Baba Barus
Bogor Agricultural University
Network
Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.
Publication
Featured researches published by Baba Barus.
Archive | 2018
Ernan Rustiadi; Baba Barus; Laode Syamsul Iman; Setyardi Pratika Mulya; Andrea Emma Pravitasari; Dedy Antony
Jambi is one of the provinces in Indonesia with rainforests that support a rich biodiversity of flora and fauna. However, in the last two decades, Jambi Province has been experiencing rapid deforestation, expansion of monoculture plantation crops (especially palm oil and rubber), mining activities, and other types of natural resource exploitation. Various forms of anthropogenic disasters such as floods, peat subsidence, and forest fires have become more frequent in this region. Another serious problem is the conflict between different land use policies, especially governmental policies, land grabbing, and encroachment of forest and conservation areas. The objectives of this study are: (1) to overlay the existing land use maps over maps of the regional spatial plan, mining concession areas, and forest status, and (2) to analyze the land use and policy conflicts as well as their consequences. More than 2.2 million hectares (ha), or approximately 44.6% of land in Jambi province, which is located outside the forest area, is abandoned or is unproductive. Approximately 96% or more of the protected area (834,800 ha) is still maintained in accordance with its function. The space use conflicts mainly occur in the form of policy disagreements between the government institutions, namely between central government institutions of spatial planning, forestry, agriculture, as well as energy and mining. Furthermore, conflicts have also occurred because of the disagreement of local communities with the policies of the central government, local governments, and corporations (mostly mining and agricultural companies).
Journal of Regional and Rural Development Planning | 2018
Iwan Kurniawan; Baba Barus; Andrea Emma Pravitasari
Land use activities in Gunung Halimun Salak National Park (GHSNP) that does not comply with the zoning plan of GHSNP cause degradation, deforestation and decreasing GHSNP size, while land use activities intensively in the surrounding of GHSNP (buffer area) that does not comply with the spatial allocation plan may alter landscape configuration that influence ecological processes and biodiversity within national park. Predicting land use and land cover (LULC) change patterns in the future provides important information for identifying areas that vulnerable to changes. Multi-temporal remote sensing data was used to identify LULC, a multi-layer perceptron neural network with a Markov chain model (MLPNN-M) was used to predict LULC in 2025 and to analyze LULC trend, Overlaying analysis was used to analyze the consistency between LULC and spatial allocation regulation in 2025. The results show that LULC in GHSNP and its buffer area consist of prmary forests, secondary forests, mixture crops, plantations, settlements, agriculture, shrubs, and water. The primary forests, secondary forests, mixture crops, and agriculture were predicted to decrease while settlements, plantations and shrubs were predicted to increase. Land conversion trends into secondary forests, plantations, agriculture and shrubs that begin to show centralized patterns within and the boundaries of GHSNP need to be anticipated. In 2025, inconsistency between land use and GHSNP zonation is the existence of mixture crops, plantations, settlements and agriculture outside the special zone whereas inconsistency between land use and spatial allocation regulation is existence of plantations and agriculture in conservation forest, protection forest and production forest.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan | 2017
Nina Widiana Darojati; Baba Barus; Euis Sunarti
Kekeringan sebagai peristiwa alam dan menyerang secara perlahan, telah menimbulkan kerugian bagi petani di Kabupaten Indramayu. Mengingat kekeringan merupakan kejadian yang dapat berulang, maka perlu dilakukan upaya pemantauan dan mengidentifikasi faktor-faktor bahaya kekeringan, agar dapat dikembangkan model bahaya kekeringan. Disamping itu, perlu dilakukan pemetaan untuk diketahui sebaran kekeringan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengembangan pertanian dan kebijakan lainnya, serta dapat meminimalkan kerugian yang mungkin di alami di kemudian hari. Penelitian ini menggunakan metode dengan mengidentifikasi faktor-faktor bahaya kekeringan dan mengembangkan model kekeringan. Tiap-tiap faktor diberi skor dan bobot berdasarkan urutan kepentingan atau pengaruhnya terhadap bahaya kekeringan kemudian digabungkan dengan metode MCE (Multi Criteria Evaluation). Model diterapkan pada 3 (tiga) titik tahun yaitu 2003, 2008 dan 2012 dalam dua versi. Versi 1 yakni dengan tidak menyertakan jarak dari jaringan irigasi dan versi 2 adalah dengan menyertakan jarak dari jaringan irigasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor bahaya kekeringan yang memiliki pengaruh paling besar sampai dengan paling rendah adalah curah hujan, penggunaan lahan, jarak ke sumber air, tekstur tanah, suhu permukaan tanah, sehingga diperoleh model dengan formulasi: H=(0.34SPI)+(0.20L)+(0.19B)+(0.17Jt)+(0.10LST). Sebaran bahaya kekeringan pada model versi 2 memiliki luasan bahaya kekeringan lebih sedikit dari model versi 1 dan memiliki nilai akurasi lebih rendah dari versi 1. Model versi 2 merupakan kondisi ideal, tetapi jaringan irigasi kurang berperan pada masa musim kemarau. Sementara itu, model versi 1 memiliki tingkat validasi yang cukup signifikan. Versi 1 merupakan kondisi yang mendekati keadaan sebenarnya di lapangan. Kata kunci: Kekeringan, bahaya, suhu tanah, evaluasi multi kriteria, Indek Standar Curah Hujan
Analisis Kebijakan Pertanian | 2017
Asnelly Ridha Daulay; Eka Intan Kumala Putri; Baba Barus; Bambang Pramudya Noorachmat
English One-Million Hectaresof Oil Palm Plantation Programin 2000 was deemed as the starting point of lowland conversion in East Tanjung JabungRegency. This study aims to review the impact of development policy in the past on lowland conversion, to compare costsand incomesbetween those of paddy farming and oil palm plantation business, and to analyze constraints to implement the target of Sustainable Land for Food Agriculture Protection(PLP2B) Program. Primary data were collected from observation, focus group discussion, and in-depth interviewwith resource persons, survey and Landsat Imaginary data.Secondary data were gathered from the institutionsat provincial and regency levels. This study explored both qualitative and quantitative methods as well as by overlay of maps in2006, 2010 and 2014. Development policy inconsistency is influenced by change in regency government leadershipwith the new mission not well integrated with the previous programs.On the other hand, land rent of paddy farm was much less than that of oil palm plantation. There are someconstraints to implement the PLP2B Program, namely weak Regional Regulations, lack of coordination among the Regional Government institutions, and limited development budget. It is suggested that the Regency Government to evaluatePLP2B Program target by considering some limiting factors, issuingthe Regent’s Regulation dealing with incentives to farmers and program coordinators, and controlling the regional planning. Indonesia Program Satu Juta Hektare Lahan Sawit tahun 2000 merupakan titik awal terjadinya alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kebijakan pembangunan pada masa lalu terhadap kejadian alih fungsi lahan sawah, perbandingan biaya dan pendapatan usaha tani padi dengan kelapa sawit, dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan target PLP2B. Data primer dikumpulkan melalui observasi, diskusi kelompok, wawancara mendalam dengan narasumber terpilih, survei, serta data Citra Landsat; sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah di Provinsi Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Metode yang digunakan adalah kombinasi kualitatif deskriptif dan kuantitatif serta overlay peta penggunaan lahan tahun 2006, 2010, dan 2014. Inkonsistensi kebijakan pembangunan dilatari terjadinya pergantian pimpinan daerah yang misinya kurang terintegrasi dengan program pembangunan pertanian sebelumnya serta terdapat kesenjangan land rent di mana pendapatan dari lahan sawah jauh lebih rendah dibanding kelapa sawit dengan luasan yang sama. Tantangan menerapkan Perda PLP2B sangat berat: kurang memadainya regulasi, lemahnya koordinasi antarinstansi pemerintah terkait, hingga keterbatasan dana pembangunan. Pemerintah daerah disarankan mengkaji kembali target PLP2B dengan memperhatikan faktorfaktor pembatas, menerbitkan Peraturan Bupati sehingga dapat diatur jenis dan besaran nilai insentif yang diterima petani serta koordinator program serta pengetatan pengawasan implementasi RTRW.
MAJALAH ILMIAH GLOBE | 2016
Tommi Tommi; Baba Barus; Arya Hadi Dharmawan
ABSTRAK Banjir merupakan salah satu fenomena perubahan iklim yang sering terjadi di Kabupaten Karawang. Banjir membawa dampak kerugian yang sangat besar terhadap masyarakat kabupaten yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat bahaya banjir dan tingkat kerentanan petani di daerah bahaya banjir tinggi di Kabupaten Karawang. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, maka analisis dalam penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahapan pertama, dilakukan analisis tingkat bahaya banjir. Analisis tingkat bahaya banjir dilakukan untuk mendapatkan kelas tingkat bahaya banjir lahan sawah di Kabupaten Karawang. Metode yang digunakan dalam analisis tingkat bahaya banjir adalah tumpang susun ( overlay ) peta sawah, peta kejadian banjir, peta drainase tanah, peta curah hujan dan peta administrasi Kabupaten Karawang. Tahapan kedua, dilakukan analisis kerentanan petani di daerah bahaya banjir tinggi. Metode yang digunakan untuk analisis kerentanan petani adalah dengan menghitung indeks kerentanan nafkah atau Livelihood Vulnerability Index (LVI). Data yang digunakan untuk menghitung indeks LVI adalah data responden petani di daerah bahaya banjir tinggi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan daerah di Kabupaten Karawang yang memiliki kelas tingkat bahaya banjir tinggi terdapat di Kecamatan Telukjambe Barat, Telukjambe Timur dan Jayakerta. Tingkat kerentanan nafkah petani di daerah bahaya banjir tinggi pada Kecamatan Telukjambe Barat menunjukkan petani di Dusun Pengasinan dan Dusun Kampek, Desa Karangligar, tingkat kerentanannya lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Dusun Peundeuy, Desa Ciptamarga, Kecamatan Jayakerta. Kata kunci : banjir, tingkat bahaya, kerentanan ABSTRACT Flood is one of the climate change phenomenon that often occurs in Karawang District. Flood impact very big loss to the district community, mostly working in agriculture. This research aim to analyze the level of flood hazards and the vulnerability of farmers in high flood hazard area at Karawang District. The analysis consists of two steps. First step, the analysis of flood hazard level. The analysis aim to obtain flood hazard level class paddy field at Karawang District. The methods are overlay paddy fields maps, event flood maps, soil drainage maps, rainfall maps and administrative maps of Karawang District. The second step, analysis of farmer vulnerability in high flood hazard area. The analysis aim to determine the level of farmers vulnerability in high flood hazard area. The method is Livelihood Vulnerability Index (LVI). The data is respondent farmers in high flood hazard area. Results of this study indicate areas in Karawang District which has a high flood hazard level such as West Telukjambe, East Telukjambe and Jayakerta Sub District. The level of livelihood vulnerability in high flood hazard area shows farmers in Dusun Pengasinan and Dusun Kampek, Karangligar Village, West Telukjambe Sub District is higher than farmers in Dusun Peundeuy,Ciptamarga Village, Jayakerta Sub District. Keywords : flood, hazard, vulnerability
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan | 2016
Siti Maesaroh; Baba Barus; Laode Syamsul Iman
Wilayah pantai Kabupaten Pandeglang saat ini dipenuhi oleh aktivitas ekonomi dan mempunyai potensi pengembangan dengan berbagai problem. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi problem dan menganalisis faktor dominan yang mempengaruhi pemanfaatannya serta kesesuaiannya secara ruang untuk perikanan, budidaya perikanan, pariwisata marin, pelabuhan perikanan, dan konservasi laut. Analisis dilakukan dengan pencarian kriteria melalui pendapat ahli melalui metode Proses Analisis Jaringan (ANP – Analytic Network Process) dan analisis spasial tumpang-tindih. Pembobotan kriteria dan parameter mempunyai pengaruh bersama dalam pengelompokan fungsi kebijakan, ekologi dan sosial-ekonomi. Kriteria yang berperan adalah perencanaan ruang provinsi (RTRWP) dan kabupaten (RTRWK), transportasi, struktur populasi, infrastruktur, kesesuaian fisik, penggunaan lahan dan risiko ancaman bahaya. Lokasi yang sesuai untuk budidaya perikanan laut adalah wilayah pantai kecamatan Pagelaran hingga Panimbang. Daerah konservasi terletak di perairan Taman Jaya di sekitar pulau Badul. Wilayah yang sesuai untuk daerah pariwisata adalah Sukaresmi ke Tanjung Jaya serta pulau-pulau kecil di Ujung Kulon. Pelabuhan perikanan sesuai dibangun di kampung Caringin, Cigondong, Pejamben dan Teluk. Daerah paling sesuai untuk aktivitas perikanan di Kecamatan Labuan, Panimbang dan Sukaresmi.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan | 2016
Baba Barus; Dyah Retno Panuju; Diar Shiddiq
Pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional meluncurkan program pemerintah yang dinamai dengan Reforma Agraria Plus. Program reforma agraria tersebut mempertimbangkan berbagai kriteria lahan antara lain kualitas dan ketersediaan lahan, variabel akses pasar untuk pemanfaatan lahan yang optimum. Salah satu bentuk reforma agraria plus adalah program redistribusi lahan. Percepatan redistribusi lahan dapat dilakukan jika proses identifikasi lahan tersedia memanfaatkan teknologi informasi spasial untuk efisiensi waktu dan cakupan area. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pilihan variabel penting untuk mengidentifikasi lahan tersedia untuk alokasi program reforma agraria. Penelitian dilakukan di Provinsi Riau dan Jawa Barat. Identifikasi lahan tersedia diawali dengan penyusunan database. Selanjutnya berdasarkan kriteria status kawasan, kesesuaian fisik, status penguasaan, dan penutupan lahan, luas lahan ditapis dengan metode evaluasi kriteria jamak dan dua alternatif. Alternatif-1 adalah kriteria ideal yaitu tingkat kesesuaian minimum S3, bukan lahan HGU, penggunaan untuk pertanian dan bukan kawasan lindung serta dekat jalan; dan alternatif-2 sama dengan alternatif-1 kecuali penguasaan HGU dalam waktu dekat (< 5 tahun) habis. Luas lahan yang diperoleh didistribusikan ke masyarakat petani/nelayan berlahan sempit. Hasil penelitian menunjukan penerapan kombinasi variabel terpilih yang berbeda dalam proses filter menghasilkan luasan berbeda. Hasil identifikasi luas lahan tersedia untuk alokasi program reforma agraria di Jawa Barat dan Riau menunjukkan bahwa kebutuhan hidup minimum masyarakat kedua lokasi berbeda. Perbedaan standar kebutuhan hidup minimum dan struktur harga serta tingkat kesuburan wilayah berimplikasi pada perbedaan luas lahan minimum bagi petani. Petani di Jawa Barat membutuhkan lahan lebih kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup dibandingkan petani di Riau. Lahan tersedia di Riau menyebar di seluruh kabupaten/kota, sedangkan di Jawa Barat beberapa kabupaten tidak terdapat lahan tersedia untuk alokasi khususnya di wilayah Kabupaten Bekasi, Cirebon, Indramayu, dan kota Depok.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan | 2016
Dwi Ratnawati Christina; Ernan Rustiadi; Baba Barus
Dengan dibuatnya UU No 41, 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) diharapkan mampu mengontrol kecepatan konversi lahan sawah ke penggunaan lain. Peraturan ini masih baru sehingga belum banyak diimplementasikan, termasuk penentuan wilayah, lahan utama dan lahan cadangan. Jawa Barat adalah provinsi kontributor pangan beras terbesar secara nasional, yang didukung dengan adanya lahan sawah yang potensial. Analisis spasial dapat digunakan untuk menentukan daerah lahan potensial pertanian pangan berkelanjutan di provinsi berbasis data dan informasi pendukung. Tujuan studi ini adalah (1) menginventarisasi data dan informasi untuk identifikasi lahan potensial perlindungan lahan pangan berkelanjutan, (2) mengindentifikasi lahan pangan potensial di tingkat provinsi dan kabupaten, dan (3) mengembangkan data dan informasi lokasi potensial untuk diusulkan menjadi kawasan, lahan pangan utama dan lahan cadangan perlindungan lahan pangan berkelanjutan pada tingkat provinsi dan kabupaten. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor utama dalam penentuan daerah pertanian pangan berkelanjutan adalah ketersediaan lahan. Di tingkat provinsi, hasil menunjukkan adanya usulan perencanan wilayah yang umum, termasuk penggabungan beberapa kawasan yang kecil dan indikasi adanya daerah lahan utama dan cadangan. Usulan perencanaan pada tingkat provinsi dapat dipakai sebagai referensi dalam persiapan usulan pada tingkat kabupaten, dengan data yang lebih detil pada kawasan, lahan utama dan cadangan, bersamaan dengan prediksi luasan lahan. Pada tingkat kabupaten, implementasi PLP2B sebaiknya diintergrasikan dengan partisipasi masyarakat.
Conservation Letters | 2014
Janice Ser Huay Lee; Sinan Abood; Jaboury Ghazoul; Baba Barus; Krystof Obidzinski; Lian Pin Koh
Theory of Computing Systems \/ Mathematical Systems Theory | 2011
Bambang H. Trisasongko; Dyah Retno Panuju; Boedi Tjahjono; Baba Barus; Hari Wijayanto; M. A. Raimadoya; Irzaman Irzaman