Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Djajadiman Gatot is active.

Publication


Featured researches published by Djajadiman Gatot.


Vaccine | 2017

Pneumococcal vaccination for splenectomized patients with thalassemia major in Indonesia

Teny Tjitra Sari; Arwin P. Akib; Djajadiman Gatot; Alida Harahap; Saptawati Bardosono; Sri Rezeki Hadinegoro

INTRODUCTION Streptococcus pneumoniae is a capsulated bacterium that can cause severe infection in patients with thalassemia major, particularly those who have undergone splenectomy. The absence of the spleen as well as zinc deficiency in splenectomized patients with thalassemia major increases the possibility of developing invasive pneumococcal infection. The aims of this study are to evaluate pneumococcal IgG levels following PCV and PPV immunizations and the effect of zinc supplementation on qualitative specific immune responses in splenectomized patients with thalassemia. METHODS Splenectomized patients with thalassemia major were administered a PCV pneumococcal vaccine (Prevenar 13®) at the start of the trial, after which they were randomly assigned to 2 groups (zinc and placebo group). After 8weeks, the patients received a PPV pneumococcal vaccine (Pneumovax®). Zinc syrup was provided to the zinc group at a dose of 1.5mg/kg/day (maximum of 50mg/day). Pneumococcal IgG examinations were conducted at the start of the trial and after 12weeks. RESULTS In the group without PPV, the median initial pneumococcal IgG value was 315 (ranging from 65 to 1419) mU/mL for the zinc group and 338.5 (ranging from 82 to 1648) mU/mL for the placebo group. The median final pneumococcal IgG value was 1812.5 (ranging from 834 to 2444) mU/mL for the zinc group and 2857.5 (ranging from 834 to 2624) for the placebo group. The increase in the pneumococcal IgG value between the two groups was comparable (p=0.642). In the group with previous PPV, the median initial pneumococcal IgG value was 1333 (ranging from 793 to 2031) mU/mL for the zinc group and 880 (ranging from 74 to 1686) mU/mL for the placebo group. The median final pneumococcal IgG value was 1487 (ranging from 635 to 1757) mU/mL for the zinc group and 1012 (ranging from 292 to 1732) mU/mL for the placebo group. The increase in the pneumococcal IgG value between the two groups was comparable (p=0.528). CONCLUSION There is no difference in the increase in pneumococcal IgG level in splenectomized patients with thalassemia major prior to and after receiving PPV. There were no differences observed in the development of pneumococcal IgG following zinc supplementation.


Scientific Programming | 2016

Hepatoblastoma di Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta: peran kemoterapi preoperatif

Ringoringo Hp; Endang Windiastuti; Djajadiman Gatot

Latar belakang: hepatoblastoma adalah tumor yang jarang ditemukan, namun merupakan tumor ganas primer hati yang paling banyak pada masa kanak-kanak. Sejak diperkenalkan rejimen kemoterapi untuk penanganan hepatoblastoma, angka kelangsungan hidup pasien meningkat. Tujuan penelitian: untuk mengetahui profil hepatoblastoma anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan menilai efektifitas kemoterapi preoperatif Bahan dan Cara: sampel penelitian adalah semua pasien hepatoblastoma baru yang dirawat di Divisi Hematologi Onkologi Departemen IKA FKUI RSCM, Pebruari 1999 sampai dengan Pebruari 2005. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran histopatologi jaringan tumor. Sebelum mendapatkan kemoterapi, dilakukan pemeriksaan kadar alfa feto protein serum (AFP) dan pemeriksaan radiologis untuk menentukan stadium penyakit. Semua pasien mendapat kemoterapi menurut protokol PLADO yang terdiri dari sisplatin (80 mg/kgBB/hari) dan doksorubisin (30 mg/kgBB/hari). Evaluasi respons pengobatan dilakukan setelah pasien mendapat kemoterapi minimal sebanyak 2 siklus, berupa pemantauan klinis, pemeriksaan kadar AFP, dan pemeriksaan USG / CT scan abdomen. Operasi pengangkatan tumor dilakukan bila setelah pemberian kemoterapi massa tumor dianggap dapat direseksi. Hasil: selama kurun waktu 6 tahun terdapat 14 pasien hepatoblastoma rentang usia antara 3 bulan sampai 54 bulan, dengan median 7 bulan. Enam pasien laki-laki dan 8 pasien perempuan. Semua pasien datang dengan keluhan utama perut yang semakin membesar. Kadar AFP meningkat pada semua pasien dengan median 323 ng/ml. Pemeriksaan USG, CT scan dan MRI abdomen menunjukkan massa tumor ditemukan pada kedua lobus hati pada 7 pasien, sedang pada 7 pasien lainnya massa tumor hanya pada 1 lobus. Semua pasien datang pada stadium III. Biopsi hati yang dilakukan, menunjukkan gambaran histopatologi jenis epitelial fetal (9), epitelial mesenkimal (2), epitelial fetal-embrional (1), dan 1 jenis mesenkimal. Pada 1 pasien konfirmasi diagnosis hanya berdasarkan pemeriksan CT scan abdomen dan kadar AFP. Pemberian kemoterapi preoperatif (protokol PLADO) pada 8 pasien menunjukkan respons yang cukup baik, yang ditandai oleh pengecilan massa tumor dan penurunan kadar AFP. Kesimpulan: Umumnya pasien hepatoblastoma datang dalam stadium lanjut dan pemberian kemoterapi preoperatif menunjukkan respons yang baik untuk selanjutnya dapat dilakukan tindakan pembedahan.


Scientific Programming | 2016

Toksisitas Kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut pada Fase Induksi dan Profilaksis Susunan Saraf Pusat dengan Metotreksat 1 gram

Ketut Ariawati; Endang Windiastuti; Djajadiman Gatot

Latar belakang. Toksisitas kemoterapi dipengaruhi oleh sifat antiproliferasi obat sitostatik dan akan merusak sel yang mempunyai aktivitas proliferasi yang tinggi. Oleh sebab itu pemberian kemoterapi dapat menimbulkan efek samping. Tujuan. Mengetahui efek samping kemoterapi leukemia limfoblastik akut (LLA) pada fase induksi dan fase profilaksis susunan saraf pusat secara klinis maupun laboratorium Metode. Penelitian retrospektif deskriptif terhadap semua pasien leukemia limfoblastik akut baru dalam periode Januari 2005 – Desember 2006 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta Hasil. Didapatkan 41 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dari 126 kasus baru LLA, terdiri dari pasien risiko tinggi (12 orang), dan risiko biasa (29 orang). Median usia 5,5 tahun, median lama pengamatan 39 minggu. Remisi setelah fase induksi didapatkan 86,2% pada risiko biasa, 75% pada risiko tinggi. Pada fase induksi penurunan terendah terjadi setelah pemberian kemoterapi yang pertama dan kedua. Pada fase profilaksis penurunan kadar hemoglobin, leukosit, ANC, trombosit yang terendah terjadi bervariasi yaitu setelah pemberian metotreksat (MTX) 1 g/m2 yang pertama, kedua, dan ketiga. Peningkatan kadar SGOT/ SGPT yang tertinggi yaitu 7 – 12 kali normal terjadi pada fase induksi minggu kedua, sedangkan pada fase profilaksis peningkatan tertinggi yaitu 8,5 – 10 kali normal terjadi setelah pemberian (MTX) 1 g/m2 yang pertama. Didapatkan 7 orang dengan neuropati perifer setelah pemberian vinkristin yang kedua. Kesimpulan. Toksitas kemoterapi LLA pada fase induksi terjadi setelah pemberian kemoterapi yang pertama dan kedua, sedangkan pada fase profilaksis SSP dengan MTX 1gram/m2 terjadi setelah pemberian pertama, kedua, dan ketiga.


Scientific Programming | 2016

Hubungan antara Faktor Risiko pada Ibu dan Kondisi Neonatus dengan Jumlah Eritrosit Berinti pada Neonatus Tunggal Cukup Bulan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

Ellya Marliah; Rinawati Rohsiswatmo; Djajadiman Gatot

Latar belakang. Jumlah eritrosit berinti (EB) pada neonatus berpotensi menjadi prediktor kondisi neonatus, seperti perlunya perawatan intensif. Hal tersebut belum pernah diteliti di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Tujuan. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko pada ibu dan kondisi neonatus dengan jumlah EB pada neonatus tunggal cukup bulan. Metode. Studi potong lintang analitik pada neonatus tunggal cukup bulan dan ibunya antara bulan Maret sampai Juni 2008 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM. Penghitungan jumlah EB dilakukan pada sediaan apusan darah tepi yang diambil dari vena tali pusat dan dihitung per 100 leukosit. Hasil. Didapatkan 117 pasang ibu melahirkan dan neonatus tunggal cukup bulan antara bulan April - Mei 2008. Rerata usia ibu saat melahirkan adalah (28,9+6,38) tahun (rentang 17-42 tahun). Rerata usia gestasi 38 minggu dan rerata berat lahir 3,051 g dengan rentang (1,900-4,100) g. Peningkatan jumlah EB didapatkan pada 39,3% neonatus. Rerata jumlah EB (4,7+4,29) (0-22 EB) per 100 leukosit. Nilai EB 4 memberikan sensitivitas dan spesifisitas terbaik, yaitu 73,3% dan 65,7% dengan area under the curve (AUC) 0,771. Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara riwayat ibu perokok pasif, nilai Apgar menit pertama yang rendah, terdapat mekonium pada air ketuban, dan perawatan intensif neonatus dengan jumlah EB. Peningkatan jumlah EB dapat dipakai untuk menentukan kemungkinan bayi akan mendapat perawatan di ruang intensif. Penelitian lanjutan perlu dilakukan terhadap masing-masing faktor risiko kehamilan dan persalinan terhadap jumlah EB untuk memahami patogenesis hipoksia pada neonatus sehingga dapat direncanakan upaya-upaya preventif.


Scientific Programming | 2016

Validasi Sistem Skoring Rondinelli untuk Mendeteksi Komplikasi Infeksi Berat pada Pasien Leukemia Limfoblastik Akut L1 dengan Demam Neutropenia Selama Kemoterapi Fase Induksi

Renno Hidayat; Djajadiman Gatot; Mulyadi M. Djer

Latar belakang. Anak dengan keganasan yang mendapatkan pengobatan kemoterapi sering mengalami episode demam neutropenia. Kondisi ini akan meningkatkan risiko infeksi yang berat akibat penurunan fungsi utama neutrofil sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme asing. Rondinelli dkk telah mengusulkan suatu sistem skoring untuk memprediksikan terjadinya komplikasi infeksi berat pada pasien keganasan dengan demam neutropenia selama pemberian kemoterapi sehingga diperoleh tata laksana yang sesuai. Tujuan. Mengetahui apakah sistem skoring Rondinelli dapat membantu mendeteksi risiko terjadinya komplikasi infeksi berat dengan LLA-L1 yang mengalami demam neutropenia selama pemberian kemoterapi fase induksi. Metode. Penelitian uji diagnostik metode potong lintang retrospektif dengan membandingkan sistem skoring Rondinelli terhadap baku emas terjadinya komplikasi infeksi berat berupa kondisi septikemia disertai terdapatnya bakteremia pada kultur darah. Sampel diambil dari data sekunder berupa rekam medis pasien LLA-L1 yang menjalani rawat inap di bangsal Departemen IKA FKUI/RSCM mulai bulan Januari 2010 hingga bulan Agustus 2012. Subyek penelitian adalah pasien anak berusia 0 hingga 18 tahun dengan Leukemia limfoblastik akut L1 (LLA-L1) yang mengalami episode demam neutropenia yang pertama kali selama pemberian kemoterapi fase induksi. Hasil. Penelitian dilakukan pada 30 subyek yang memenuhi kriteria inklusi. Insiden komplikasi infeksi berat saat episode demam neutropenia yang pertama kali pada pasien LLA-L1 selama pemberian kemoterapi fase induksi 30%. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif skoring Rondinelli berturut-turut adalah 66,7%; 90,5%; 75%; 86,3%; 6,94; dan 0,36. Area di bawah kurva ROC pada penelitian ini 0,759. Kesimpulan. Sistem skoring Rondinelli merupakan instrumen yang cukup baik untuk mendeteksi komplikasi infeksi berat pada anak dengan LLA-L1 yang mengalami demam neutropenia selama pemberian kemoterapi fase induksi.


Scientific Programming | 2007

Perjalanan Penyakit Purpura Trombositopenik Imun

Elizabeth Yohmi; Endang Windiastuti; Djajadiman Gatot

Latar belakang. Purpura trombositopenia imun merupakan kelainan hematologi yang umum dijumpai, ditandai dengan penurunan jumlah trombosit disertai manifestasi perdarahan berupa perdarahan kulit. Tata laksana yang terbanyak adalah pemberian kortikosteroid baik dalam bentuk tunggal atau kombinasi. Sebagian besar pasien akan mengalami remmisi dalam 6 bulan, sedang selebihnya dapat menjadi kronik. Tujuan. Mendapatkan gambaran klinis, respons terhadap terapi dan perjalanan penyakit anak dengan purpura trombositopenik imun (PTI) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metoda. Dilakukan penelusuran data rekam medis pada anak (usia 0-18 tahun) dengan PTI baru yang berobat ke Divisi Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo antara Juli 2003 sampai Mei 2006. Hasil. Enam puluh enam pasien dengan PTI berhasil diidentifikasi, terdiri dari 43 laki-laki dan 23 perempuan, usia rerata 4,78 tahun (rentang 1 bulan – 14,9 tahun; puncaknya usia 2-5 tahun). Manifestasi perdarahan terbanyak berupa petekie (59) diikuti epistaksis (12), perdarahan mukosa mulut (8), perdarahan subkonjungtiva (5), hematemesis/melena (4), dan hematuria (3). Tujuh belas mengalami lebih dari 1 gejala. Tidak ada yang mengalami perdarahan intrakranial maupun meninggal dunia. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang dilakukan pada 15 pasien dan hanya 1 yang menunjukkan gangguan pematangan sistem granulopoetik. Tujuh belas pasien tidak mendapatkan terapi dan hanya memerlukan observasi, sedang 49 pasien lainnya mendapat terapi. Pengobatan terdiri dari pemberian kortikosteroid (24/49), kortikosteroid serta transfusi trombosit (23/49), kortikosteroid dan imunosupresan (1/49), dan kortikosteroid dan imunoglobulin (1/49). Pasien PTI yang mengalami remisi sebanyak 38 pasien dan sebagian besar remisi terjadi kurang dari 6 minggu (30/38). PTI kronik didapatkan pada 9 pasien. Sembilan belas pasien tidak diketahui perjalanan penyakitnya karena tidak kontrol. Semua pasien berusia di bawah 1 tahun mengalami remisi dalam 6 bulan dan tidak ada yang menjadi kronik. Pasien berusia di bawah 10 tahun lebih banyak yang mengalami remisi dalam 6 bulan (PTI akut) dibandingkan dengan anak yang berusia di atas 10 tahun. Kesimpulan. PTI ditemukan lebih banyak pada anak laki-laki dari pada anak perempuan (1,8:1). Usia rerata awitan PTI 4,78 tahun; puncak kejadian pada usia 2-5 tahun. Manifestasi perdarahan terbanyak berupa petekie, diikuti epistaksis, perdarahan mukosa mulut, perdarahan subkonjungtiva, hematemesis/melena, dan hematuria Sebagian besar kasus sembuh dalam 6 minggu. Sebagian besar pasien mendapatkan terapi kortikosteroid, baik sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi. Anak berusia di bawah 1 tahun semuanya mengalami remisi dan tidak ada yang menjadi kronik.


Medical Journal of Indonesia | 2004

Peripheral blood and hemoglobin electrophoresis pattern in beta thalassemia major patients receiving repeated blood transfusion

Riadi Wirawan; Santy Setiawan; Djajadiman Gatot


Acta medica Indonesiana | 2013

Correlation between T2* cardiovascular magnetic resonance with left ventricular function and mass in adolescent and adult major thalassemia patients with iron overload.

Mulyadi M. Djer; Anggriawan Sl; Djajadiman Gatot; Amalia P; Sudigdo Sastroasmoro; Widjaja P


Paediatrica Indonesiana | 2016

Relationships between plasma zinc and ferritin with nutritional status in thalassemic children

Luszy Arijanty; Sri Sudaryati Nasar; Bambang Madiyono; Djajadiman Gatot


Scientific Programming | 2016

Infeksi Jamur Sistemik pada Pasien Immunocompromised

Djajadiman Gatot

Collaboration


Dive into the Djajadiman Gatot's collaboration.

Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar

Abdulsalam M

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Markum Ah

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Muslichan S

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar

Wahidiyat I

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Researchain Logo
Decentralizing Knowledge