Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Hardinsyah is active.

Publication


Featured researches published by Hardinsyah.


Jurnal Gizi dan Pangan | 2010

Jenis dan jumlah konsumsi tambelo, siput dan kerang oleh penduduk di kawasan Muara Mimika, Papua

Hardinsyah Hardinsyah; Agus Sumule; John Letsoin

This study is intended to analyse type and amount of MSS (Mangrove worm, Snail and Shell) consumed by the local people live in 12 estuary villages of Mimika. About 30 people for each village - consist of children (2-10 yrs), teenages (11-19 yrs) and adults (>=20 yrs) from both sexes, were selected as subjects. The data collected include socio-economic of the family, type and amount of MSS consumption. The results showed that Bactronophorus thoracites (tambelo), Nerita balteata (snail) and Telecopium telescopium (snail), Naqueita capulina (snail) and Geloina sp (shell), Geloina cf coaxan (shell) were the six types of MSS commonly consumed by people in the study areas; and they were consumed by more than 10 % of the subjects with eating frequency more than three times a week for each. The mean intake of tambelo, snail and shell was 290.1±509.4, 96.0±271.2, and 152.8±278.6 g/week respectively in edible portion. Among the age groups, the highest intake of tambelo (433.2±627.5 g/week) and snail (133.8±387.9 g/week) was in adults, but the highest intake of shell (213.7±369.7 g/week) was in teenages. Intake data by village showed that, the highest intake of tambelo was in male of Mioko (542.1±730.8 g/week), the highest intake of snail was in female of Karaka (649.2±487.9 g/week), and so for shell (599.8±484.0 g/week). This implies that the MSS play important roles in the diet of the local people of Mimika’s estuary.


The Journal of Nutrition and Food Research | 2015

PENGARUH KEDELAI PRODUK REKAYASA GENETIK TERHADAP KADAR MALONALDEHID, AKTIVITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DAN PROFIL DARAH PADA TIKUS PERCOBAAN

Dadi Hidayat Maskar; Hardinsyah Hardinsyah; Evi Damayanti; Made Astawan; Tutik Wresdiyati; Joko Hermanianto; Tessa Winandita

ABSTRACT Tempe, a soybean fermentation, has a short shelf life. An effort to extend the shelf life of tempe has been done by making tempe flour. Difference of raw materials which were Genetically Modified Organism (GMO) and non- GMO was pressured to cause different impact on human health. Thus, this study was conducted to evaluate the effect of tempe flour that were made from GMO and non-GMO soybean upon malonaldehida (MDA) levels, intracellular antioxidant superoxide dismutase (SOD) activity in the liver and kidneys of experimental rats, as well as hematological profile. Twenty five Sprague Dawley rats divided into four treatment grups and one control, feeded with tempe from GMO and non-GMO at 10% and 20% concentrations at the period of 90 days.The results showed that rats fed with 10% protein derived from non-GMO soybean flour had lower levels of MDA in the liver and kidney compared to GMO tempe flour group consisting rations of 10% and 20% protein but, not significantly different from the group protein of 20% non-GMO soybean flour and 10% protein of casein. While the value of liver and kidney SOD activity were not significantly different (p>0,05) between the groups of rats. The results showed that the values obtained were within normal limits. However, the amount of thrombocytes in each treatment had a value that exceeds normal limits. The activity of rat, rat’s metabolism, and amount of feed intake by rats might influenced the result. This experimental study lead to conclude that consuming GMO and non-GMO tempe flour is safe. Keywords: experimental rats, GMO tempe flour, non-GMO tempe flour, hematology, superoxide dismutase ABSTRAK Tempe merupakan produk fermentasi kedelai yang mempunyai masa simpan relatif pendek. Upaya untuk meningkatkan masa simpan diantaranya dengan dibuat tepung tempe. Perbedaan bahan baku dari kedelai pangan rekayasa genetik (PRG) dan non-PRG menimbulkan kehawatiran terhadap dampak kesehatan bagi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tepung tempe dari kedelai PRG dan non-PRG terhadap kadar malonaldehida (MDA), aktivitas superoksida dismutase (SOD), di hati dan ginjal serta profil hematologi tikus percobaan. Sebanyak 25 ekor tikus galur Sprague Dawley dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol (kasein) diberi ransum tempe PRG dan non-PRG dengan konsentrasi 10% dan 20% selama 90 hari. Hasil menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diberi ransum tempe kedelai non-PRG 10 % memiliki kadar MDA lebih rendah di hati dan ginjal dibanding kelompok tikus yang diberi ransum tempe PRG 10% dan 20% persen, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok non-PRG 20 % dan kelompok kontrol. Sedangkan aktivitas SOD tidak berbeda nyata (p>0,05) antar kelompok perlakuan. Hasil analisis hematologi menunjukkan semua kelompok perlakuan memiliki nilai pada rentang normal. Semua kelompok perlakuan memiliki nilai kadar trombosit, di atas normal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: aktivitas fisik dan metabolisme serta jumlah ransum yang dikonsumsi. Analisis kadar MDA, aktivitas SOD dan profil hematologi mengungkapkan bahwa tepung tempe kedelai PRG dan non-PRG aman untuk dikonsumsi. [Penel Gizi Makan 2015, 38(1): 41-50] Kata kunci: tikus percobaan, tepung tempe PRG, tepung tempe non-PRG, hematologi, superoxide dismutase


Jurnal Ekologi Kesehatan | 2012

ANALISIS DETERMINAN UNDERWEIGHT ANAK 0-23 BULAN PADA DAERAH MISKIN DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Bunga Christita Rosha; Hardinsyah Hardinsyah; Yayuk Farida Baliwati

Anemia selama kehamilan memungkinkan untuk meningkatkan risiko dari kematian maternal. Defisiensi zat besi adalah penyebab utama dari anemia selama kehamilan dibandingkan dari defisiensi zat gizi yang lain. Studi ini bertujuan untuk melihat efektivitas suplemen Fe berdasarkan perilaku wanita selama hamil di Kabupaten Kutai Kartanegara.Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan metode cross sectional . Populasi adalah semua ibu di Kutai Kartanegara Kabupaten yang mengunjungi Puskesmas di lokasi penelitian pada bulan September hingga November 2010. Secara total, terdapat 356 responden yang dipilih secara acak. Pengukuran hemoglobin dilakukan dengan mengambil sampel darah ibu hamil. Pengukuran dilakukan dua kali dalam waktu satu sampai dua bulan, sebelum (baseline) dan setelah (endline) mengkonsumsi tablet besi. Wanita dianggap anemia pada trimester pertama dan kedua jika tingkat hemoglobin adalah <11 gr% dan % <10.5gr, masing-masing. Analisis data dilakukan dengan metode univariat dan bivariat. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian tablet besi oleh petugas kesehatan, 62,7% wanita pada trimester pertama adalah anemia. Namun, setelah pemberian tablet zat besi, jumlah wanita yang mengalami anemia meningkat menjadi 66%. Hal ini mungkin disebabkan karena beberapa alasan, termasuk penyimpangan konsumsi tablet besi, dan perbedaan dalam diet perempuan. Sekitar 39% wanita tidak mengambil suplemen tambahan seperti susu atau vitamin. Perhitungan statistik menggunakan uji Chi Square juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam status anemia antara awal dan pengukuran endline antara perempuan yang mengambil suplemen jenis lainnya (p <0,05). Kesimpulan : Penggunaan tablet besi pada ibu hamil tidak meningkatkan kadar hemoglobin mereka. Besi tablet akan lebih efektif dalam meningkatkan konsentrasi hemoglobin antara perempuan hamil jika mereka digunakan dalama kombinasi dengan suplemen lain.Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Purworejo, walaupun sebenarnya Purworejo termasuk kategori kasus malaria rendah ( low case incidence / LCI) di Indonesia. Upaya pengendalian telah dilakukan oleh program tapi kegagalan pengendalian tetap terjadi, salah satu penyebab kegagalan pengendalian tersebut kurangnya pemahaman tentang perilaku spesies vektor. Telah dilakukan penelitian perilaku vektor secara longitudinal di desa Polowangi, Kabupaten Pituruh tahun 2010-2011 dengan tujuan mengetahui perilaku An.maculatus . Metode yang digunakan adalah penangkapan nyamuk yang hinggap pada manusia ( human landing collection /HLC) dan penangkapan nyamuk istirahat pada umpan kambing ( goat resting collection /GRC). Penangkapan nyamuk dilakukan di tiga ekosistim yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan dan semak-semak, dilakukan dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 07:00. Hasil penelitian ditemukan ada 6 jenis Anopheles sp yang tertangkap di Polowangi yaitu: An. aconitus, An. balabacensis, An. barbirostris, An. kochi, An. maculatus dan An . vagus. Nyamuk An. maculatus tidak memilih menghisap darah manusia ataupun hewan, tetapi lebih banyak dijumpai di perkebunan dan di semak-semak pada penangkapan dengan metode umpan kambing (GRC) dibanding dengan metode HLC sehingga dikatakan bahwa An. maculatus bersifat indiscriminate bitters , juga An. maculatus lebih memilih untuk menghisap darah di luar rumah sehingga risiko penularan tidak hanya terjadi di daerah perumahan, tetapi juga bisa terjadi di perkebunan atau di semak-semak.Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, karena dapat mengakibatkan dampak yang luas dan berpeluang muncul sebagai kejadian luar biasa. Berdasarkan data kasus malaria yang dilaporkan maupun hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, di wilayah Timur Indonesia menunjukkan endemisitas yang cukup tinggi dibanding daerah lainnya. Analisis dari penelitian cross sectional ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai faktor lingkungan yang berhubungan 2010 menggunakan kuesioner Individu (RKD 10 IND) dan Rumah tangga (RKD 10 RT), dalam 70 000 rumah tangga. Sedangkan analisis ini melibatkan 12.299 subjek dalam 2 997 rumah tangga. Dari analisis bivariat didapatkan bahwa faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian malaria adalah kepadatan penghunian (p=0,000), lokasi tempat tinggal disekitar peternakan hewan besar (p=0,000), lokasi tempat tinggal di sekitar tambak atau kolam atau galian pasir (0,000). Dari analisis multivariat didapatkan tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan, yaitu kepadatan penghunian (p=0,002), lokasi tempat tinggal disekitar peternakan hewan besar (0,000), dan lokasi tempat tinggal di sekitar tambak atau kolam atau galian pasir (p=0,000).Untuk mengurangi kejadian malaria antara lain dengan cara pemisahan rumah atau tempat tinggal dengan kandang ternak hewan besar atau diberikan jarak yang cukup antara kandang hewan besar.Anak dengan umur di bawah dua tahun (baduta) merupakan salah satu kelompok anak yang rentan terkena permasalahan gizi karena dalam proses tumbuh kembang yang cepat. Oleh karena itu kebutuhan zat gizinya relatif lebih tinggi dari kelompok lain. Salah satu masalah gizi pada anak baduta adalah underweight. Underweight akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual, serta dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor determinan underweight anak usia 0-23 bulan di wilayah miskin Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan data Riskesdas 2007. Sampel adalah anak usia 0-23 bulan. Status underweight diukur dengan z-score berat badan terhadap umur (BB/U). Data dianalisis menggunakan univariat, bivariat dan multivariat dengan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 13,3 % anak mengalami underweight. Determinan underweight adalah jumlah balita dalam keluarga, sanitasi lingkungan dan asupan giziPemanasan global dapat menyebabkan perubahan iklim yang memiliki potensi dampak terhadap kesehatan. Faktor iklim sendiri merupakan faktor yang penting bagi berbagai jenis penyakit, salah satu pengaruh perubahan iklim adalah terhadap potensi peningkatan kejadian timbulnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk seperti malaria. Peningkatan insiden dan KLB malaria disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, perubahan lingkungan fisik terutama curah hujan, suhu, kelembaban dan perubahan pemanfaatan lahan, termasuk kerusakan lingkungan. Penelitian dilakukan pada tahun 2010 dengan tujuan penelitian untuk melihat pengaruh perubahan iklim (curah hujan, suhu, kelembaban) terhadap kejadian penyakit malaria di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau dan Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau selama lima tahun (tahun 2005-2009) kecenderungan insiden malaria terlihat mengalami penurunan, dengan kisaran antara 0,11‰ -2,28 ‰ sedangkan curah hujan cenderung stabil berkisar antara 42 mm - 874 mm, keadaan suhu cenderung meningkat berkisar antara 25,1 oC – 27,9 oC dan kelembaban cenderung stabil berkisar antara 75%-95%. Di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah selama sepuluh tahun (tahun 2000-2009) kecenderungan insiden malaria terlihat mengalami peningkatan, dengan kisaran antara 0,02‰ – 1,72 ‰ sedangkan curah hujan rata-rata berkisar antara 4 mm - 567 mm, keadaan suhu cenderung stabil berkisar antara 25,1 oC – 29,3 oC dan kelembaban udara cenderung stabil antara 67% - 86% . Kesimpulan kejadian malaria di dua kabupaten menunjukkan berfluktuasi dan tinggi pada bulan-bulan tertentu. Kejadian malaria menurut curah hujan menunjukkan Kecenderungan yang negatif, karena curah hujan tidak berpengaruh secara langsung terhadap kejadian malaria. Kecenderungan peningkatan insiden malaria, secara tidak langsung dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, namun secara langsung berpengarh terhadap parasit malaria dan nyamuk sebagai vektor.Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia. Penyakit ini diketahui dapat menginfeksi beberapa spesies hewan dan manusia dan dapat ditularkan hewan domestik (anjing, kucing, kambing, babi dan sapi) dan binatang pengerat terutama tikus. Menurut International Leptospirosis Socienty (ILS) Indonesia merupakan negara dengan insidensi kematian tinggi yaitu menempati peringkat ke-3 dunia. Leptospirosis telah menyebabkan kematian penduduk di beberapa kabupaten/kota di Indonesia, salah satunya di Kabupaten Gresik. Tahun 2009 dilaporkan ada 17 penderita leptospirosis dengan 5 kematian. Studi ini ditujukan untuk mengetahui reservoir dan distribusi kasus leptospirosis di Kabupaten Gresik . Metode yang digunakan adalah dengan melakukan inkriminasi bakteri leptospira pada tikus dan penegakan diagnosis pada manusia dengan rapid test. Data kasus leptospirosis diambil dari data sekunder dan data primer dengan melakukan screening di Puskesmas. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian epidemiologi diskriptif dengan rancangan cross-sectional study. Hasil penelitian menunjukkan jumlah penderita leptospirosis di Kabupaten Gresik tahun 2010 sebanyak 27 orang. Distribusi kasus leptospirosis paling banyak terdapat di Kecamatan Duduk sampeyan (8 kasus), pada laki-laki (58%) dan golongan umur > 50 tahun (48%). Uji serologi (MAT) penderita suspect leptospirosis menunjukkan dari 12 serum yang dikirim sebanyak 7 (58,3%) penderita positif mengandung bakteri leptospira. Serovar dari bakteri yang terdapat dalam serum penderita antara lain Bataviae, Rachmati, Pomona, Grippotyphosa, Hardjo, Bataviae, Icterohaemorrhagiae, Tarrasovi, dan Australis. Spesies tikus yang ditemukan sebanyak 6 yaitu Rattus tanezumi, Rattus norvegicus Mus musculus, Bandicota bengalensis, M. cervicolor dan Suncus murinus. Uji serologi darah tikus menunjukkan 9,8% (n=132) positif mengandung bakteri leptospira dengan strain L. hardjo, L.bataviae, L.ichterohaemoragie, L.australis, L.grippotyphosa, L.rachmati dan L.pomona. Tingkat keberhasilan penangkapan atau trap success sebesar 21,18% di luar rumah dan 31,60% di dalam rumah. Adanya kesamaan strain bakteri menunjukkan tikus merupakan reservoir alami bakteri leptospira terhadap kejadian leptospirosis di Kabupaten Gresik.


Jurnal Gizi dan Pangan | 2008

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DAN KALSIUM DENGAN DENSITAS TULANG DAN TINGGI BADAN REMAJA

Hardinsyah Hardinsyah; Evy Damayanthi; Wirna Zulianti


Jurnal Gizi dan Pangan | 2013

Analisis Jenis, Jumlah, dan Mutu Gizi Konsumsi Sarapan Anak Indonesia

Fachruddin Perdana; Hardinsyah Hardinsyah


Jurnal Gizi dan Pangan | 2007

REVIEW FAKTOR DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN

Hardinsyah Hardinsyah


International Journal of Sciences: Basic and Applied Research | 2015

Effects of Genetically Modified (GM) Soybean and Tempe Consumption on Blood Profile, Malondialdehyde (MDA) Level and Superoxide Dismutase (SOD) Activity of Sprague-Dawley Rats

Dadi Hidayat Maskar; Hardinsyah Hardinsyah; Evy Damayanthi; Made Astawan; Tutik Wresdiyati


Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional | 2013

Pengaruh Olahraga Jalan Cepat dan Diet terhadap Tekanan Darah Penderita Prahipertensi Pria

Mustafa Kamal; Dede Kusmana; Hardinsyah Hardinsyah; Budi Indra Setiawan; Rizal Damanik


Jurnal Gizi dan Pangan | 2013

FAKTOR RISIKO KEGEMUKAN PADA WANITA DEWASA INDONESIA

Rian Diana; Indah Yuliana; Ghaida Yasmin; Hardinsyah Hardinsyah


Jurnal Gizi dan Pangan | 2011

PENGARUH PEMBERIAN ZAT MULTI GIZI MIKRO DAN PENDIDIKAN GIZI TERHADAP PENGETAHUAN GIZI, PEMENUHAN ZAT GIZI DAN STATUS BESI REMAJA PUTRI

Cesilia Meti Dwiriani; Rimbawan Rimbawan; Hardinsyah Hardinsyah; Hadi Riyadi; Drajat Martianto

Collaboration


Dive into the Hardinsyah's collaboration.

Top Co-Authors

Avatar

Dadang Sukandar

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Dodik Briawan

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Ikeu Tanziha

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Made Astawan

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Yayuk Farida Baliwati

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Budi Indra Setiawan

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Evy Damayanthi

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Ahmad Sulaeman

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Angga Hardiansyah

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar

Cesilia Meti Dwiriani

Bogor Agricultural University

View shared research outputs
Researchain Logo
Decentralizing Knowledge