scientific Programming | 2016

Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita

Soedjatmiko Soedjatmiko

Deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis rutin, skrining perkembangan dan pemeriksaan lanjutan. Keluhan orangtua mengenai penyimpangan perkembangan anaknya perlu ditindaklanjuti karena sebagian terbukti benar. Penting pula menanyakan faktor-faktor risiko di lingkungan mikro (ibu), mini (lingkungan keluarga dan tempat tinggal), meso (lingkungan tetangga, polusi, budaya, pelayanan kesehatan dan pendidikan) dan makro (kebijakan program) yang dapat mengganggu tumbuh kembang balita atau dapat dioptimalkan untuk mengatasi gangguan tersebut. Pemeriksaan fisis rutin meliputi pengukuran tinggi dan berat badan, bentuk dan ukuran lingkar kepala, kelainan organ-organ lain dan pemeriksaan neurologis dasar. Skrining perkembangan dapat menggunakan kuesioner atau melakukan pengamatan langsung pada balita. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) berisi 10 pertanyaan untuk setiap kelompok umur, yang ditanyakan kepada orangtua oleh paramedis atau dokter. Buku Pedoman Perkembangan Anak di Keluarga (Depkes RI) menilai 4 keterampilan balita untuk setiap kelompok umur, yang dapat dilakukan oleh paramedis atau kader kesehatan. Pediatric Symptom Checklist (PSC) berisi 35 perilaku anak yang dapat ditanyakan oleh paramedis atau dokter kepada orangtua. Kuesioner Skrining Perilaku Anak Prasekolah menyerupai PSC tetapi hanya berisi 30 pertanyaan. Skrining Perkembangan Denver II mempunyai kepekaan yang cukup baik untuk deteksi gangguan gerak kasar, gerak halus, berbahasa dan personal sosial. Selain itu secara tidak langsung dapat mendeteksi gangguan penglihatan, koordinasi matatangan, pendengaran, pemahaman, komunikasi verbal - non verbal, pemecahan masalah dan kemandirian, namun kurang peka untuk gangguan emosional. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) adalah salah satu alat skrining untuk deteksi dini gangguan spektrum autistik (austistic spectrum disorder) anak umur 18 bulan sampai 3 tahun. Pemeriksaan lanjutan yang komprehensif sebaiknya melibatkan berbagai profesi dan disiplin keilmuan untuk memastikan jenis, derajat dan penyebab gangguan, serta merencanakan tindak lanjut yang komprehensif dan terintegrasi agar anak dapat tumbuh kembang optimal.


Scientific Programming | 2016

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Antigen Vi Polisakarida Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Antigen Vi Polisakarida Kapsular

Hartono Gunardi; Soedjatmiko Soedjatmiko; Rini Sekartini; Jeane Roos Ticoalu

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Upaya pencegahan meliputi perbaikan sanitasi lingkungan, higiene perorangan, persiapan makanan yang baik dan pemberian vaksin. Baik vaksin tifoid peroral maupun parenteral dapat mencegah gejala klinis demam tifoid. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) vaksin antigen Vi polisakarida kapsuler pada anak Indonesia belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui KIPI vaksin antigen Vi polisakarida kapsuler pada anak Indonesia. Metode. Penelitian deskriptif potong-lintang dilakukan pada anak Indonesia sehat umur 2-5 tahun yang mengunjungi Klinik Tumbuh Kembang Utan Kayu pada Juli 2000 atau Klinik Dokter Keluarga Kiara pada Agustus 2000. Digunakan vaksin antigen Vi polisakarida kapsuler (typhim-Vi) dalam kemasan 10 ml. Penyuntikan 0,5 ml vaksin dilakukan oleh dokter Peserta Pendidikan Spesialis Anak pada paha bagian anterolateral dengan menggunakan semprit steril sekali pakai. KIPI dimonitor dengan menggunakan formulir KIPI Departemen Kesehatan. Hasil. Dari 198 anak yang divaksinasi, KIPI yang berhasil dipantau 174 (87,9%) anak. Gejala klinis KIPI yang ditemukan adalah nyeri pada tempat suntikan (44,8%), demam > 38,5∞ C (14,4%), indurasi (9,2%), dan muntah (0,6%). Kesimpulan. KIPI vaksin antigen Vi polisakarida kapsuler penelitian ini cukup komparabel dengan penelitian lain dalam hal demam. Bengkak dan indurasi lebih tinggi dibanding penelitian lain. Hal yang mungkin berperan adalah vial multidosis yang rentan terhadap timbulnya kontaminasi.


Paediatrica Indonesiana | 2009

Quality of home stimulation and language development in children aged 12-24 months living in orphanages and family homes

Yuridyah P. Mulyadi; Soedjatmiko Soedjatmiko; Hardiono D. Pusponegoro

Collaboration


Dive into the Soedjatmiko's collaboration.

Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar

Abdul Latief

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Ari Prayitno

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Researchain Logo
Decentralizing Knowledge