Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Nurul Aini is active.

Publication


Featured researches published by Nurul Aini.


international seminar on intelligent technology and its applications | 2017

Effect of automatic plant acoustic frequency technology (PAFT) on mustard pakcoy (Brassica rapa var. parachinensis) plant using temperature and humidity parameters

Fahmi Huda Zakariya; Muhammad Rivai; Nurul Aini

Plant Acoustic Frequency Technology (PAFT) is a tool with the method of using acoustic waves to stimulate the opening of stomata, the purpose is to intensify the absorption of nutrients needed by plants through the leaves. The purpose of this research is to design and make PAFT for plant growth stimulus by utilizing the principle of photosynthesis process in plants, so as to improve the quality and increase the crop yield. The research method used is the design and manufacture of tools and experimental studies by conducting a descriptive research approach. The results of PAFT test using mustard pakcoy was able to increase the average of plant height by 10,4%, increase the leaf area by 30,9%, increase the stomatal opening by 28,4%, increase the total chlorophyll content higher by 27,7%, increased the absorption of nitrogen (N) content by 25,36% and increased the absorption of potassium (K) by 34,42% from the control treatment, and able to increase the yield of greater harvest weight than the control treatment, that is fresh weight of 25,6% and dry weight 58,7%


Jurnal Produksi Tanaman | 2017

RESPON GALUR HARAPAN GANDUM (Triticum aestivum L.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI DATARAN MEDIUM

Farhadz Fadhillah Sandi; Nurul Aini; Nunun Barunawati

Konsumsi tepung terigu di Indonesia selama 2012-2014 mencapai 5,35 juta ton. Saat ini, budidaya gandum di Indonesia tidak hanya dilakukan di dataran tinggi (di atas 1.000 mdpl) dengan suhu rendah (20 o C), tetapi juga di dataran medium (600-800 mdpl), dengan kisaran suhu 25-30 o C.Faktor penting yang membatasi pertumbuhan dan hasil gandum adalah ketersediaan air. Oleh karena itu, pada penelitian ini respon pertumbuhan dan hasil galur harapan gandum terhadap tingkat kadar air tanah dipelajari secara mendalam, serta untuk mendapatkan galur gandum yang toleran terhadap cekaman kekeringan dari beberapa galur gandum adaptif iklim tropis di dataran medium. Kadar air tanah mempengaruhi komponen pertumbuhan dan hasil pada setiap galur yang diujikan. Secara umum, pada semua galur, penurunan tingkat kadar air tanah 75%-25% menurunkan beberapa rerata komponen pertumbuhan, seperti jumlah daun, tinggi anakan, dan jumlah anakan. Pada komponen pertumbuhan penurunan kadar air sampai 25% mempercepat umur berbunga dan panen, serta menurunkan hasil per tanaman. Galur SO3 lebih toleran pada kondisi kadar air terendah (25%), ditunjukkan oleh bobot biji per tanaman lebih tinggi, walaupun memiliki umur panen lebih lama. Sementara itu, galur M7 memiliki umur berbunga dan panen paling cepat, dan galur M8 menghasilkan bobot biji per tanaman tertinggi pada kadar air tanah 100% dan 75% kapasitas lapang.


Buletin Palawija | 2017

Penekanan Klorosis dengan Pseudomonas fluorescens dan Belerang untuk Peningkatan Hasil Kacang Tanah di Tanah Alkalin

Herdina Pratiwi; Nurul Aini; Roedy Soelistyono

Crop establishment that occurs during the first three weeks of the growing phase depends on the success of seed germination and seedling emergence. As the first process, germination can be obtained only when the seed absorb water at a sufficiently rapid rate to reach minimum or critical water content, before other biotic factors can prevent its completion. In this regards, high quality of seeds is an ultimate prerequisite. It is recognized that germination and crop establishment are dominated by physical processes and therefore soil physical properties around the seed and the very young seedling govern the success. Strictly speaking, seed germination and early crop establishment are a function of soil physical condition and seed quality. A rainfed rice ecosystem is essentially a rice field with rainfall as the main source of water to flood the field prior to and during the period of paddy rice growth. This ecosystem is characterized by a lack of water control and therefore flooding and drought are potential problems. About 70 to 75% of the rice farms in Asia are rainfed due to inadequate irrigation systems. Since rice has limited success if planted after the wet season without any irrigation, farmers cultivate upland crops in lowland areas after rice that capable of coping with the dry soil during the later part of the growing season as well as to obtain additional income to support their families. Legumes are the most popular dry season crops in rainfed lowland rice-based cropping systems, as farmers expect the crops to rely on stored water left after rice. In reality, the performance of legume crops in rainfed lowland rice-based cropping systems is generally poor. It should be remembered that puddling of the soil in flooded rice fields is an integral part of rice farming in Asia. This results in waterlogged soils and poor soil physical conditions after rice, lead to the compacted and hard soils following drying. These waterlogged conditions and hard soil, together with low seed quality and fungal attack, significantly affect germination and emergence of legume crops. To obtain high crop establishment, farmers manipulate the soil physical conditions using several practices such as soil tillage, build ditches with the various levels of success.Untuk pasokan bahan pangan dan industri pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan produksi beberapa produk pertanian, di antaranya adalah ubikayu, kacang tanah, dan daging sapi. Dalam meningkatkan produksi ketiga komoditas tersebut, dihadapkan pada sejumlah permasalahan, di antaranya areal tanam/panen yang belum luas, penerapan teknologi yang belum optimal sehingga produktivitasnya rendah, kekurangan pakan, dan ketidak-cukupan modal untuk menyediakan sarana produksi. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, upaya yang dinilai strategis adalah pengembangan pertanaman tumpangsari ubikayu dengan kacang tanah untuk mendukung sistem usahatani Integrasi ternak-tanaman pada lahan kering masam yang banyak tersebar di luar Jawa. Untuk ini diperlukan dukungan teknologi yang tepat agar usaha pertanaman menjadi produktif dan efisien. Berkenaan dengan itu kini telah tersedia komponen teknologi, yakni meliputi: (a) varietas unggul ubikayu, diantaranya Adira-4, Malang-4, Malang-6, UJ-5, dan UJ-3, (b) varietas unggul kacang tanah, di antaranya Kancil, Jerapah, Tuban, dan Bison, (3) tanah harus diolah, (d) pengaturan tanaman, yakni pada awal musim hujan menanam kacang tanah secara monokultur berjarak tanam 15 cm x 40 cm, ubikayu ditanam 20 hari kemudian secara sistem baris ganda dengan pengaturan jarak tanam (60 cm x 70 cm) x 260 cm; setelah kacang tanah pertama dipanen, kacang tanah kedua ditanam dalam lorong antara baris ganda ubikayu, (e) stek ubikayu dengan panjang 20-25 cm dan diameter 2-3 cm yang diperoleh dari pertanaman yang berumur 7–12 bulan, ditanam secara vertical, (f) pemupukan: (a) untuk ubikayu 170 kg Urea+85 kg SP36+70 kg KCl+5.000 kg pupuk kandang/ha, sedang (b) bagi kacang tanah adalah untuk kacang tanah pertama 50 kg Urea+100 kg SP36+100 kg KCl+1.500 kg pupuk kandang/ha atau 1.500 kg/ha pupuk organik kaya hara Santap rakitan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, sedangkan untuk untuk kacang tanah kedua 35 kg Urea+70 kg SP36+70 kg KCl+1.000 kg pupuk kandang/ha; atau 1.000 kg pupuk organik kaya hara Santap. Jika kejenuhan Al lebih dari 30%, lahan harus dikapur untuk menurunkan kejenuhan Al hingga menjadi 30%, tetapi kalau kejenuhan Al kurang dari 30% pemberian kapur cukup 500 kg/ha. Pada sistem pertanaman tumpangsari tersebut, akan diperoleh pakan sebagai hasil samping tanaman berupa: (a) daun ubikayu segar 5,9 t/ha, (b) kulit ubikayu segar 8,1 t/ha, dan (c) brangkasan kacang tanah segar 17,9 t/ha.Ragam lingkungan yang besar untuk produksi kacang tanah di Indonesia memerlukan varietas yang berdaptasi luas dan hasilnya stabil. Tersedianya varietas kacang tanah yang hasilnya stabil dan memiliki adaptasi luas sangat membantu upaya penigkatan produksi kacang tanah di Indonesia. Stabilitas hasil dapat ditimbulkan oleh besar heterogenitas genetik di dalam populasi dan ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Kethanan varietas tehadap penyakit daun, layu bakteri, penyakit bilur dan Aspergillus flavus , serta toleransi terhadap kekeringan dan kemasaman lahan merupakan komponen stabilitas hasil penting. Heterogenitas genetik sebagai penyangga populasi akan terjadi bila di dalam populasi terdiri dari individu-individu secara fenotipik sama, namun secara genotipik berbeda. Seleksi massa pada famili F2 merupakan salah satu cara menghasilkan varietas demikian. Pembentukan kacang tanah yang memiliki stabilitas hasil dan beradaptasi luas, menggunakan varietas jerapah sebagai studi kasus. Kacang tanah varietas jerapah adalah hasil silang tunggal tahun 1988 antara varietas lokal majalengka dengan ICGV 86071. ICGV 86071 adlah varietas tahan penyakit daun asal ICRISAT, India. Dari 1114 famili F2 yang dihasilkan, famili no.16 memilki karakterisitik yang diinginkan. Terhadap famili F2 No.16 dilakukan seleksi massa positif hingga tahun 1991 diberbagai cekaman lingkungan , yakni:kekeringan, lahan masam, serangan penyakit daun, layu, bilur dan A.flavus . Uji daya hasil dilakukan mulai tahun 1992, dan diteruskan dengan uji multilokasi hingga tahun 1997. Uji multilokasi dilakukan di 28 lokasi yang meliputi 11 propinsi. Galur LM/ICGV 86021-88-B-16 lebih unggul dari varietas pembanding. Hasil polong kering rata-rata LM/ICGV 86021-88-B-16 2,0 t/ha. Hasil tertinggi pada lingkungan optimal mencapai 4,0 t/ha. Hasil analisis stabilitas menunjukkan bahwa galur LM/ICGV 86021-88-B-16 hasilnya stabil dan memiki adaptasi umum yang baik. Galur tersebut dinilai toleran kekeringan, agak tahan penyakit daun, dan adaptif pada tanah masam.Sebagian besar pertanaman kedelai berada pada musim musim kering (MK), namun justru tingkat serangan hama paling tinggi terjadi pada waktu itu. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kedelai adalah lalat kacang (O phaseoli ). Serangan hama lalat kacang pada tanaman kedelai dapat mengakibatkan kerusakan hingga mencapai 90 %, tergantung tingkat serangannya dan sebagian besar tanaman mengalami kematian. Kedelai yang toleran terhadap lalat kacang diidentifikasi memiliki karakter diameter batang kecil. Varietas unggul tahan hama lalat kacang merupakan cara yang efektif dan efisien untuk dapat menekan serangannya. Untuk merancang varietas kedelai unggul toleran lalat kacang memiliki peluang besar dengan mempertimbangkan ketersediaan sumber-sumber gen tahan pada tanaman serta memilih metode pemuliaan yang efektif dan efisien.Kerusakan akibat serangan penggerek polong, Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), dapat menurunkan hasil kedelai sebesar 80%. Varietas tahan terhadap E. zinckenella merupakan salah satu upaya untuk menekan kehilangan hasil akibat serangan hama. Keberadaan trikoma pada polong kedelai ikut berperan sebagai faktor ketahanan kedelai terhadap hama penggerek polong. Galur IAC-100 dan IAC-80-586-2 termasuk tahan terhadap penggerek polong karena mempunyai kerapatan trikoma lebih rapat daripada varietas Wilis dengan kisaran kerapatan 10–27/mm2 untuk IAC-100 dan 12,5–30 mm2 untuk IAC-80-586-2 sedangkan varietas Wilis 3,0–20 mm2. Kerapatan trikoma mempengaruhi jumlah peletakan telur E. zinckenella dan intensitas serangan. Intensitas serangan pada galur IAC-100 43,7% pada polong dan 28,3% pada biji dan IAC-80-586-2 55,6% pada polong dan 35,7% pada biji lebih rendah dibandingkan intensitas serangan pada varietas Wilis sebesar masing-masing 78,3% pada polong dan 38,4% pada biji. Disimpulkan bahwa trikoma ikut berperan sebagai faktor ketahanan kedelai terhadap penggerek polong.Di Indonesia, 40% dari total lahan pertanaman kedelai terdapat di lahan kering, sehingga air merupakan salah satu faktor pembatas. Pengairan pada lahan kering tergantung pada air hujan, sehingga setiap musim kemarau sering terjadi kekeringan terutama saat stadia pengisian polong/biji. Rendahnya produksi kedelai sering dijumpai akibat ketersediaan air tidak mencukupi selama pertumbuhan tanaman dan lebih lanjut berakibat menurunnya hasil biji. Masa kritis tanaman terhadap air pada masa pembungaan dan pengisian polong/biji. Pada tanaman kedelai, cekaman kekeringan saat pengisian polong/biji lebih berpengaruh terhadap hasil biji yang akan dicapai. Seleksi untuk mendapatkan varietas kedelai yang toleran terhadap kekeringan dan berdaya hasil tinggi dan lebih efisien dengan karakterisasi hasil biji pada saat periode pengisian polong/biji mengalami cekaman kekeringan. Kriteria yang dapat digunakan dalam penilaian toleransi kekeringan adalah indeks toleransi cekaman (ITC), indeks adaptasi (IA), dan indeks toleransi (IT). Kriteria seleksi ITC dan IA pada dasarnya dapat memilih genotipe-genotipe ysng toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi pada lingkungan tercekam kekeringan maupun lingkungan optimal. Hasil penelitian menunjukan bahwa genotipe MLG 2805, Wilis dan Lokon/MLG 3072-2, Davros/MLG 2984-2, dan Kipas putih/MLG 2805-1. Berdasarkan hasil ini, maka terdapat peluang besar untuk mendapatkan varietas kedelai toleran kekeringan.Penggunaan alsintan merupakan salah satu komponen teknologi yang mendukung upaya pencapaian sasaran program intensifikasi produksi padi,jagung dan kedelai (Gema Palagung) yang pada akhirnya diharapkan bermuara pada peningkatan pendapatan petani produsen. Untuk itu, penerapan tidak semata-mata hanya untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga pada kegiatan usaha tani padat energi (oengolahan tanah, perontokan dan pemipilan) tetapi juga untuk menigkatkan mutu hasil (utamanya saat panen musim hujan), agar daya tawar petani dalama pemasaran hasil dapat ditingkatkan. Namun demikian, penjual jasa alsintan, bengkel alsintan, pedagang pengumpul dan KUD yang terlibat dalam pemasaran hasil hendaknya juga mendapat nilai tambah yang wajar agar keberlanjutan penerapan alsintan dapat dijamin. Pesatnya perkembangan sistem penjualan jasa perontokan dan Pemipilan di Jawa Timur merupakan salah satu contoh di mana baik petani pengguna, penjual jasa alsintan dan bengkel alsintan mendapat sama- sama keuntungan yang wajar. Sebaliknya, belum berkembangnya sistem penjualan jasa pengeringan karena dinilai kurang menguntungkan bagi penjual jasa alsintan akibat pangsa pasar yang kurang dan mobilitas alat yang rendah. Dengan demikian, meskipun secara teknis pengguna jasa pengeringan (petani) akan dapat meningkatkan mutu hasil saat panen musim hujan, namun sulit menjadi kenyataan mengingat masih kecilnya intensif harga jual atas pemenuhan standar mutu dibanding biaya jasa pengeringan, Sementara itu, perhatian pedagang pengumpul dan industri pakan masih belum cukup kuat sebagai pendorong penerapan alsintan yang lebih maju, meskipun Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah menetapakan batas kandungan maksimum Aflatoksin 30 ppb. Karenanya diperlukan strategi yang tepat dalam menerapkan alsintan melalui pendekatan sistem agar keberlanjutannya dapat dijamin. Peluang n=menerpakan alsintan yang lebih maju dari cara tradisional cukup besar mengingat industri pengolahan pangan dan pakan berkembang pesat di Jawa Timur. Peluang tersebut dapat diwujudkan melalui oenumbuhan hubungan kemitraan yang saling menguntungkan antar berbagai pihak(petani, KUD/penjual jasa alsintan, bengkel alsintan dan industri pengguna) yang terlibat dalam sistem agribisnis/agroindustro berbasis tanaman pangan. Untuk itu, perlu dukungan kebijakan yang menjamin.Saat ini produktivitas nasional kedelai baru mencapai 1,3 t/ha dengan kisaran 0,6–2,0 t/ha di tingkat petani, sedangkan di tingkat penelitian sudah mencapai 1,7–3,2 t/ha, bergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Peningkatan produktivitas kedelai sangat tergantung pada ketersediaan plasma nutfah sebagai sumber gen sifat atau karakter tanaman. Pelestarian, pengkayaan, pencirian dan penilaian bahan genetik dari plasma nutfah kedelai dilakukan guna menopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dalam menghasilkan varietas unggul yang bernilai tambah ekonomi. Hingga tahun 2006, koleksi plasma nutfah kedelai di Balitkabi yang telah dibuat katalog plasma nutfah kedelai sebanyak 595 aksesi. Sebagian besar (83%) berasal dari kegiatan eksplorasi ke pusat-pusat kedelai di Indonesia, sisanya adalah introduksi yang berasal dari Taiwan, USA, Jepang, Filipina, Brazil, Columbia, dan Peru. Hasil karakterisasi menunjukkan, empat aksesi kedelai yang memiliki berat biji/tanaman diatas 20 gram berasal dari koleksi varietas lokal serta varietas unggul lama Ringgit dan Wilis yang dilepas tahun 1935 dan 1983. Pada tahun 2008 Balitkabi telah melepas lima varietas unggul baru yakni dua varietas unggul kedelai hitam (Detam 1 dan Detam 2), varietas Grobogan, Gepak Kuning, dan Gepak Ijo. Varietas unggul baru tersebut berasal dari koleksi plasma nutfah kedelai di Balitkabi dan hasil pemutihan varietas lokal bekerjasama dengan pemerintah daerah. Beberapa galur harapan kedelai adaptif lahan masam, toleran kekeringan, berbiji besar, dan tahan terhadap hama/penyakit utama akan segera dilepas sebagai varietas unggul baru.Tanaman ubi kayu merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Sebagai sumber karbohidrat, ubi kayu banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan maupun bahan baku industri. Secara umum keragaan produksi dan produktivitas ubi kayu selama 9 tahun terakhir (1999–2007) menunjukkan pertumbuhan yang positif meskipun dengan luas tanam yang berfluktuasi. Sejalan dengan program diversifikasi pangan yang menjadikan sumber karbohidrat alternatif selain beras, berkembangnya industri pakan ternak dan perkembangan industri kimia berbasis ubi kayu (termasuk industri bio-etanol), kebutuhan ubi kayu dipastikan akan meningkat tajam sehingga diperlukan peningkatan produksi baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanaman. Dengan tersedianya varietas unggul dan teknologi budidayanya, lahan untuk perluasan ubi kayu yang luas serta pangsa pasar yang masih terbuka maka peluang pengembangan ubi kayu sangat besar.Patologi benih merupakan salah satu bidang ilmu dari penyakit tanaman (fitopatologi), didefinisikan sebagai studi tentang penyakit pada benih untuk mengetahui faktor penyebab penyimpangan fungsi benih. Bidang ilmu ini juga mempelajari hubungan antara patogen dan inangnyayaitu peran biji sebagai sumber penyebaran dan penularan penyakit, serta tindakan yang perlu diambil untuk mengendalikan kerusakan yang diakibatkannya. Diperlukan dukungan pengetahuan lain di antaranya fitopatologi umum, mikrobiologi, dan teknologi benih dalam mempelajaripatologi benih. Benih sehat memiliki arti bahwa biji yang digunakan sebagai benih harus bebas dari infeksi ataupun kontaminasi patogen. Patogen yang menginfeksi benih aneka kacang terdiri atas beberapa jenis jamur, bakteri, dan virus. Berbeda dengan penyakit pada bagianvegetatif tanaman seperti daun dan batang, penyakit benih seringkali tanpa gejala kerusakan sehingga sulit diketahui secara visual. Benih membawa penyakit biasanya dideteksi dengan metode standar dari ISTA (Seed International Seed Testing Association), suatu lembaga resmi di dunia yang menetapkan standar mutu benih termasuk pengujian kesehatan benih. Metode pengujian yang umum dilakukan adalah secara konvensional (pemeriksaan secara visual atau cara kering, cara basah dengan perendaman atau ekstraksi benih, dan inkubasi pada media buatan), deteksi secara serologi dan molekuler, serta metode pertumbuhan benih di rumah kaca. Uji kesehatan benih berperan penting dalam perbaikan mutu benih (seed improvement), perdagangan benih (seedtrade), dan perlindungan tanaman (plant protection). Pelaksana pengujian dapat dilalakukan oleh penangkar namun sebaiknya dilakukan oleh laboratorium terakreditasi yang dikelola secara profesional. Dalam memproduksi benih sehat pada tanaman aneka kacang, perlu upaya pengendalian penyakit pada tanaman di lapangan yang dilakukan sejak periode tanaman mulai tumbuh hingga panen (prapanen) dan pengendalian di tempat penyimpanan atau selama distribusi benih (pascapanen).Kacang hijau merupakan komoditas alternatif untuk dikembangkan pada tanah masam. Identifikasi teknologi budidaya yang sesuai perlu dilakukan guna meningkatkan produksi. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan kombinasi varietas dan pupuk yang efektif guna meningkatkan produktivitas kacang hijau pada tanah masam. Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Malang, Jawa Timur mulai bulan November 2014 hingga Januari 2015. Penelitian terdiri atas dua faktor yang disusun dalam Rancangan petak terpisah, diulang tiga kali. Petak utama adalah empat macam varietas kacang hijau, yaitu: Kenari (V1), Murai (V2), Kutilang (V3), dan Vima 1 (V4). Anak petak adalah lima macam pemupukan, yaitu: tanpa pemupukan (P0), Phonska 300 kg/ha (P1), pupuk kandang sapi 1,5 t/ha (P2), pupuk kandang sapi 3 t/ha (P3), dan pupuk kandang sapi 5 t/ha (P4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan varietas Kenari, Murai, Kutilang dan Vima-1 mempunyai daya adaptasi yang sama pada tanah masam asal Banten. Hasil biji varietas-varietas tersebut dapat ditingkatkan dengan pemupukan 300 kg/ha Phonska atau dengan pupuk kandang sapi dosis 3 t/ha.Di Indonesia, tanaman ubijalar (Ipomoea batatas) merupakan sumber karbohidrat yang penting sebagai bahan pangan, pakan maupun bahan baku berbagai industri pangan/non-pangan. Namun demikian karena bukan merupakan komoditas utama, penelitian dan pengembangan komoditas tersebut masih terbatas. Pada tahun 2011, rata-rata nasional hasil ubijalar adalah 12,2 t/ha, masih di bawah potensi hasil beberapa varietas unggul yang mencapai 30–35 t/ha. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ubijalar adalah adanya infeksi virus. Hingga kini di Indonesia, paling tidak terdapat enam jenis virus yang menginfeksi tanaman ubijalar yaitu: Sweet potato feathery mottle virus (SPFMV), sweet potato mild mottle virus (SPMMV), Sweet potato latent virus (SPLV), Sweet potato chlorotic fleck virus (SPCFV), Sweet potato virus-6 (SPV-6) dan Sweet potato virus-8 (SPV-8). Diduga Sweet potato virus disease (SPVD) yang merupakan infeksi ganda SPFMV+SPCSV juga telah ada di Indonesia. Di luar negeri infeksi virus telah terbukti secara nyata merugikan. Infeksi SPVD dapat mengakibatkan kehilangan hasil hingga 90%. Pengendalian penyakit virus dapat dilakukan dengan merakit varietas tahan/toleran, menanam bibit sehat, pengaturan lokasi/musim tanam, rotasi tanam, dan pengendalian vektor dengan pestisida. Pendekatan PHT dengan melaksanakan sekolah lapang bagi petani akan lebih meningkatkan efektivitas pengendalian penyakit virus.Pencemaran logam kadmium menjadi isu penting pada pengelolaan lahan pertanian karena dapat mengakibatkan penyakit kanker, kerusakan jantung, hati, ginjal, paru-paru, mutagenesis, patah tulang hingga menyebabkan kematian pada manusia. Akumulasi kadmium pada tanaman menghambat pertumbuhan, penurunan hasil, dan mempercepat kematian tanaman. Pencemaran kadmium pada lahan pertanian di beberapa daerah di Indonesia telah melebihi ambang batas sehingga memerlukan perhatian serius baik oleh pelaku industri, petani, maupun pemerintah. Pencemaran ini berasal dari pembuangan limbah industri, aplikasi pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan dan terus menerus, serta pembuangan sampah rumah tangga ke sungai. Remediasi lahan tercemar kadmium dapat dilakukan dengan cara pengelolaan limbah industri, efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan pestisida, pengolahan tanah minimal, pengelolaan air, aplikasi kapur, bakteri, pupuk organik, penanaman gulma penyerap kadmium atau tanaman kacang tanah, dan peningkatan pengawasan pemerintah.Thrips, Megalurothrips usitatus (Bagnall) merupakan salah satu hama penting kacang hijau pada musim kemarau. Berdasarkan hasil penelitian, kehilangan hasil kacang hijau akibat serangan thrips berkisar antara 12–64%, tergantung varietas, umur tanaman dan musim. Serangan thrips pada awal pertumbuhan vegetatif dicirikan dengan gejala keriting pada daun pucuk, sehingga tanaman menjadi kerdil. Gejala serangan pada fase berbunga mengakibatkan dengan rontoknya bunga, polong tidak terbentuk, sehingga mengurangi hasil kacang hijau. Pengendalian thrips pada kacang hijau dengan ekstrak air (rendaman) serbuk biji mimba (SBM), bawang putih, rimpang jahe, daun pepaya, dan rendaman campuran cabai, bawang, dan jahe (LBJ) sebagai insektisida nabati mempunyai keefektifan yang hampir sama. Namun bila dibandingkan dengan insektisida kimia, keefektifan insektisida nabati lebih rendah. Intensitas serangan thrips dapat ditekan sampai 2% dengan penggunaan fipronil, imidakloprid, formetanate hydrocloride 1–2 ml/l seminggu sekali, penggunaan diafentiuron hanya mampu menekan intensitas serangan thrips sampai 32%. Sedangkan pada petak kontrol serangan thrips mencapai 100%. Aplikasi fipronil 2 ml/l pada 10 HST yang diikuti dengan aplikasi rendaman rimpang jahe 20 g/l pada 17, 24, 31 HST efektif mengendalikan serangan thrips sampai 6,8%. Kombinasi insektisida kimia dan nabati dapat mengurangi penggunaan insektisida kimia antara 50–75%.Penggunaan sumber energi alternatif yang berasal dari hasil pertanian seperti biodiesel dan bioetanol menjadi isu penting akhir-akhir ini seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) di pasaran dunia dan menipisnya cadangan fosil sebagai bahan baku minyak. Sesuai dengan Peraturan Presiden No.5 tahun 2006, ubi kayu berpotensi dikembangkan sebagai bahan bakar nabati (biofuel) dalam bentuk bioetanol sebagai campuran premium dengan proporsi 10% (Gasohol-E10). Pada tahun 2008, kebutuhan premium untuk transportasi nasional mencapai 19,66 juta KL dan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan 7,07% per tahun. Kondisi tersebut mengindikasikan perlu-nya pengembangan ubi kayu untuk memenuhi permintaan industri bioetanol, dan industri lainnya. Untuk mendukung industri pengolahan bioetanol dari bahan ubi kayu telah tersedia teknologi berupa varietas ubi kayu yang sesuai seperti Adira-4, MLG-6, dan UJ-5, teknologi budidaya yang produktif dan efisien yang mampu menghasilkan umbi 35–45 t/ha serta teknologi pengelolaan waktu tanam dan panen yang menjamin pasokan bahan ubi kayu secara lebih merata sepanjang tahun.Hubungan antarkomponen morfologi dengan karakter hasil biji kedelai. Perakitan varietas kedelai berdaya hasil tinggi dapat dilakukan melalui seleksi secara langsung terhadap daya hasil atau tidak langsung melaluibeberapa karakter lain yang terkait dengan daya hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antarkomponen morfologi dengan karakter hasil biji kedelai. Penelitian dilaksanakan di Probolinggo, Jawa Timur, pada MK1 (Februari–Mei) 2014. Bahan penelitian adalah 147 galur kedelai dan tiga varietas pembanding (Argomulyo, Anjasmoro, dan Grobogan). Peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang per tanaman, jumlah buku per tanaman, jumlah polong isi per tanaman,jumlah polong hampa per tanaman, umur berbunga (lama fase vegetatif), umur masak (lama fase generatif), nisbah fase vegetatif dan generatif (V/G), bobot 100 biji, dan hasil biji. Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan yang nyata antargenotipe untuk karakter umur berbunga, umurmasak, fase generatif, nisbah vegetatif generatif, bobot 100 biji, dan hasil biji. Kajian terhadap tatahubungan antarkarakter agronomi dengan karakter hasil biji menunjukkan hasil biji nyata ditentukan oleh empat karakter,yaitu tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, dan jumlah polong. Karakter tinggi tanaman memiliki hubungan positif nyata dengan hasil (r = 0,315**), sedangkan tiga karakter lainya memiliki korelasi negatif nyata, yakni jumlah cabang per tanaman (r = -0,278**), jumlah buku per tanaman (r = -0,168*), dan jumlah polong isi per tanaman (r = -0,162*). Pengaruh langsung tinggi tanaman terhadap hasil biji sebesar 0,312; sepadan dengan nilai koefisien korelasinya dengan hasil sebesar r = 0,315.Dapat disimpulkan bahwa seleksi langsung dengan menggunakan karakter tinggi tanaman dinilai efektif untuk mendapatkan hasil biji tinggi pada kedelai.Dalam tulisan ini diuraikan dengan singkat strategi dan usaha untuk mendapatkan varietas unggul kedelai tahan karat, berbiji besar dan berpotensi hasil tinggi. Strategi yang digunakan pertama-tama adalah mengevaluasi dan seleksi genotipe dari plasma nutfah untuk memperoleh gen-gen yang tahan penyakit karat serta sifat lainnya. Selanjutnya dengan metode silang tunggal dilakukan hibridisas dengan tetuah pemilih yang menghasilkan galur-galur yang perlu diseleksi. Seleksi dan obserasi galur-galur tersebut telah menghasilkan galur MSC 9021-10-1, (persaingan antara genotipe introduksi AVRDC Taiwan yaitu G 10050 dengan Wilis) yang lebih tahan terhadap penyakit karat dibanding galur lain. Pengujian dilakukan dari 1993 hingga tahun 2000. Dari uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan dan percobaan multilokasi, galur tersebut hampir konsisten sifat-sifatnya hasil, ketahanan terhadap penyakit karat, dan ukuran biji selalu lebih baik dari galur-galur lainnya. Galur MSC 9021-C-10-1 mempunyai potensi hasil 2,7 t/ha dengan ukuran biji 11,8 g/100 biji dan umur masak tergolong sedang (89 hari) serta agak tahan tahan terhadap penyakit karat.Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan penyumbang produksi kedelai ketiga terbesar setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dinamika preferensi petani dan penyebaran varietas unggul kedelai di Nusa Tenggara Barat pada tahun 2012 mengalami pergeseran dan perbedaan dengan tahun 2008. Penulisan ini adalah untuk menelaah dinamika preferensi petani dan penyebaran varietas kedelai di Nusa Tenggara Barat. Makalah disusun berdasarkan suatu telaah beberapa studi perilaku petani pada tahun 2008 dan 2012. Hasil telaah mampu memberikan gambaran bahwa adanya dinamika preferensi petani dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan 2012, kecuali keinginan petani dari aspek kulit biji kedelai yang tetap yakni kuning sampai dengan putihkekuningan dan bentuk biji yang oval. Di sisi lain, telah terjadi pergeseran preferensi petani terhadap kedelai yang mengarah ke biji besar dan umur panen genjah. Implikasinya adalah pengembangan kedelai berbiji besar, bentuk biji yang oval, berumur genjah dan warna kulit biji kuning atau putihkekuningan mempunyai peluang besar untuk diterima petani secara cepat. Dari aspek penyebaran varietas kedelai memberikan pengertian bahwa varietas unggul kedelai yang ukuran bijinya besar mendominasi areal tanam atau panen kedelai (Anjasmoro dan Grobogan). Peran pemerintah melalui program bantuan langsung benih unggul (BLBU) mempercepat penyebaran varietas unggul baru.Peluang pengembangan kacang tanah di lahan kering Nusa Tenggara Timur. Potensi pertanian lahan kering di Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup luas sekitar 1.528.308 ha dan di daerah ini cocok untuk dikembangkan kacang tanah. Tanaman kacang tanah masih dibudidayakan secara subsisten sehingga perlu diidentifikasi faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam upaya pengembangannya. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sumba Timur pada musim tanam 2015 dengan cara ‘Rapid Rural Appraisal (RRA)’. Metode analisis data yaitu analisis SWOT, tabulasi dan tingkat daya saing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kesesuaian lahan untuk kacang tanah total nilai bobot (TNB=2,0) dan biomassa kacang tanah termanfaatkan untuk pakan (TNB=1,1) menjadi faktor penguat internal pengembangan kacang tanah di NTT. Sedang penguat eksternalnya adalah pasar kacang tanah sudah terbentuk (TNB = 2,3) dan permintaan kacang tanah tinggi (1,6). Meskipun ada penghambat seperti faktor benih kacang tanah bermutu rendah (TNB=1,2) dan ada ancaman seperti faktor kekeringan (TNB=1,2), tetapi pengaruhnya lebih kecil dibanding penguat dan potensi sumberdaya yang dimiliki. Strategi pengembangan yang digunakan adalah (1) pengelolaan usahatani yang saat ini harus dilakukan lebih intensif dengan penggunaan VUB kacang tanah dan teknologi tanam, (2) peningkatan skala usaha dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong dan peningkatan indeks pertanaman (IP). Komoditas kacang tanah dapat berkompetisi dengan jagung dan sorgum dan peningkatan daya saingnya mudah dilakukan dengan penggunaan VUB kacang tanah yang telah tersedia sesuai dengan agroekologi dan preferensi petani di NTT. Nilai ekonomi dalam pendapatan komoditas kacang tanah saat ini berkontribusi sebesar 30% terhadap pengeluaran keluarga dan berpeluang dapat ditingkatkan.Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan maupun bahan baku industri. Sejalan dengan program diversifikasi pangan yang menjadikan sumber karbohidrat alternatif selain beras, perkembangan industri kimia berbasis ubi jalar, dan berkembangnya industri pakan ternak, kebutuhan ubi jalar dipastikan akan meningkat tajam sehingga diperlukan peningkatan produksi baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal komoditas tanaman tersebut. Ketersediaan lahan yang masih luas, teknologi produksi dan pasar yang masih terbuka merupakan potensi untuk pengembangan ubi jalar di Indonesia. Potensi sekaligus peluang tersebut dapat direalisasikan melalui upaya pelatihan, bimbingan berkelanjutan dan fasilitasi permodalan, penyediaan sarana produksi bagi petani serta kemitraan yang adil dengan pengusaha/industri berbasis ubi jalar.Perbaikan perbenihan guna mendukung peningkaan produksi ubi jalar. Ubi jalar ( Ipomoea batatas ) merupakan tanaman yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar banyak dimanfaatkan untuk bahan pangan dan bahan baku industri. Sejalan dengan program diversifikasi pangan yang menjadikan sumber karbohidrat sebagai alternatif selain beras, perkembangan industri kimia berbasis ubi jalar, dan berkembangnya industri pakan ternak, kebutuhan ubi jalar dipastikan akan meningkat tajam sehingga diperlukan peningkatan produksi baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanaman komoditas tersebut. Teknologi budidaya untuk peningkatan produktivitas maupun lahan untuk pengembangan ubi jalar telah tersedia. Namun masih diperlukan sistem perbenihan yang mampu menjamin tersedianya benih bermutu secara memadai dan berkesinambungan. Sistem perbenihan ubi jalar yang perbanyakannya menggunakan bagian vegetatif berupa stek batang atau stek pucuk dan secara genetis tidak berbeda dengan induknya perlu diatur tersendiri agak berbeda dengan tanaman yang diperbanyak melalui biji. Hubungan, keterkaitan dan koordinasi antara produsen benih/benih terutama penyedia benih sumber, penangkar benih, distributor/penyalur benih yang selama ini masih dirasa kurang harmonis masih perlu ditingkatkan. Untuk mencapai pertumbuhan industri benihan yang berkelanjutan, diperlukan peran sinergi sektor swasta, institusi riset pemerintah dan institusi yang menangani regulasi serta fasilitasi perbenihan.Ulat pemakan polong, Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae), tersebar luas di daerah tropis dan dinyatakan sebagai hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Saat ini, ulat pemakan polong menjadi masalah utama pada tanaman kedelai. Perilaku makan yang polifag mengakibatkan sulit untuk mengembangkan cara pengendalian yang efektif. Ulat pemakan polong diklasifikasikan sebagai pemakan daun, dan polong dan pada tanaman kedelai kerusakan utama yang diakibatkan adalah pada polong. Imago dewasa berukuran sedang berwarna coklat kekuningan dengan penciri adanya noktah hitam di bagian sayap. Sayap bagian dalam lebih cerah dengan lebar bentangan sekitar 40 mm. Ngengat betina dapat menghasilkan telur lebih dari 1200 butir yang diletakkan secara tunggal di bagian daun, batang, dan polong. Setelah 3–8 hari, telur menetas menjadi larva dengan warna menyesuaikan dengan warna daun yang dimakan. Larva mengalami beberapa kali pergantian warna selama perkembangannya menjadi dewasa – hijau, kuning, coklat dengan beberapa ragam kombinasi. Ulat pemakan polong umumnya memiliki tiga garis memanjang – putih pucat, gelap atau terang pada bagian sisi tubuhnya. Gejala kerusakan H. armigera pada polong kedelai mudah dikenali: lubang bekas serangan berbentuk bulat dan berada pada bagian berkembangnya biji. Saat larva memakan biji hanya bagian kepalanya yang berada dalam lubang dan jarang sekali ditemukan keseluruhan tubuh larva berada dalam polong. Ini berarti hama ini tergolong mudah makan sehingga satu larva dapat mengakibatkan banyak kerusakan pada beberapa polong kedelai. Perubahan status ulat pemakan polong menjadi hama penting pada tanaman kedelai mungkin disebabkan oleh: (1) program ekstensifikasi kedelai di era 1986, (2) program pemuliaan kedelai melepas varietas kedelai berdaya hasil tinggi dengan hanya 1–2 gen penyusun, (3) penggunaan insektisida sistemik secara intensif mematikan serangga bukan target termasuk musuh alami yang menimbulkan masalah resurgensi, (4) H. armigera juga menjadi resisten terhadap beberapa insektisida anjuran akibat pemakaian insektisida terus menerus pada tanaman inang kapas, tembakau, dan jagung. Untuk mengurangi dampak tersebut pendekatan penggunaan taktik taktik pengendalian harus kompatibel satu dengan yang lainnya dengan kerusakan kecil pada keseimbangan ekosistem alami dan ekonomis, misalnya penerapan modifikasi habitat atau kultur teknis seperti penanaman tanaman perangkap, musuh alami, dan varietas tahan apabila sudah tersedia.Di Indonesia, rata-rata produktivitas kedelai Indonesia yang sebagian besar diusahakan pada lahan non-masam masih rendah. Hal ini disebabkan antara lain kesuburan atau kandungan hara dalam tanah rendah. Oleh karenanya pemupukan yang sesuai merupakan salah satu upaya penting yang harus mendapat perhatian dalam meningkatkanproduktivitas kedelai nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk organik kaya hara Santap NM1 dan Santap NM2 beserta kombinasinya dengan pupuk anorganik (Phonska berkandungan 15% N, 15% P2O5, 15% K2O, dan 10% S) dalam memperbaiki pertumbuhan dan hasil kedelai pada tanah Vertisol. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Ngale (Ngawi, Jawa Timur), mulai bulan Februari hingga April 2012. Percobaan menggunakan 12 perlakuan pemupukan (meliputi beberapa jenis, takaran, dan kombinasi pupuk) disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Pada tanah Vertisol, penggunaan pupuk Santap NM1 dan Santap NM2baik secara terpisah maupun yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (Phonska) meningkatkan jumlah bintil akar efektif, kandungan klorofil dalam daun, dan tinggi tanaman kedelai varietas Anjasmoro.Hal ini juga meningkatkan jumlah polong isi per tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji kedelai. Penggunaan pupuk organik Santap NM1 atau SantapNM2 pada takaran 1.500 kg/ha mampu menggantikan 50% takaran pupuk anorganik NPKS, setara dengan 150 kg Phonska dan memberi hasilkedelai 2,21–2,56 t/ha.Klorosis tanaman kacang tanah di Alfisol kapuran. Klorosis pada tanaman kacang tanah di Tuban disebabkan oleh pH tanah tinggi (pH >7). Di Alfisol masam Lamongan (pH <7) kacang tanah tumbuh normal tidak mengalami klorosis. Tingkat ketersediaan hara makro dan mikro Alfisol kapuran Tuban rendah, ditandai dengan nilai SQ <0,5, kecuali Ca dan Mg masing-masing mempunyai SQ = 0,78 (sedang). Pemberian bahan organik 5 t bahan organik.ha–1 meningkatkan ketersediaan hara N, P, K, S, Mg, Mn dan Zn, namun tidak berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan hara Fe. Varietas Badak tidak sesuai untuk Alfisol kapuran dan masam baik dengan pemberian atau tanpa pemberian bahan organik. Galur-galur ICGV 87055, K/SHM 2-88-B-7 adaptive di Alfisol kapuran, sedangkan varietas Macan, Biawak, Mahesa dan Kancil sesuai untuk Alfisol kapuran dan masam. Varietas Kidang, Kelinci dan Zebra respon terhadap pemberian 5t bahan organik.ha–1 di Alfisol masam. Varietas Kidang mencapai hasil tinggi 25.7 g biji.dua tanaman–1 di Alfisol masam tanpa pemberian bahan organik, namun hasilnya rendah bila tanpa pemberian bahan organik. Pencegahan klororis daun pada kacang tanah dapat diatasi dengan: Pemberian 30–40 kg FeSO4.ha–1. Pemberian 20t pupuk kandang.ha–1. Pemberian 300–400 kg bubuk belerang.ha–1, yang diberikan dalam alur tanaman. Kombinasi antara 20t pupuk kandang.ha–1 dengan 200kg bubuk belerang.ha–1. Penyemprotan dengan larutan yang mengandung 1% FeSO4 + 0,1% asam sitrat + 3% amonium sulfat (ZA) + 0,2% urea pada umur 30, 45 dan 60 hari serta dengan cara memperbaiki drainase dan aerasi tanah.Kacang tunggak tergolong komoditas yang secara alamiah beradaptasi baik pada lahan kering atau lahan marginal sehingga memiliki harapan yang baik untuk dikembangkan pada lahan kering dalam rangka peningkatan produktivitas lahan. Perbaikan varietas kacang tunggak diutamakan pada peningkatan potensi hasil, sedangkan umur panen,kualitas biji,dan ketahanan terhadap hama utama tidak dilakukan secara khusus melainkan bersamaan saat seleksi atau pengujian daya hasil. Untuk jangka pendek (3tahun), Perbaikan varietas kacang tunggak dilakukan dengan introduksi dan seleksi, sedangkan jangka panjang dilakukan melalui hibridisasi. Kegiatan penuliaan kacang tunggak di Balitkabi dimulai pada tahun anggaran 1987 yang meliputi karakterisasi plasma nutfah untuk sifat kualitatif dan kuantitatif, pembentukan populasi bersegregasi melalui hibridisasi yang dilanjutkan dengan seleksi galur, pengujian daya hasil, dan uji multilokasi. Persilangan dilaksanakan pada tahun 1991 dengan metode silang tunggal; seleksi mulai dilakukan pada generasi F2-F5 dengan metode pedigree dan bulk (tahun 1992-1994). Galur-galur homosigot terpilih mulai diuji daya hasilnya pada tahun 1994-1995 melalui uji daya hasil pendahuluan yang dilanjutkan dengan pengujian daya hasil lanjut/multilokasi hingga tahun 1997. Hasil,warna biji,serta toleransi terhadap hama polong digunakan sebagai tolok ukur. Perbaikan kacang tunggak dengan cara hibridisasi mendapatkan tiga varietas unggul yakni KT-6,KT-7,dan KT-8 yang hasilnya di atas hasil rata-rata varietas dan diatas varietas pembanding tertinggi KT-5 dengan warna biji coklat muda dan merah. Selain itu ketiga varietas tersebut tergolong toleran terhadap hama polong pada tingkat serangan sedang, dan varietas KT-7 juga teridentifikasi agak tahan terhadap penyakit virus CAMV. Sedangkan varietas KT-2,KT-4,KT-5 dan KT-9 merupakan varietas hasil program jangka pendek. KT-2 dan KT-5 teridentifikasi tahan terhadap virus CAMV.Sweetpotato as a food crop. Sweetpotato is among the world most important, versatile and under exploited crop in many part of the world, with more than 133 million tons in world annual production and being cultivated in more than 100 countries and it ranks ninth from the viewpoint of total production as a world crops. Sweetpotato contains approximately 30% dry matter and about 80–90% is made of carbohydrate and the rest are composed by protein, lipids, minerals, fibre and vitamins. Sweetpotato is also well-known as a source of minerals and vitamin. Regardless of these general nutritional excellences, sweetpotato is underexploited food item. In attempt to enhance the utilization as food, several food items was produced. The development of ready to serve products includes candied, canned, frozen, restructured products, etc.Tanaman iles-iles atau porang tumbuhnya tidak menghedaki syarat ekologis yang terlalu tinggi. Toleransinya terhadap naungan hingga 60% dan dapat dibudidayakan secara intensif maupun non intensif di pekarangan, kawasan wanatani, perkebunan karet, kelapa, sawit dan kakao yang tanaman lain tidak dapat tumbuh. Mengingat mie-baso dan krupuk sudah menjadi pangan nasional yang disukai semua kalangan masyarakat dari sembarang etnik, dan kombinasi tepung ubi-ubian termasuk iles-iles dengan aneka daging dan ikan dapat dibuat mie, baso, krupuk, dan makanan modern seperti agar-agar, konyuku dan shirataki yang bergizi ditambah dengan kegunaannya sebagai bahan baku industri, serta tersedia pasar, maka iles-iles sudah saatnya dipromosikan sebagai tanaman sumber pangan dan pendapatan alternatif.Salah satu kendala untuk meningkatkan produksi kedelai adalah karena gangguan hama. Kehilangan hasil akibat serangan hama pada tanaman kedelai dapat mencapai 80%, bahkan puso apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian. Usaha pengendalian hingga saat ini masih mengandalkan penggunaan pestisida kimiawi yang aplikainya masih belum memenuhi rekomendasi. Oleh karena itu upaya pengendalian hama harus didasarkan pada program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengutamakan usaha peningkatan peran pengendalian alami (iklim, musuh alami dan kompetitor) dapat bekerja secara optimal. Keberhasilan PHT pada tanaman kedelai diperlukan informasi sifat-sifat biologi dan ekologi serta arti ekonomi yang ditimbulkan oleh hama pada tanaman kedelai. Guna memperoleh hasil penerapan PHT yang optimal di tingkat petani maka pemasyarakatannya dapat ditempuh melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kedelai memiliki makna filosofis sebagai suatu pendekatan dalam budidaya tanaman kedelai yang menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air, organisme pengganggu tanaman (OPT), sosial ekonomi, dan kelembagaan wilayah secara terpadu. Inovasi rekayasa teknologi PTT kedelai mengandung empat pengertian, yaitu (1) perbaikan, (2) pembaharuan (innovation), (3) kreasi rancangan teknologi, dan (4) pengaturan kombinasi komponen teknologi untuk budidaya tanaman kedelai agar lebih efektif dan efisien. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikerjakan dapat dirumuskan teknologi budidaya tanaman kedelai untuk agroekologi sawah irigasi teknis, sawah tadah hujan, lahan kering, lahan rawa lebak maupun lahan rawa pasang surut yang mampu meningkatkan produktivitas kedelai di masing-masing agroekologi tersebut. Penerapan PTT pada skala yang lebih luas pada daerah-daerah sentra produksi kedelai di lahan sawah dan lahan kering masam akan berhasil meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kedelai, dan diharapkan pada gilirannya apabila diterapkan pada skala nasional akan mampu meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri. Gairah petani kedelai akan meningkat bilamana didukung kebijakan dan sistem kelembagaan yang kondusif terhadap serapan kedelai produk petani dalam negeri. Alih teknologi sekaligus sosialisasi teknologi di tingkat petani dapat dirancang dan dilaksanakan di setiap agroekologi.


Current Agriculture Research Journal | 2016

Evaluation of Grain Yield and Aroma of Upland Rice (Pare Wangi Var.) as Response to Soil Moisture and Salinity

I. G. B Arsa; Ariffin Ariffin; Nurul Aini; H.J.D. Lalel

This research aims to identify the effects of soil moisture and salinity on aroma quality and yield of Pare Wangi rice. Aroma quality was determined based on 2-Asetyl-1-pirolin (2AP) content. This study was conducted in Pare Wangi, Kori village, East Nusa Tenggara Province. Completely randomized design was used in the study, consisted of two-factor treatment: soil moisture and salinity level. The results showed that Pare Wangi produce higher grain yield (39.55 g/pot) at high soil moisture levels (125% FC). It was decrease to be 32.87 g/pot and 22.36 for soil moisture level 100% FC and 75% FC repectively. At high soil moisture ( 125% FC) and 2.5 g NaCl.kg-1 soil caused an increase of 2AP rice content up to 1.84 ppb. Soil moisture at 75 % FC without NaCl was the best treatment for producing the highest 2AP content (3.19 ppb). 2AP content of rice was positively correlated to rice-aroma score.


Jurnal Produksi Tanaman | 2015

PENGARUH WAKTU TANAM BAWANG PREI (Allium porum L.) PADA SISTEM TUMPANGSARI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata)

Carina Hesti Ratri; Roedy Soelistyono; Nurul Aini

Tumpangsari adalah sistem tanam dimana terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan dalam waktu relatif sama atau berbeda. Sistem tumpangsari mengakibatkan terjadinya kompetisi antara tanaman utama dan tanaman sela. Upaya untuk mengurangi kompetisi maka dapat dilakukan dengan mengatur waktu tanam yang tepat. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui waktu tanam bawang prei yang tepat diantara perlakuan yang dicoba terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 9 perlakuan : P1 = Tanam bawang prei bersamaan dengan tanam jagung manis, P2 = Bawang prei 7 hari sebelum jagung manis, P3 = Bawang prei 14 hari sebelum jagung manis, P4 = Bawang prei 21 hari sebelum jagung manis, P5 = Bawang prei 7 hari setelah jagung manis, P6 = Bawang prei 14 hari setelah jagung manis, P7 = Bawang prei 21 hari setelah jagung manis, P8 = Monokultur jagung manis bersamaan dengan P1, P9 = Monokultur bawang prei bersamaan dengan P1. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh nyata pada hasil klobot tanaman jagung manis dan bobot segar pada tanaman bawang prei. Kata kunci : Jagung manis, Bawang prei, Tumpangsari, Waktu tanam


Jurnal Produksi Tanaman | 2014

PENGARUH KOMBINASI JUMLAH TANAMAN PER POLYBAG DAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) VAR. VENUS

Etik Wulandari; Bambang Guritno; Nurul Aini

Permasalahan mengenai keterbatasan lahan merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian. Salah satu cara dalam mengatasi masalah keterbatasan lahan adalah dengan menerapkan pertanian perkotaan. Usaha peningkatan produksi mentimun dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah penanaman pada polybag dengan mengatur komposisi media tanam yang tepat, hal tersebut juga merupakan salah satu cara dalam penerapan pertanian perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kombinasi jumlah tanaman per polybag dan komposisi media tanam pada pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal yang terdiri dari 12 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi jumlah tanaman per polybag dan komposisi media tanam, berpengaruh nyata terhadap panjang tanaman, jumlah daun per tanaman, jumlah bunga per tanaman, luas daun per tanaman, bobot kering total tanaman, fruit set, jumlah buah per polybag, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman, dan bobot buah per polybag. Perlakuan 1 tanaman per polybag media tanam campuran tanah+kotoran ayam+pasir (P1M2), 2 tanaman per polybag media tanam campuran tanah+kotoran ayam+pasir (P2M2) dan 3 tanaman per polybag media tanam campuran tanah+kotoran ayam+pasir (P3M3), memberikan pengaruh lebih baik daripada perlakuan yang lainnya pada komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman mentimun. Kata Kunci: Mentimun, Kombinasi, Komposisi, Media Tanam.


International Journal of Plant Physiology and Biochemistry | 2012

Ecophysiological responses of Melaleuca species to dual stresses of water logging and salinity

Nurul Aini; Emmanuel Mapfumo; Zed Rengel; Caixian Tang


Jurnal Biodjati | 2017

Survey dan Pendokumentasian Sayuran Lokal di Pasar Tradisional Kabupaten dan Kota Kediri, Jawa Timur

Kartika Yurlisa; Moch. Dawam Maghfoer; Nurul Aini; D Y Wiwin Sumiya; Paramyta Nila Permanasari


Journal of Degraded and Mining Lands Management | 2016

Effects of Pseudomonas fluorescens and sulfur on nutrients uptake, growth and yield of groundnut in an alkaline soil

H Pratiwi; Nurul Aini; R Soelistyono


The Journal of Agricultural Science | 2015

The Relatioship between Plant Density and Microclimate and Nutmeg (Myristica fragrans Houtt) Production in Nutmeg and Coconut Mixed-Planting System in Wakatobi District in Indonesia

Abdul Madiki; Bambang Guritno; Syekhfani Syekhfani; Nurul Aini

Collaboration


Dive into the Nurul Aini's collaboration.

Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar

Adi Setiawan

University of Brawijaya

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Researchain Logo
Decentralizing Knowledge