Satibi
Gadjah Mada University
Network
Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.
Publication
Featured researches published by Satibi.
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2016
Metty Azalea; Tri Murti Andayani; Satibi Satibi
Gangguan fungsi ginjal merupakan salah satu permasalahan utama kesehatan masyarakat Indonesia. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pembiayaan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) menggunakan tarif Indonesian Case Based Group (INA-CBGs), tetapi seringkali biaya riil lebih besar dari tarif INA-CBGs. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rata-rata biaya pengobatan pasien penyakit ginjal kronis (PGK) rawat inap dengan hemodialisis serta mengetahui komponen biaya yang paling berpengaruh terhadap tarif rumah sakit, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya pengobatan PGK dan perbedaan antara biaya riil dengan tarif INA-CBGs. Jenis penelitian adalah analitik cross-sectional dengan perspektif rumah sakit. Data diambil secara retrospektif pada bulan Januari-April 2016. Subjek penelitian adalah pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif, uji korelasi Spearman dan uji one sample t-test. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 47 episode rawat inap. Rata-rata biaya riil pengobatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis dengan tindakan operatif per episode rawat inap sebesar Rp.23.732.520,02 ± Rp.19.142.379,09 dan non operatif sebesar Rp.12.800.910,61 ± Rp.6.409.290,00. Pada kelompok biaya operatif komponen terbesar adalah biaya tindakan medis operatif sebesar 29,39% dan pada kelompok non operatif biaya yang terbesar pada biaya pelayanan penunjang medis sebesar 27,12%. Faktor yang mempengaruhi biaya pengobatan pasien PGK rawat inap dengan hemodialisis adalah komorbid, frekuensi HD dan LOS. Perbedaan antara biaya riil dan tarif INA-CBGs terdapat pada kelompok N-4-10 II Kelas I; N-4-10-II Kelas II; N-4-10-III; N-4-10-I Kelas I dan selisih tarif rumah sakit dan tarif INA-CBGs sebesar Rp.225.632.939,96. Kata Kunci: penyakit ginjal kronis , analisis biaya, INA-CBGs, hemodialisis
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2014
Partini Partini; Tri Murti Andayani; Satibi Satibi
Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 15 ayat 3 menyebutkan bahwa pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di rumah sakit harus dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien IFRS dr. Soeradji Tirtonegoro dan Apotek Kimia Farma, tingkat keterjaringan pasien, lost of profit dan untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pelayanan farmasi satu pintu. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei yang bersifat analitik, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data dikumpulkan dari kuesioner yang diperoleh dari manajemen dan staf rumah sakit sebanyak 98 orang untuk kuesioner pelaksanaan sistem farmasi satu pintu. Pasien yang menebus obat di instalasi farmasi rumah sakit sebanyak 345 orang dan Apotek Kimia Farma sebanyak 385 orang untuk kuesioner kepuasan pasien, serta data kunjungan pasien dan penjualan yang ada di rumah sakit. Analisis yang digunakan untuk pelaksanaan sistem farmasi satu pintu adalah dengan menggunakan pengujian secara parsial dengan t-test yang selanjutnya dilakukan analisis regresi sedangkan untuk kepuasan pasien menggunakan SERVQUAL/analisis gap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kepuasan pasien di instalasi farmasi masih lebih tinggi daripada di Apotek Kimia Farma. Tingkat keterjaringan pasien rawat jalan di instalasi farmasi pada bulan Januari sampai dengan Maret 2014 rata-rata sebesar 21,08%, dan lost of profit di instalasi farmasi adalah Rp. 623.255.384,- per bulan atau sekitar 26,87% dari total penjualan di rumah sakit. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pelayanan farmasi satu pintu yaitu administrasi (p=0,008) dan service delivery (p=0,028). Kata kunci : pelayanan farmasi, satu pintu, IFRS
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2014
Hartati Hartati; Nike Herpianti Lolok; Achmad Fudholi; Satibi Satibi
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Baubau dan RS Santa Anna Kendari sebagai rumah sakit rujukan di Sulawesi Tenggara terus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, tetapi keterbatasan peralatan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia menjadi kendala tersendiri. Di antaranya adalah belum terbentuknya tim patient safety dan masih diterapkannya sistem rawat gabung pada ruang Intensive Care Unit (ICU) yang berpotensi menimbulkan kejadian medication error . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian medication error pada pasien ICU di RSUD Kota Baubau dan RS Santa Anna Kendari serta faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian medication error tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data berupa telaah resep dan observasi terhadap proses penyiapan hingga pemberian obat pada pasien ICU yang dilanjutkan dengan diskusi kelompok terarah bersama direktur rumah sakit, kepala instalasi farmasi, dan kepala ruang ICU. Analisis data dilakukan dengan mempresentasikan jumlah kejadian pada masing-masing kelompok indikator medication error . Hasil analisis menunjukan bahwa kejadian medication error terbesar pada pasien ICU RSUD Kota Baubau berupa administration error dengan 144 kejadian (46,91%), kemudian dispensing error dengan 119 kejadian (38,76%), dan kejadian terkecil adalah prescribing error dengan 44 kejadian (14,33%). Demikian pula pada pasien ICU di RS Santa Anna Kendari, angka kejadian medication error tertinggi berupa administration error , yaitu 81 kejadian (42,6%), diikuti prescribing error , yaitu 71 kejadian (37,4%), dan dispensing error , yaitu 38 kejadian (20%). Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kejadian medication error adalah persoalan sistem (minimnya kelengkapan fasilitas di rumah sakit), profesional (sumber daya manusia, meliputi dokter, tenaga farmasis, serta perawat), dan dokumentasi. Kata kunci: Medication Error , Pasien ICU, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2014
Yopi Rikmasari; Satibi Satibi; Tri Murti Andayani
Pengukuran kinerja menggunakan Balanced Scorecard (BSC) di IFRS X perlu dilakukan mengingat peta strategi yang telah disusun sebelumnya memerlukan suatu ukuran kinerja dan perlu mengetahui ukuran kinerja awal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja IFRS Mitra Idaman menggunakan indikator kinerja sesuai dengan tujuan – tujuan strategik BSC yang telah disusun dalam peta strategi. Penelitian ini merupakan studi deskriptif. Subjek penelitian adalah seluruh karyawan IFRS X, pasien rawat jalan serta dokter dan perawat. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Analisa yang digunakan sesuai dengan masing – masing indikator kinerja berdasarkan tujuan strategik pada keempat perspektif BSC. Hasil penelitian perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tidak baik mengingat dari 10 indikator yang diukur hanya 3 indikator yang menunjukkan hasil baik yaitu kepuasan kerja karyawan yang berada pada tingkat puas dan karyawan berada pada tingkat tidak stress dan budaya organisasi baik. Perspektif proses bisnis internal menunjukkan hasil cukup baik, dari 8 indikator kinerja yang diukur dispensing time sudah memenuhi standar, tingkat ketersediaan obat dan kepatuhan terhadap formularium hampir mencapai 100 %., persentase stok mati, perbekalan farmasi ED dan rusak serta persentase stok akhir minimal, pembelian IFRS mendekati nilai perencanaan sedangkan frekuensi melakukan Drug Use Review masih kurang. Perspektif customer menunjukkan hasil yang tidak baik karena kepuasan customers baik eksternal dan internal tidak puas walaupun tingkat keterjaringan pasien sudah menunjukkan persentase 94,12 %. Perspektif keuangan menunjukkan cukup baik, yaitu ITOR 13,3 kali, Gross profit Margin 22,1 % pertumbuhan pendapatan 22,15 % dan persentase penerimaan IFRS terhadap penerimaan RS 55,9 %. Kata kunci: strategi, balanced scorecard , kinerja
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2014
Farida Munawaroh; Tri Murti Andayani; Satibi Satibi
Pemberlakuan INA-CBGs untuk kasus fraktur tulang membutuhkan perencanaan pengobatan dan analisis biaya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor pasien dan faktor operasi terhadap lama waktu perawatan pasien fraktur tulang, memperoleh gambaran mengenai besarnya biaya total perawatan, dan kesesuaian besarnya biaya total perawatan sesuai dengan tarif INA-CBGs. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional menurut perspektif rumah sakit. Metode pengambilan data secara retrospektif. Subjek yang digunakan adalah seluruh pasien di RSUD Panembahan Senopati Bantul dari bulan Januari-Desember 2011 yakni pasien dengan satu lokasi fraktur, dirawat di kelas III dengan Jamkesmas, menjalani pembedahan ORIF ( Open Reduction with Internal Fixation ), dan mempunyai data lengkap. Variabel penelitian adalah faktor pasien, faktor pembedahan, biaya dan outcome terapi (lama perawatan). Analisis data menggunakan Chi-Square , korelasi Spearman, dan Mann Whitney .Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor pasien yakni umur dan jenis kelamin dengan lama perawatan (LOS). Sedangkan faktor pembedahan yaitu lokasi pembedahan, lama operasi, dan lama penundaan operasi memiliki hubungan signifikan dengan lama perawatan pada pasien fraktur tulang. Rata-rata biaya total perawatan adalah Rp 4.567.422,2 ± Rp 1.426.742,5 untuk prosedur anggota tubuh bagian atas ringan (M-1-80-I), Rp 5.956.427,5 ± Rp 2.337.127,2 untuk prosedur lutut dan tungkai bawah selain kaki ringan (M-1-70-I), dan Rp 8.181.788,4 ± 1.271.180,5 untuk prosedur paha dan sendi panggul selain sendi mayor ringan (M-1-20-I). Rata-rata biaya total tersebut lebih tinggi dan berbeda signifikan dibandingkan dengan tarif INA-CBGs. Kata kunci : fraktur tulang, analisis biaya, INA-CBGs, LOS
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2014
Muhammad Zaini; Satibi Satibi; Lutfan Lazuardi
Apotek merupakan fasilitas kesehatan yang distribusinya tidak merata di Kota Banjarbaru. Konsekuesi dari keadaan tersebut dapat mempengaruhi perilaku konsumen apotek. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh sikap, norma subjektif, dan kontrol keperilakuan terhadap niat konsumen dalam pemanfaatan pelayanan apotek pada daerah dengan padat apotek (daerah I) dan daerah dengan sedikit apotek (daerah II) menggunakan konsep Theory of Planned Behavior (TPB). Peneltian ini merupakan studi non eksperimental dengan deskriptif analitik menggunakan software SIG untuk pemetaan lokasi apotek dengan bantuan GPS. Rumus Hagget digunakan untuk mengetahui pola sebaran apotek di kota Banjarbaru. Survei keyakinan menonjol (salient beliefs) dilakukan dengan studi eksplorasi dan niat konsumen diukur menggunakan kuesioner TPB. Pengambilan sampel dengan cross sectional study. Jumlah sampel sebanyak 377 yang terbagi menjadi 247 kuesioner apotek daerah I dan 130 kuesioner apotek daerah II. Analisis yang dilakukan meliputi uji validitas dan reliabilitas kuesioner, uji asumsi klasik, uji regresi liner berganda, uji t dan uji F. Hasil penelitian menunjukkan apotek terkonsentrasi di pusat kota Banjarbaru dengan pola sebaran mengelompok (T=0,15). Analisis regresi konsumen apotek daerah I menunjukkan ada pengaruh positif dan signifikan variabel sikap, norma subjektif dan kontrol keperilakuan terhadap niat konsumen apotek (p 0,05). Kontrol keperilakuan berupa pelayanan petugas farmasi merupakan faktor yang dominan bagi konsumen daerah I agar berniat ke apotek dan variabel norma subjektif berupa keberadaan dokter merupakan faktor pendorong dominan konsumen apotek daerah II agar berniat ke apotek. Kata kunci: distribusi apotek, sistem informasi geografis, theory of planned behavior
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) | 2014
Tommy Pratama; Djoko Wahyono; Satibi Satibi
Peranan sumber daya manusia sangat penting untuk menciptakan performa dan keunggulan bersaing bagi industri farmasi dalam persaingan nasional maupun internasional. Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif antara faktor gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen, dan produktivitas karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar keempat faktor di atas dalam konteks sebuah industri farmasi. Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan pendekatan asosiatif. Metode pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 50 responden. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yang menggambarkan variabel penelitian, yaitu gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen organisasi, dan produktivitas. Data penelitian diuji menggunakan uji regresi linear, korelasi Pearson, dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bersifat positif dan signifikan antar variabel gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen organisasi, dan produktivitas (p < 0,05). Pengaruh secara simultan oleh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi juga menunjukkan pengaruh positif terhadap komitmen organisasi dan produktivitas (p < 0,05). Pengaruh mediasi ditunjukkan oleh variabel budaya organisasi antara gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi dan produktivitas. Kata Kunci: budaya, kepemimpinan, komitmen, produktivitas
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2013
Wawang Anwarudin; Achmad Fudholi; Satibi Satibi
Balanced Scorecard (BSC) merupakan suatu kerangka kerja yang komprehensif dan koheren yang menerjemahkan visi dan misi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu. Unit Bisnis Apotek PD. Farmasi Ciremai merupakan salah satu unit bisnis yang dimiliki oleh Pemkot Cirebon yang bergerak di bidang farmasi komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kinerja Unit Bisnis Apotek PD. Farmasi Ciremai dengan empat perspektif balanced scorecard yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan, dimana hasil pengukuran dapat digunakan sebagai dasar penyusunan peta strategi perusahaan. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan deskriptif non eksperimental menggunakan data kuantitatif yang diperoleh melalui laporan keuangan, observasi langsung, dan survei terhadap resep menggunakan analisis deskriptif evaluatif, dan data kualitatif diperoleh melalui kuesioner dan hasil wawancara mendalam dengan Apoteker dan Direktur PD Farmasi Ciremai. Sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner menggunakan analisis product moment pearson dan Alpha Cronbach dengan software SPSS 17.0. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kinerja dari Unit Bisnis Apotek PD. Farmasi Ciremai secara keseluruhan rata-rata indikator dalam kondisi baik; (1) Perspektif keuangan menunjukkan kinerja keuangan yang baik, karena berada diatas rata-rata industri (ROI 10,86%, GPM 16,05%, TATO 2,56x, dan ITOR 8,95x) kecuali nilai NPM (4,26%) masih di bawah rata-rata industri. (2) Perspektif pelanggan, secara keseluruhan tingkat pelayanan kepada pelanggan sudah baik, kondisi ini tercermin dari skor rata-rata kepuasan pelanggan yang tinggi (3,7). (3) Perspektif proses bisnis internal, mampu memberikan fasilitas pelayanan yang baik dengan tingkat ketersediaan obat yang tergolong tinggi (88,41%), tetapi pada pelayanan informasi obat dan waktu tunggu perlu ditingkatkan. (4) Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, mampu meningkatkan motivasi dan semangat kerja serta disiplin kerja karyawan ditunjukkan dengan turunnya persentase ketidakhadiran (2,18%), peningkatan turn over rate (0,08%), peningkatan produktivitas (Rp. 1.091.172/karyawan), dan skor budaya organisasi (3,63) yang tinggi, skor motivasi kerja tinggi (3,66), team work dengan skor 3,52 (tinggi), serta leadership dengan skor 3,65 (tinggi), tetapi skor nilai kepuasan karyawan 3,23 masuk dalam kategori sedang, sehingga manajemen perlu berupaya untuk lebih meningkatkan lagi kinerjanya dimasa mendatang. Pada penelitian ini pengukuran kinerja unit bisnis apotek adalah suatu tahap untuk melakukan pemetaan strategi unit bisnis apotek PD Farmasi Ciremai dengan rerangka balanced scorecard. The Balanced Scorecard (BSC) is a comprehensive framework and a coherent vision and mission translates into a set of integrated performance measures. Pharmacy Business Unit PD. Ciremai pharmacy is one of the business units owned by the municipal government Cirebon engaged in community pharmacy. This study aims to identify the performance of the Business Unit Pharmacy PD. Pharmacy of Ciremai with four balanced scorecard perspectives namely financial perspective, customer, internal business processes, and learning and growth, where the measurement results can be used as a basis for the preparation of the companys strategy map. This research is a descriptive non-experimental approach using quantitative data obtained through financial reports, direct observation, and survey of recipes using evaluative descriptive analysis and qualitative data obtained through questionnaires and in-depth interviews with the Pharmacist and Director of PD Pharmacy Ciremai. Previously tested the validity and reliability of the questionnaire using Pearson product moment analysis and Alpha Cronbach with SPSS 17.0 software. Based on the results of the study the average performance of the Business Unit Pharmacy PD. Pharmacy Ciremai overall average indicator in good condition; (1) Financial Perspective show good financial performance, because it is above the industry average (ROI 10.86%, 16.05% GPM, 2.56 x TATO) unless the value NPM (4.26%) and itor (8.95 x) is still below the industry average. (2) The customer perspective, the overall level of customer service is good; the condition is reflected in the average score of customer satisfaction (3.7). (3) Internal business process perspective, able to provide a good service facility with the availability of drugs is high (88.41%), but the drug information service and waiting times need to be improved. (4) learning and growth perspective, to increase motivation and morale, and discipline of employees indicated by the decline in the percentage of absenteeism (-2.18%), increased turnover rate (0.08%), increased productivity (IDR 24.969/employee ), and organizational culture scores (3.63) were high, high working motivation score (3.66), team work with a score of 3.52 (high), and leadership with a score of 3.65 (high), but the score value satisfaction 3,23 employees in the category of being, so management should seek to further enhance its performance in the future. In this study, the pharmacy business unit performance measurement is a stage mapping strategy for the pharmacy business unit of PD. Pharmacy Ciremai with the balanced scorecard framework.
Journal of Management and Pharmacy Practice | 2011
Mu’min Gozali; Achmad Fudholi; Satibi Satibi
Endorser used on product advertising is ordinary thing on marketing. Developments in the flow of informationand technology have caused consumers to be increasingly selective in their choice of products. This fact hasstimulated companies to be more sensitive to consumer demand. Advertising is one of the promotional activitiesused as a medium for conveying a message to shape consumers’ attitudes. This research was conducted to measurethe influence of local and foreign endorsers’ credibility and attractiveness on consumer perceptions and purchase decisions, and to look into the difference between the use of local endorsers and the use of foreign endorsers in their influence on consumer perceptions and purchase decisions. This was an experimental research carried out in two phases, i.e. exploratory analysis and confirmatory analysis using a cross-sectional approach. The researchinstruments employed were samples of advertisements and questionnaires. The research subjects comprised130 respondents each for local and foreign endorsers. The data were analyzed using simple regression and anindependent t-test with SPSS 11.5 for windows. The research results showed that the ability of local endorsers’credibility and attractiveness to predict the consumer perceptions variable was 16.4%, their ability to predict consumerpurchase decisions was 11.3%. The ability of foreign endorsers’ credibility and attractiveness to predict the consumerperceptions variable was 30.1%, and their ability predict consumer purchase decisions was 37.4%. After a comparison was made using an independent sample t-test, it was found that consumer perceptions of advertisements with localendorsers were lower than consumer perceptions of advertisements with foreign endorsers, and consumer purchasedecisions on products advertised with local endorsers were fewer than consumer purchase decisions on productsadvertised with foreign endorsers. Keywords : advertisements, endorsers’ credibility, endorsers’ attractiveness
Pharmacy Practice in Developing Countries#R##N#Achievements and Challenges | 2016
Tri Murti Andayani; Satibi Satibi