Bambang Juanda
Bogor Agricultural University
Network
Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.
Publication
Featured researches published by Bambang Juanda.
TATALOKA | 2018
Eka Purna Yudha; Bambang Juanda; Lala M. Kolopaking; Rilus A. Kinseng
In 2014, the Government enacted Law No. 6/2014 on Villages with a view to reconstructing village financial and asset management arrangements to accelerate the inclusive and sustainable development of rural areas. The purpose of this study is to analyze the influence of village financial management on the performance of rural development. The study was conducted on 326 Villages in Pandeglang District. The analytical tool of the study using Geographically Weighted Regression (GWR) modeling will look at how the village expenditure is included in the Village Revenue and Expenditure Budget (APBDes). Expenditure of development (infrastructure) of the village has the greatest impact on the performance of village development with the value of elasticity of 0.637. The influence of village expenditure on the GWR model is strongly influenced by the geographical, demographic, and socio-economic conditions of rural communities, resulting in varying outcomes in each village.
International journal of scientific and research publications | 2018
Sukanto; Bambang Juanda; Akhmad Fauzi; Sri Mulatsih
Specific allocation funds to the regions are still needed due to inequality of regional financial capacity. Areas with low financial capability are identical to those underdeveloped regions, which have relatively low levels of economic growth and high level of unemployment. This study analyzes the impact of specific allocation funds on economic growth and unemployment through the regional expenditure mechanism, using panel data from 2010-2015, while the simultaneous equation model is estimated using the Two Stage Least Square (2SLS) method. The results of the study indicate that the Specific Allocation Fund does not affect capital expenditures in the regency areas, but does so in the cities. Specific Allocation Funds have a significant influence on economic growth and unemployment through capital expenditure transmission. Going forward, the government needs to increase.
MAJALAH ILMIAH GLOBE | 2016
Inti Pertiwi Nashwari; Ernan Rustiadi; Hermanto Siregar; Bambang Juanda
ABSTRAK Empat puluh persen (40%) masyarakat Indonesia yang terlibat dalam pertanian masih hidup di bawah garis kemiskinan. Berbagai upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi tingginya jumlah petani miskin belum mampu menurunkan kemiskinan petani secara berarti. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh kegiatan pertanian, fasilitas fisik pertanian dan akses kelembagaan petani terhadap pengurangan kemiskinan petani tanaman pangan di Provinsi Jambi. Provinsi Jambi dipilih sebagai lokasi penelitian karena wilayah ini memiliki kemiskinan di pedesaan yang tinggi dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang paling rendah di Indonesia. Pendekatan spasial metode Geographically Weighted Regression (GWR) dipilih sebagai pendekatan alternatif dalam analisis kemiskinan petani karena dapat mempertimbangkan adanya keragaman karakteristik kemiskinan dan penyebab kemiskinan yang berbeda di masing-masing wilayah. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa banyaknya desa dengan jaringan jalan beton/aspal berpengaruh signifikan dalam menurunkan kemiskinan petani tanaman pangan di beberapa kecamatan Kabupaten Kerinci, satu kecamatan di Kabupaten Merangin dan seluruh kecamatan di Kabupaten Sungai Penuh. Semakin besar persentase desa yang melakukan kegiatan pemberdayaan dana bergulir/simpan pinjam untuk modal usaha pertanian selama tiga tahun terakhir di Kabupaten Sungai Penuh dan beberapa kecamatan di Kabupaten Kerinci akan menurunkan jumlah kemiskinan petani tanaman pangan di wilayah tersebut. Keberadaan fasilitas irigasi dan kegiatan pertanian tidak ada yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan kemiskinan petani tanaman pangan. Kata kunci : kemiskinan, petani tanaman pangan, analisis spasial, Geographically Weighted Regression ABSTRACT Forty percent (40%) of Indonesian people in agriculture sectors are still living under the poverty line. The government policies have been implemented to reduce poor farmers but it’s not significant. The purpose of this study is to describe the spatial pattern of agricultural activity, the agricultural facilities and farmers access to the farm institution and to analyze its impact on poverty reduction in food crop farmers in Jambi Province. Jambi Province is selected because have high number of poverty in rural area and the lowest Farmer’s Term of Trade Indices (NTP) in Indonesia. Spatial approach Geographically Weighted Regression (GWR) was used to analyze the factors influencing the poverty among food crops famers and consider the diversity of the characteristics of poverty and a cause of poverty is different in each region. The result of this study are rural area with asphaltroads was significantly influence reducing poverty food crop farmers in several districts Kerinci, districts Merangin and districts Sungai Penuh. Rural area with empowerment activities by revolving fund for agriculture also significantly influence reducing poverty food crop farmers in the district Sungai Penuh and district Kerinci in the last three years. The irrigation facilities and agricultural activities not significant reduce farmers crops poverty. Keywords : poverty, food crop farmer, spatial analysis, Geographically Weighted Regression
Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik | 2016
Bambang Juanda; Dedy Heriwibowo
Implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia hingga saat ini belum sepenuhnya memberikan pengaruh positif. Permasalahan kemiskinan, kesenjangan antardaerah dan individu yang memburuk, rendahnya kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur masih mendominasi masalah daerah, sehingga diperlukan kebijakan yang mendorong terwujudnya belanja daerah yang berkualitas dalam rangka konsolidasi desentralisasi fiskal di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mendefinisikan belanja pemerintah daerah yang berkualitas, mengidentifikasi regulasi yang bermasalah, dan memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan yang mendorong terwujudnya belanja berkualitas. Kebijakan belanja daerah yang berkualitas merupakan upaya yang dilakukan pemerintah agar belanja daerah dialokasikan sesuai dengan prioritas pembangunan daerah, yang digunakan secara efisien dan efektif, tepat waktu, transparan, dan akuntabel. Namun masih terdapat berbagai regulasi saat ini yang cenderung belum sinkron dan menghambat terwujudnya belanja daerah yang berkualitas. Agenda reformasi kebijakan yang mendukung terwujudnya belanja daerah yang berkualitas perlu ditekankan pada aspek penguatan daerah dalam menyusun dan melaksanakan prioritas anggaran, penyederhanaan mekanisme pembahasan anggaran, penerapan kerangka pengeluaran jangka menengah, alokasi DAK berdasarkan proposal kegiatan untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal dan prioritas nasional, penganggaran hibah dan bansos yang lebih transparan dan akuntabel, serta penyederhanaan dan pengintegrasian sistem pelaporan pemerintah daerah.
Sosiohumaniora | 2015
Enirawan; Setia Hadi; Bambang Juanda; Ernan Rustiadi
Isu ketahanan pangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yakni ketersediaan pangan yang memadai di tingkat wilayah, namun merupakan daerah rentan pangan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif ketahanan pangan dan analisis regresi. Kinerja ketahanan pangan pada aspek ketersediaan adalah surplus, namun pada aspek distribusi belum stabil sedangkan aspek konsumsi ditandai masih tingginya persentase penduduk miskin dan rasio kasus gizi buruk per 1000 penduduk walau dengan trend menurun. Untuk meningkatkan ketahanan pangan wilayah di Provinsi NTB maka perlu upaya peningkatan produktivitas lahan pertanian, peningkatan akses lembaga keuangan, peningkatan peran koperasi dalam mendukung kegiatan usaha tani dan distribusi pangan, Pendidikan masyarakat serta pengembangan pelayanan kesehatan di Provinsi NTB
Sosiohumaniora | 2014
Ahmadriswan Nasution; Ernan Rustiadi; Bambang Juanda; Setia Hadi
Penelitian ini meneliti dampak partisipasi dalam kelompok kemasyarakatan (kegiatan keagamaan, olah raga, dan arisan) terhadap pendapatan (dengan proksi pengeluaran perkapita) rumah tangga di perdesaan Indonesia. Hasil penelitian menemukan ada hubungan kausal dua arah antara pengeluaran perkapita dan akses pada kegiatan kemasyarakatan. Hal ini menunjukkan adanya masalah endogenitas, sehingga artikel ini menggunakan pendekatan probit kuadrat terkecildua tahap (2SPLS) yang dapat mengontrol endogenitas. Dengan menggunakan data hasil survei Badan Pusat Statistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan secara positif memengaruhi pengeluaran perkapita, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pengeluaran perkapita dan lama sekolah kepala rumah tangga secara positif terkait dengan akses terhadap organisasi kemasyarakatan. Dari temuan ini, strategi pemerintah untuk untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga di perdesaan dapat bersifat kelompok dengan mendorong jumlah dan kegiatan organisasi kemasyarakatan dan akan mengurangi kemiskinan lebih cepat di perdesaan.
Sosiohumaniora | 2014
Asep Agus Handaka Suryana; Akhmad Fauzi; Bambang Juanda; Ernan Rustiadi
Penelitian bertujuan menganalisis produktivitas dalam perikanan budidaya air tawar di Jawa Barat telah dilakukan pada bulan Juni 2012 sampai Januari 2013. Data yang digunakan berupa data primer diambil dari 273 responden pembudidaya di Kabupaten Bandung, Cianjur, Subang dan Indramayu secara purposive. Dalam penelitian ini, digunakan Interspatial Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan variant dari Tornquist Index untuk menjelaskan perbedaan produktivitas interspasial sistem budidaya perikanan air tawar di Jawa Barat. Indeks TFP kemudian diregresikan terhadap luas lahan budidaya, kualitas benih, kualitas pakan dan dummy sistem budidaya untuk mengestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat TFP. Berdasarkan data sekunder nilai tengah index interspatial TFP dalam sistem budidaya kolam 0.636 sampai 2.965, dalam sistem budidaya mina sawah 0.310 sampai 3.050, dan dalam KJA mulai dari 0.908 sampai 1.737 Nilai TFP dari data primer mulai dari 0.697 sampai 2.133. Hasil regresi memperlihatkan variabel kualitas benih dan kualitas pakan memainkan peran paling dominan terhadap peningkatan nilai TFP. Perubahan TFP berimplikasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto, Pendapatan Asli Daerah, dan Tenaga Kerja Perikanan Jawa Barat. Kata kunci: Total Factor Productivity, budidaya perikanan air tawar, ekonomi wilayah
IOSR Journal of Humanities and Social Science | 2014
Untung Turua; Setia Hadi; Bambang Juanda; Endah Murniningtyas
This research analyses potential of land resources, village ecology, and culture of Papuan farmers in making use of land resources in Keerom regency, for the development of Papuan farmers’ economy. The class of land suitability was found through the study of document Studies for Agriculture Technology Papua Province, office of agriculture, and also the office of forestry and plantation of Keerom regency. The mapping of commodities was found through the analysis of the map and field survey with the approach of landform and the analysis of geomorphology, and the identificatin of ecology potentials. The culture of papuan farmers was found trhough Focused Group Discussion (FGD) and direct contact with the villagers. The result shows that the class of land suitability for the mapping of commodities of crops, horticulture and plantation,are spread in the districts of Arso, Arso Timur and Waris. Keerom Papuan farmers have not maximally used the farming land because they are still depending on the natural resources. The use of technological tools by papuan farmers is still low. Papuans also do not have capitals for the next planting season, compared with non Papuan farmers. Social capital is so strong that have negative impacts to the income.
IOSR Journal of Humanities and Social Science | 2014
Luh Putu Suciati; Bambang Juanda; Akhmad Fauzi; Ernan Rustiadi
Generally, System of Rice intensification (SRI) well known as paddy cultivation which are environmentally friendly and water-saving method. Its application has many advantages beside some obstacles. The choice of paddy cultivation method depends on risk factor and farmer. Incentives and compensation for farmer groups will support farmer interest to apply SRI method. Incentive for environment service, in relation with benefit transfer between the user of water resources in rural and urban area, can be the solutions of self finance alternative. The result of dynamics analysis explains that incentives for environmental services gives immediate effect againt the interest of farmer in applying SRI method than incentive from goverment and incentive for SRI grain price. One of the effort to reduce the problem of SRI application through incentives mechanismis developing institutional arrangement in macro ad micro level. The incentives scheme involves farmer group and agriculture stakeholdesr in micro level and the Ministry of State Enterprises and PAM Jaya in macro level. Keyword: water resources, incentive, system of rice intensification
Sosiohumaniora | 2013
Adhitya Wardhana; Bambang Juanda; Hermanto Siregar; Kodrat Wibowo
Pemerintah Pusat berdasarkan UU No 33/2004 memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah. Dana transfer pusat tersebut digunakan sebagai perimbangan keuangan daerah. Dana transfer yang diberikan pemerintah seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang difungsikan sebagai stimulus fiskal bagi daerah. Dana transfer pusat diharapkan akan memberikan peningkatan pembangunan bagi daerah. Namun dana transfer pusat tersebut belum memberikan penurunan ketimpangan pendapatan antar daerah. Dana transfer pusat ini setidaknya dapat menutupi kebutuhan daerah. Ketimpangan pendapatan setiap daerah akan terjadi tetapi pemerintah akan memikirkan bagaimana ketimpangan pendapatan daerah dapat diturunkan. DAU merupakan salah satu hibah dari pemerintah pusat untuk menurunkan ketimpangan pendapatan antar daerah. Adanya aturan hold-harmless menjadikan pemberian DAU minimum sama dengan tahun lalu yang mengakibatkan fungsi DAU tidak berjalan. Fungsi DAU yaitu daerah yang kapasitas fiskal rendah akan diberikan DAU relatif besar. Dengan diberlakukan hold harmless membuat fungsi DAU tidak terjadi. Aturan hold harmless sudah tidak digunakan lagi setelah tahun 2009. Dalam penelitian ini mencoba untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan di Indonesia melalui instrumen fiskal seperti DAU dan DAK. Periode penelitian tahun 2001-2010 menggunakan regresi panel data. Hasil yang estimasi yang didapat yaitu DAU, DAK, infrastruktur jalan, aturan hold harmless dan jumlah penduduk mempengaruhi signifikan terhadap ketimpangan pendapatan. Selain melihat hasil estimasi dari persamaan ketimpangan pendapatan, penelitian ini akan melihat perkembangan ketimpangan pendapatan provinsi di Indonesia dengan menggunakan indeks Williamson. Hasil yang didapat ketimpangan pada daerah miskin lebih merata dibandingkan daerah kaya. Penentuan daerah kaya dan daerah miskin menggunakan median PDRB perkapita.