Endang Sulistyaningsih
Gadjah Mada University
Network
Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.
Publication
Featured researches published by Endang Sulistyaningsih.
Research on Crops | 2017
Endang Dewi Murrinie; Prapto Yudono; Azis Purwantoro; Endang Sulistyaningsih
Wood-apple [Feronia limonia (L.) Swingle] is a fruit plant in the Rutaceae family with many uses. Wood-apple is usually propagated by using its seeds, but information about wood-apple seed quality is hardly available. One of the factors that determine the quality of the seeds is seed maturity. The maximum vigour of seed was achieved when the seeds reached physiological maturity. There was no information of wood-apple fruit harvest time related to seed physiological maturity. Therefore, the research on seed physiological maturity of wood-apple based on fruit age was conducted. Wood-apple fruits used for this study were taken from the village Dasun, district Lasem, Rembang, Central Java Province, Indonesia. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) consisting of eight fruit age of 2, 3, 4, 5, 6, 7 and 8 months after anthesis and mature fruit exactly detached from the tree, hereinafter called the fallen mature fruit. The results showed that wood-apple seeds reached their physiological maturity when mature fruits exactly detached from the tree, or called the fallen mature fruit at the age of 8.25 to 8.75 months after anthesis. Physiological maturity of wood-apple seed was chracterized by the seed dry weight, germination percentage and seedling emergence percentage which had reached the maximum i. e. 0.0306 g, 97.71% and 96.67%, respectively. Conversely seed moisture content and electrical conductivity had reached the minimum 13.01% and 1.16 mS, respectively.
Vegetalika | 2014
Mila Laras Setyowati; Endang Sulistyaningsih; Eka Tarwaca Susila Putra
INTISARI Petani kubis di dataran tinggi sering mengalami gagal panen karena adanya faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dan hasil kubis, salah satunya adalah penyakit. Pada saat ini, penyakit utama pada kubis yang menyebabkan petani gagal panen adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae . Oleh karena itu, perlu dikaji sistem tanam tumpangsari kubis dengan tanaman lainnya agar petani tetap dapat memanen krop kubis. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan serta hasil kubis yang ditumbuhkan dalam sistem tanam tumpangsari dengan bawang daun. Penelitian dilaksanakan di dataran tinggi yang berlokasi di Dusun Daru, Desa Pagergunung, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah pada bulan Agustus sampai November 2011. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) faktor tunggal, dengan 3 blok sebagai ulangan. Perlakuan yang diuji adalah tumpangsari kubis dan bawang daun, monokulutur kubis dan monokultur bawang daun. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa variabel lingkungan, pertumbuhan dan hasil tanaman kubis serta bawang daun. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan uji-t. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa tumpangsari kubis dengan bawang daun lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan monokulturnya karena tumpangsari tersebut menghasilkan land equivalent ratio (LER) sebesar 2,68. Pada satu hamparan lahan yang sama dapat dipanen dua komoditas yaitu kubis dan bawang daun. Kata kunci : bawang daun, kubis, monokultur, tumpangsari
Biota Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Hayati | 2013
Muhammad Anshar; Tohari Tohari; Bambang Hendro Sunarminto; Endang Sulistyaningsih
Percobaan di rumah kaca telah dilaksanakan di provinsi DIY pada bulan Maret-Juni 2009. Percobaan bertujuan mengkaji tanggap fisiologis dan hasil bawang merah terhadap kondisi lengas tanah berbeda pada ketinggian tempat berbeda. Penelitian disusun berdasarkan percobaan lokasi dalam Rancangan Petak Petak Terbagi ( Split Split Plot Design ) diulang tiga kali. Petak utama adalah lokasi dengan ketinggian tempat berbeda di atas permukaan laut (dpl.) terdiri atas: (1) 100 m dpl., (2) 400 m dpl., dan (3) 800 m dpl.; Sub-plot adalah varietas bawang merah terdiri atas: (1) ‘Palu’, (2) ‘Palasa’, dan (3) ‘Sumenep’. Sub-sub-plot adalah lengas tanah dalam persentase kapasitas lapangan (% KL) terdiri atas: (1) 50% KL, (2) 100% KL, dan (3) 150% KL (kondisi jenuh). Lokasi dengan ketinggian tempat berbeda memberikan tanggap fisiologi dan hasil bawang merah yang berbeda. Varietas Palu memiliki aktivitas fotosintesis lebih besar pada semua kondisi lingkungan berbeda dan lebih tahan terhadap cekaman kekurangan dan kelebihan lengas tanah terutama di dataran rendah. Lengas tanah 100% KL menghasilkan aktivitas fisiologi dan hasil umbi kering panen lebih tinggi, sebaliknya lengas tanah 50% KL dan 150% KL menurunkan pertumbuhan dan hasil bawang merah varietas Palasa, Palu dan Sumenep pada semua ketinggian tempat. Kata kunci: bawang merah, ketinggian tempat, lengas tanah, fisiologi
Plant Cell Tissue and Organ Culture | 2006
Endang Sulistyaningsih; Youhei Aoyagi; Yosuke Tashiro
Archive | 2013
Hidayat Pujisiswanto; Prapto Yudono; Endang Sulistyaningsih; Bambang Hendro Sunarminto
Ilmu Pertanian (Agricultural Science) | 2013
Alfu Laila; Endang Sulistyaningsih; Arif Wibowo
Agrivita : Journal of Agricultural Science | 2009
Dwi Setyorini; Didik Indradewa; Endang Sulistyaningsih
Vegetalika | 2018
Dhimas Ikhsan Prakoso; Didik Indradewa; Endang Sulistyaningsih
Vegetalika | 2018
Ayu Ainullah Muryasani; Endang Sulistyaningsih; Eka Tarwaca Susila Putra
The Horticulture Journal | 2018
Nur Aeni Ariyanti; Kotaro Torikai; Rizky Pasthika Kirana; Sho Hirata; Endang Sulistyaningsih; Shin-ichi Ito; Naoki Yamauchi; Nobuo Kobayashi; Masayoshi Shigyo