Talasemia beta, sebagai penyakit darah keturunan, menyebabkan pasien di seluruh dunia menderita berbagai tingkat masalah kesehatan karena dampaknya pada sintesis heme. Penyakit ini disebabkan oleh berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai beta-globin, dan gejalanya berkisar dari anemia ringan hingga berat, yang bahkan dapat menyebabkan kematian. Menurut perkiraan global, kejadian tahunan talasemia beta adalah sekitar 1 per 100.000 orang, dan penyebab yang mendasarinya terkait erat dengan cacat pada gen HBB.
Perkembangan talasemia beta bergantung pada sifat mutasi, dan seiring perkembangan penyakit, pasien mungkin memerlukan transfusi darah berulang untuk mempertahankan kadar heme yang memadai.
Saat ini, penyakit ini dibagi menjadi tiga jenis utama: talasemia beta minor, talasemia beta sedang, dan berat. Kasus yang parah biasanya mengalami gejala yang parah dalam dua tahun pertama kehidupan, termasuk anemia, retardasi pertumbuhan, dan kelainan bentuk tulang. Jika tidak diobati, pasien dengan penyakit parah sering menghadapi konsekuensi serius berupa gagal jantung. Oleh karena itu, skrining prenatal sangat penting untuk mengidentifikasi ibu hamil berisiko tinggi sejak dini.
Selain itu, karena sifat genetik beta thalassemia, riwayat kesehatan terkait dalam banyak keluarga juga merupakan pertimbangan penting dalam mencegah penyakit ini.
Mutasi beta thalassemia dapat dibagi menjadi dua kategori: mutasi non-delesi dan mutasi delesi. Mutasi ini terutama memengaruhi sintesis gen globin beta dan dapat disebabkan oleh substitusi basa tunggal atau delesi segmen gen. Kelainan ini secara langsung memengaruhi komposisi heme, yang pada gilirannya memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengangkut oksigen.
Mutasi dapat dibagi menjadi tipe β0 dan β+. Mutasi tipe β0 sepenuhnya mengganggu sintesis β, sedangkan tipe β+ menyebabkan sintesis parsial.
Diagnosis talasemia beta biasanya bergantung pada gejala klinis dan beberapa tes darah. Tes seperti hitung darah lengkap, elektroforesis hemoglobin, dan kadar zat besi serum merupakan alat diagnostik yang penting. Studi pasien telah menunjukkan bahwa pasien dengan talasemia beta memiliki kadar heme A2 yang meningkat, disertai dengan sedikit peningkatan HbF.
Oleh karena itu, skrining dini sangat penting terutama bagi kandidat dengan riwayat keluarga penyakit ini, yang akan membantu mengurangi risiko generasi mendatang terkena penyakit ini.
Saat ini, pengobatan utama untuk pasien β-thalassemia berat adalah transfusi darah rutin, dan penggunaan agen penghilang zat besi untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh kelebihan zat besi. Transplantasi sel punca darah utuh dapat menjadi pengobatan kuratif dalam beberapa kasus, terutama jika donor sel punca yang sesuai tersedia. Terapi gen juga mendapatkan daya tarik dalam banyak penelitian, dan secara teoritis dapat memulihkan sintesis heme normal dengan memperbaiki mutasi.
Perkembangan penting lainnya adalah pengobatan yang diciptakan oleh teknologi penyuntingan gen CRISPR, yang diharapkan akan membuka babak baru dalam pengobatan thalassemia beta.
Meskipun pengobatan yang tersedia saat ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, pengobatan thalassemia beta masih menghadapi tantangan. Bagaimana mengelola penyakit secara efektif dan mengurangi efek samping pengobatan masih menjadi masalah sulit yang harus dihadapi bersama oleh para ilmuwan dan dokter. Seiring dengan berkembangnya pengujian genetik dan teknologi, dapatkah kita menemukan pilihan pengobatan yang lebih efektif di masa mendatang, atau bahkan menembus batasan pengobatan tradisional?