Talasemia beta adalah penyakit darah yang disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit ini ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya sintesis beta globulin dalam tubuh manusia. Kondisi ini dapat menyebabkan manifestasi klinis yang berbeda. Menurut penelitian, insiden global tahunan dari kondisi ini adalah sekitar satu kasus per 100.000 orang. Namun, mengapa beberapa orang secara alami dapat terhindar dari efeknya dan tampak asimtomatik? Isu ini telah menarik perhatian banyak ilmuwan.
Talasemia beta adalah sekelompok kelainan darah bawaan yang secara umum dibagi menjadi tiga jenis utama: talasemia beta minor, talasemia beta sedang, dan talasemia beta mayor. Gejala jenis ini berkisar dari tidak ada gejala atau ketidaknyamanan ringan hingga anemia berat yang memerlukan transfusi darah seumur hidup, dengan kasus yang parah menjadi yang paling parah. Bergantung pada patogenesisnya, talasemia beta dapat disebabkan oleh berbagai jenis mutasi genetik yang mengganggu sintesis beta globin normal.
Mutasi secara umum dibagi menjadi dua kategori: mutasi non-delesi dan mutasi delesi. Mutasi non-delesi biasanya melibatkan substitusi satu basa atau penyisipan kecil, sedangkan mutasi delesi melibatkan delesi seluruh gen. Bergantung pada sifat mutasi, pasien mungkin menunjukkan gejala klinis yang berbeda. Beberapa orang, meskipun mengalami mutasi, mampu mensintesis beta globulin dengan cara normal, yang memungkinkan mereka bertahan hidup tanpa memerlukan perawatan medis khusus.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa variasi pada gen tertentu dapat memberikan perlindungan dan membantu individu melawan dampak talasemia beta.
Dampak perlindungan ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kadar hemoglobin F (hemoglobin janin). Hemoglobin janin memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap oksigen daripada hemoglobin dewasa, yang berarti hemoglobin tersebut dapat terus membawa oksigen secara efisien tanpa adanya hemoglobin dewasa yang normal. Oleh karena itu, jika ibu yang mengandung janin tersebut membawa mutasi gen tertentu untuk beta thalassemia, ia mungkin secara tidak sadar memberikan perlindungan kepada janin tersebut, sehingga menghasilkan anak yang relatif sehat setelah lahir.
Risiko beta thalassemia meningkat secara signifikan berdasarkan riwayat keluarga. Kelompok etnis tertentu, seperti orang Italia, Yunani, Timur Tengah, dan Asia Selatan, lebih mungkin membawa varian gen beta thalassemia. Menariknya, meskipun tingkat mutasi gen keseluruhan dari kelompok tertentu tinggi, masih ada beberapa individu yang terhindar dari efek penyakit tersebut karena kombinasi gen yang berbeda.
Skrining prenatal dan pemeriksaan genetik sangat penting dalam deteksi dini dan pencegahan β-thalassemia. Dengan penyaringan yang efektif, generasi mendatang mungkin dapat terhindar dari ancaman penyakit ini. Para ahli medis menyarankan agar orang-orang dengan riwayat keluarga menjalani pengujian genetik untuk mengetahui status pembawa penyakit mereka.
Menjelajahi dan memahami mekanisme perlindungan potensial dari jenis penyakit ini dapat berkontribusi pada strategi medis dan manajemen penyakit di masa mendatang.
Jadi, apakah ini berarti bahwa komunitas ilmiah dapat menemukan cara baru untuk mengobati atau mencegah beta thalassemia melalui penemuan-penemuan ini?