Network


Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.

Hotspot


Dive into the research topics where Rinawati Rohsiswatmo is active.

Publication


Featured researches published by Rinawati Rohsiswatmo.


Journal of Paediatrics and Child Health | 2013

Prognostic value of biochemical liver parameters in neonatal sepsis-associated cholestasis

Hanifah Oswari; Ruth Karisma Widjaja; Rinawati Rohsiswatmo; G. J. Cleghorn

The aim of the study was to evaluate the significance of total bilirubin, aspartate transaminase (AST), alanine transaminase and gamma‐glutamyltransferase (GGT) for predicting outcome in sepsis‐associated cholestasis.


International Journal of Microbiology | 2013

Acinetobacter baumannii: Role in Blood Stream Infection in Neonatal Unit, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia

Enty Tjoa; Lucky H. Moehario; Andriansjah Rukmana; Rinawati Rohsiswatmo

Acinetobacter baumannii (A. baumannii) is Gram-negative coccobacilli that has emerged as a nosocomial pathogen. Several reports in Indonesia showed the continuous presence of A. baumannii. This study aimed to determine the incidence of A. baumannii bacteremia in neonates in the Neonatal Unit Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM), Jakarta, Indonesia, and assess its role in blood stream infection using antibiogram and genotyping by pulsed-field gel electrophoresis (PFGE). Subjects were neonates with clinical sepsis. Blood specimens from the neonates and samples of suspected environment within the Neonatal Unit were cultivated. Antimicrobial resistance profiles were classified for analysis purpose. A. baumannii isolates were genotyped by PFGE to determine their similarity. A total of 24 A. baumannii were isolated from 80 neonates and the environment during this period of study. Seven isolates from the neonates showed multiple antimicrobial resistance (MDR), and 82% (n = 17) of the environment isolates were also MDR. Antibiotype “d” seemed to be predominant (62.5%). PFGE analysis showed a very close genetic relationship between the patients and environment isolates (Dice coefficient 0.8–1.0). We concluded that a mode of transmission of environmental microbes to patients was present in the Neonatal Unit of RSCM and thus needed to be overcome.


EClinicalMedicine | 2018

Diagnostic Performance Analysis of the Point-of-Care Bilistick System in Identifying Severe Neonatal Hyperbilirubinemia by a Multi-Country Approach

Chiara Greco; Iman Iskander; Salma El Houchi; Rinawati Rohsiswatmo; Lily Rundjan; Williams N. Ogala; Akinyemi O. D. Ofakunrin; Luciano Moccia; Nguyen Thi Xuan Hoi; Giorgio Bedogni; Claudio Tiribelli; Carlos Daniel Coda Zabetta

Importance The real prevalence and clinical burden of severe neonatal jaundice are undefined due to difficulties in measuring total serum bilirubin (TSB) outside secondary and tertiary clinical centers. Objective To assess the diagnostic performance of the point-of care Bilistick System (BS) in identifying neonatal jaundice patients requiring treatment. Design Between April 2015 and November 2016, 1911 neonates, were recruited to participate in the study. Blood samples were simultaneously collected for the TSB determination by BS and by hospital laboratory (Lab). Data were collected and sent to the Bilimetrix headquarter in Trieste where statistical analysis was performed. Newborns with neonatal jaundice were treated with phototherapy according to each centers guidelines. Setting 17 hospitals from Nigeria, Egypt, Indonesia, and Viet Nam. Participants 1911 newborns were included, of which 1458 (76·3%) fulfilled the inclusion criteria. Results TSB level measured by BS agreed (p < .0001) with the lab result in all four countries. The diagnostic performance of BS showed a positive predictive value (PPV) of 92·5% and a negative predictive value (NPV) of 92·8%. Conclusions and Relevance BS is a reliable system to detect neonatal jaundice over a wide range of bilirubin levels. Since Bilistick is a point-of-care test, its use may provide appropriate and timely identification of jaundiced newborns requiring treatment.


Frontiers in Pediatrics | 2015

Closed Catheter Access System Implementation in Reducing the Bloodstream Infection Rate in Low Birth Weight Preterm Infants

Lily Rundjan; Rinawati Rohsiswatmo; Tiara Nien Paramita; Chrissela Anindita Oeswadi

Background: Bloodstream infection (BSI) is one of the significant causes of morbidity and mortality encountered in a neonatal intensive care unit, especially in developing countries. Despite the implementation of infection control practices, such as strict hand hygiene, the BSI rate in our hospital is still high. The use of a closed catheter access system to reduce BSI related to intravascular catheter has hitherto never been evaluated in our hospital. Objective: To determine the effects of closed catheter access system implementation in reducing the BSI rate in preterm neonates with low birth weight. Methods: Randomized clinical trial was conducted on 60 low birth weight preterm infants hospitalized in the neonatal unit at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia from June to September 2013. Randomized subjects either received a closed or non-closed catheter access system. Subjects were monitored for 2 weeks for the development of BSI based on clinical signs, abnormal infection parameters, and blood culture. Results: Closed catheter access system implementation gave a protective effect toward the occurrence of culture-proven BSI (relative risk 0.095, 95% CI 0.011–0.85, p = 0.026). Risk of culture-proven BSI in the control group was 10.545 (95% CI 1.227–90.662, p = 0.026). BSI occurred in 75% of neonates without risk factors of infection in the control group compared to none in the study group. Conclusion: The use of a closed catheter access system reduced the BSI in low birth weight preterm infants. Choosing the right device design, proper disinfection of device, and appropriate frequency of connector change should be done simultaneously.


Scientific Programming | 2018

Peran Bilas Surfaktan pada Neonatus Aterm dengan Sindrom Aspirasi Mekonium

Rinawati Rohsiswatmo; Ahmad Kautsar

Latar belakang . Sindrom aspirasi mekonium ditandai dengan gejala distres napas pada neonatus yang lahir dengan cairan amnion terwarna meconium dengan gejala radiologis yang khas. Mekonium dapat menghambat aktivitas dari komponen surfaktan endogen dan dapat menurunkan produksi surfaktan. Pemberian surfaktan secara bolus dapat mengganti surfaktan endogen yang telah ter-inaktivasi oleh asam lemak yang terdapat pada mekonium, sedangkan bilas paru dengan surfaktan dipercaya dapat membuang mekonium yang tersisa di jalan napas. Tujuan . Mengetahui efektivitas dari bilas surfaktan pada neonatus aterm dengan sindrom aspirasi mekonium Metode . Penelusuran pustaka database elektronik : Pubmed dan Cochrane Hasil . Bilas surfaktan dapat menurunkan angka kematian dan penggunaan ECMO dengan RR 0,33 (IK 0,11-0,96). Tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal kejadian pneumotoraks (RR 0,38 IK 0,08-1,90). Bradikardi dan desaturasi dapat ditemukan sebagai efek samping. Kesimpulan . Bilas surfaktan bermanfaat dalam menurunkan angka kematian pada bayi dengan SAM. Efek samping bilas surfaktan terjadi sementara yaitu hipoksemia dan bradikardi dan dapat kembali normal.


Scientific Programming | 2017

Pemberian Lipid Parenteral secara Dini dan Agresif pada Bayi Prematur: Hubungannya dengan Kejadian Sepsis

Angelina Arifin; Rinawati Rohsiswatmo

Latar belakang . Pemberian lipid parenteral secara dini dan agresif sering tidak optimal karena dikhawatirkan terjadinya sepsis. Hubungan antara pemberian lipid parenteral dengan kejadian sepsis masih kontroversial. Tujuan . Menilai keamanan dan efikasi pemberian lipid parenteral secara dini dan agresif dalam hal hubungannya dengan kejadian sepsis pada bayi prematur melalui telaah sajian kasus berbasis bukti. Metode . Menelusuri pustaka secara online dengan menggunakan instrumen pencari Pubmed, Cochrane, dan Highwire. Kata kunci yang digunakan adalah “lipid”, “fat”, “parenteral”, preterm”, “premature”, “low birth weight”. Batasan yang digunakan adalah studi berupa uji klinis, telaah sistematik, atau meta analisis, berbahasa Inggris, dilakukan pada manusia, publikasi dalam 10 tahun terakhir. Hasil . Meta-analisis oleh Vlaardingerbroek dkk menunjukkan pemberian lipid parenteral secara dini pada bayi prematur dengan BBLSR tidak meningkatkan insidens sepsis (risk ratio 0,88; IK95% 0,72-1,08; p=0,22). Meta-analisis oleh Simmer dan Rao tidak dapat dilakukan karena definisi sepsis yang tidak seragam, walaupun masing-masing penelitian tidak menunjukkan peningkatan kejadian sepsis pada kelompok yang mendapat lipid parenteral kurang dan sama dengan lima hari setelah lahir. Uji acak terkontrol oleh Ibrahim dkk dan Vlaardingerbroek dkk menunjukkan pemberian lipid parenteral 2-3 gram/kgBB/hari segera setelah lahir tidak meningkatkan kejadian sepsis yang bermakna secara statistik. Kesimpulan . Pemberian lipid parenteral secara dini dan agresif pada bayi prematur tidak terbukti berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum.


Scientific Programming | 2016

Skrining Retinopathy of Prematuritydi Rumah Sakit dengan Fasilitas Terbatas

Rizalya Dewi; Rudolf Tuhusula; Rinawati Rohsiswatmo

Latar belakang. Retinopathy of prematurity(ROP) adalah penyakit vasoproliferatif retina yang dihindari. Sebagian besar ROP derajat rendah dapat sembuh sendiri, namun beberapa kasus dapat berkembang sehingga retina lepas dan diakhiri dengan kebutaan. Oleh sebab itu skrining terhadap ROP telah dianjurkan di banyak negara. Tujuan. Melaporkan insiden ROP di RSIA Eria Bunda Pekanbaru dan melakukan evalusi pelaksanaan skrining ROP selama tiga tahun. Metode. Studi deskriptif terhadap semua bayi dengan risiko ROP. Pemeriksaan dilakukan oleh seorang dokter mata dengan menggunakan binocular indirect opthalmoscopy (BIO). Pemeriksaan dimulai pada usia kronologis 4 sampai 6 minggu dan dilanjutkan tiap 1-2 minggu sekali sampai vaskularisasi retina lengkap. Hasil. Diantara 60 orang bayi yang diperiksa, ROP ditemukan pada 11 (18,3%) bayi, enam (10%) diantaranya ROP berat. Tiga ROP berat dirujuk ke Jakarta, satu meninggal dunia, satu mengalami retinal detachmentdan satu orang sembuh. Tiga lainnya tidak dirujuk, satu mengalami kebutaan, satu meninggal, dan satu tidak diketahui. Kesimpulan. Skrining ROP di rumah sakit daerah dengan fasilitas terbatas dapat dilakukan. Dalam tiga tahun ditemukan insiden ROP sebanyak 18,3%. Tidak semua ROP berat dapat diterapi karena kesulitan transportasi dan keterbatasan biaya. Perlu dipikirkan kemungkinan pengobatan ROP di Pekanbaru, karena transportasi ke tempat rujukan masih menjadi masalah besar.


Scientific Programming | 2016

Hubungan antara Faktor Risiko pada Ibu dan Kondisi Neonatus dengan Jumlah Eritrosit Berinti pada Neonatus Tunggal Cukup Bulan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo

Ellya Marliah; Rinawati Rohsiswatmo; Djajadiman Gatot

Latar belakang. Jumlah eritrosit berinti (EB) pada neonatus berpotensi menjadi prediktor kondisi neonatus, seperti perlunya perawatan intensif. Hal tersebut belum pernah diteliti di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Tujuan. Mengetahui hubungan antara faktor-faktor risiko pada ibu dan kondisi neonatus dengan jumlah EB pada neonatus tunggal cukup bulan. Metode. Studi potong lintang analitik pada neonatus tunggal cukup bulan dan ibunya antara bulan Maret sampai Juni 2008 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM. Penghitungan jumlah EB dilakukan pada sediaan apusan darah tepi yang diambil dari vena tali pusat dan dihitung per 100 leukosit. Hasil. Didapatkan 117 pasang ibu melahirkan dan neonatus tunggal cukup bulan antara bulan April - Mei 2008. Rerata usia ibu saat melahirkan adalah (28,9+6,38) tahun (rentang 17-42 tahun). Rerata usia gestasi 38 minggu dan rerata berat lahir 3,051 g dengan rentang (1,900-4,100) g. Peningkatan jumlah EB didapatkan pada 39,3% neonatus. Rerata jumlah EB (4,7+4,29) (0-22 EB) per 100 leukosit. Nilai EB 4 memberikan sensitivitas dan spesifisitas terbaik, yaitu 73,3% dan 65,7% dengan area under the curve (AUC) 0,771. Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara riwayat ibu perokok pasif, nilai Apgar menit pertama yang rendah, terdapat mekonium pada air ketuban, dan perawatan intensif neonatus dengan jumlah EB. Peningkatan jumlah EB dapat dipakai untuk menentukan kemungkinan bayi akan mendapat perawatan di ruang intensif. Penelitian lanjutan perlu dilakukan terhadap masing-masing faktor risiko kehamilan dan persalinan terhadap jumlah EB untuk memahami patogenesis hipoksia pada neonatus sehingga dapat direncanakan upaya-upaya preventif.


Scientific Programming | 2016

Faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Reni Fahriani; Rinawati Rohsiswatmo; Aryono Hendarto

Latar belakang. Air susu ibu merupakan nutrisi ideal untuk bayi. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 dan 2007 menunjukkan angka ASI eksklusif di Indonesia cenderung turun. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tujuan. Mengetahui proposi ASI eksklusif pada bayi yang dilakukan IMD, dan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode. Penelitian potong lintang analitik dengan pengumpulan data melalui wawancara pada bulan Juni-September 2012. Subjek penelitian adalah ibu yang memiliki anak berusia 0-6 bulan yang datang ke Poliklinik Anak RS St. Carolus Jakarta. Analisis statistik dengan uji Kai kuadrat dan regresi logistik. Hasil. Dilakukan penelitian pada 120 subjek. Proporsi ASI eksklusif 75%, sebagian besar merupakan primipara (56,7%). Kelahiran secara spontan 65,8%. Subjek yang memiliki tingkat pendidikan tinggi 73,3% dan 59,2% merupakan ibu bekerja. Subjek yang termasuk ke dalam status sosial ekonomi tinggi 45%, sisanya berada di sosial ekonomi rendah (4,2%), dan menengah (50,8%). Sebagian besar subjek (73,3%) telah memperoleh konseling ASI. Faktor yang paling bermakna memengaruhi ASI eksklusif berturut-turut, yaitu faktor psikis ibu, dukungan keluarga, pengetahuan tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI. Kesimpulan. Proporsi ASI eksklusif pada bayi cukup bulan yang dilakukan IMD di RS St Carolus adalah 75%. Faktor yang terbukti memengaruhi pemberian ASI eksklsusif adalah faktor psikis ibu (keyakinan ibu terhadap produksi ASI), dukungan keluarga, pengetahuan ibu yang benar tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI.


Paediatrica Indonesiana | 2009

Management of hyperbilirubinemia in near ... term newborns according to American Academy of Pediatrics Guidelines: Report of three cases

Naomi Esthemita Dewanto; Rinawati Rohsiswatmo

All neonates have a transient rise in bilirubin levels, and about 30-50% of infants become visibly jaundiced.1,2 Most jaundice is benign; however, because of the potential brain toxicity of bilirubin, newborn infants must be monitored to identify those who might develop severe hyperbilirubinemia and, in rare cases, acute bilirubin encephalopathy or kernicterus. Ten percent of term infants and 25% of near-term infants have significant hyperbilirubinemia and require phototherapy. 3 The American Academy of Pediatrics (AAP) recommends procedures to reduce the incidence of severe hyperbilirubinemia and bilirubin encephalopathy, and to minimize the risks of unintended harm such as maternal anxiety, decreased breastfeeding, and unnecessary costs or treatment.4 The guidelines provide a framework for the prevention and management of hyperbilirubinemia in newborn infants of 35 weeks or more of gestational age (term and near-term newborns). This case report details the management of three newborns of 35 or more gestational age at the Siloam Lippo Cikarang Hospital, Tanggerang, West Java, Indonesia according to the AAP guidelines.

Collaboration


Dive into the Rinawati Rohsiswatmo's collaboration.

Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar

Lily Rundjan

University of Indonesia

View shared research outputs
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar
Top Co-Authors

Avatar

Sarah Rafika

University of Indonesia

View shared research outputs
Researchain Logo
Decentralizing Knowledge