Nugraheni Eko Wardani
Sebelas Maret University
Network
Latest external collaboration on country level. Dive into details by clicking on the dots.
Publication
Featured researches published by Nugraheni Eko Wardani.
Scholaria: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan | 2018
Sugeng Supriyono; Nugraheni Eko Wardani; Kundharu Saddhono
Poetry as a literature work which is a manifestation of human culture that is full of life value, so it is very relevant for character building. The aim of this research is to describe character value and how to implemented on literature study at school of poetry “Bulan Ruwah” from Subagio Sastrowardoyo. This qualitative research applies the description method and using content analyisis. The data of this research is Subagio Sastrowardoyo’s poetry “Bulan Ruwah”. The data analysis techique was referenced technique and recorded technique, using stylistic approach. It is found that there are three values of characters in the poetry “Bulan Ruwah”.
RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya | 2018
Sugeng Supriyono; Nugraheni Eko Wardani; Kundharu Saddhono
Character’s Value Of Rerponsibilities from Subagio Sastrowardoyo Poems. The purpose of this study is to describe the value of responsibility character building of poems by Subagio Sastrowardoyo. This research includes descriptive qualitative research type with content analysis. Sources of data in this study book collection of Simfoni Dua by Subagio Sastrowardoyo. Techniques of collecting data using library techniques, refer method, and record. Data analysis technique uses interaction technique with stilistika approach. Based on the results of research that has been done, it is xa0found that the value of responsibility character building are implicit in the words, phrases, and sentences, ncluding spiritual responsibility to God, social responsibility to fellow human beings, and personal responsibility to yourself. The value of responsibility character building that is contained in the poems of Subagio Sastrowardoyo is relevant to literary learning which includes the competence of knowledge and skills of appreciating and writing poetry.
Lingua Didaktika: Jurnal Bahasa dan Pembelajaran Bahasa | 2018
Paramita Nur Pratiwi; Suyitno Suyitno; Nugraheni Eko Wardani
This paper aim to describe paradigm deconstruction of previous basic thought about Balinese myth in a Jejak Dedari yang Menari di Antara Mitos dan Karma, a novel by Erwin Arnada. This paper is qualitative descriptive. This paper using content analysis method with deconstruction literacy approach. The text of Jejak Dedari yang Menari di Antara Mitos dan Karma a novel by Erwin Arnada was used as source of paper data that published in 2016 by Gagas Media. Data collection techniques used in this paper are reading, record and data card techniques. The data validity used triangulacy theory. The results of the research are (1) Myths of Kolok children, and (2) Sincerity and taksu bring the new soul. Both results obtained reveal that the belief in something can be overturned so that what is commonly considered as a belief can be dismantled into taboos or vice versa. Keyword: Deconstruction, Myth, Novel, Erwin Arnada Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dekonstruksi paradigma tentang dasar pemikiran terdahulu terhadap suatu mitos yang berada di Bali dalam novel Jejak Dedari yang Menari di Antara Mitos dan Karma karya Erwin Arnada. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode content analysis dengan pendekatan dekonstruksi sastra. Sumber data penelitian ini adalah teks novel yang berjudul Jejak Dedari yang Menari di Antara Mitos dan Karma karya Erwin Arnada yang dirilis pada tahun 2016 produksi GagasMedia. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik baca, catat dan kartu data. Validitas data menggunakan triangulasi teori. Hasil penelitian ini memaparkan, (1) Mitos anak kolok, dan (2) Ketulusan dan taksu menghadirkan jiwa yang baru. Kedua hasil yang didapat mengungkapkan bahwa kepercayaan terhadap sesuatu dapat Lingua Didaktika Volume 11 No 2, July 2017 224 P-ISSN: 1979-0457 dijungkirbalikan sehingga hal yang biasanya dianggap lumrah dan sudah menjadi keyakinan dapat dibongkar menjadi hal yang tabu atau sebaliknya. Kata Kunci: Dekonstruksi, Mitos, Novel, Erwin Arnada A. PENDAHULUAN Novel merupakan salah satu gendre sastra yang populer hingga zaman moderen seperti sekarang ini. Kepopuleran novel ini dikarenakan kisah yang dituangkan di dalamnya mengangkat fenomena-fenomena yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Selain itu, novel yang juga termasuk dalam sastra kontemporer ini memilki sarana penceritaan yang lengkap bahkan hampir sama dengan narasi nonsastra yang membuatnya dapat dikaitkan dengan disiplin lain (Ratna, 2013). Kisah yang tersaji dalam novel dikemas secara meluas dan detail, mulai dari sang tokoh masih anak-anak hingga dewasa untuk memperoleh suatu keutuhan cerita yang berkesinambungan (Sayuti, 2000). Kehadiran novel pun dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari apa yang dikisahkan dan bagaimana pengarang menuturkan kisah di dalamnya. Kemunculan novel ini juga dapat dianggap sebagai wadah untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia, salah satunya yaitu kebudayaan. Manusia adalah makhluk kultur dengan segala aktivitas kebudayaannya, maka pengarang memanfaatkan hal tersebut untuk menciptakan dunia fiksi dengan bahasa tulis yang dapat menanamkan nilai-nilai kehidupan bagi para pembacanya. Berbicara tentang budaya, maka dapat pula dikaitkan dengan mitos yang menjadi salah satu bagian dari budaya itu sendiri. Masyarakat Indonesia kaya akan budaya dan berbagai macam mitos di dalamnya. Kehadiran mitos ini pun sangat lekat dengan kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan sehari-hari mitos sering dikaitkaitan dengan segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia. Hal itu menandakan bahwa kepercayaan terhadap mitos sangat kuat meski pun zaman telah berganti, namun tidak sedikit masyarakat yang masih mempercayai tentang suatu mitos. Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana (Barthes, 2004). Lebih lanjut, (Wellek dan Warren, 2014) menjelaskan bahwa mitos bersifat irasional intuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis. Menurut sejarahnya mitos mengikuti dan berkaitan erat dengan ritual, sebab di dalam ritual itu sendiri mitos merupakan sesuatu yang diucapkan atau cerita yang diperagakan oleh ritual. Jadi kehadiran mitos ini selalu mengitari kehidupan masyarakat dan terkadang dijadikan prantara sebagai ukuran dalam bertindak. Kehadiran mitos di tengah-tengah masyarakat ini pun membuat sastrawan memanfaatkannya sebagai salah satu tema penting ke dalam karyanya. Salah satunya yaitu novel yang berjudul Jejak Dedari yang Menari di antara Mitos dan Karma karya Erwin Arnada. Kisah yang terdapat dalam novel ini sendiri pun terinspirasi dari kehidupan nyata masyarakat bisu tuli (kolok) yang berada di desa Bengkala Bali Utara. Kehidupan tokoh Rare yang menjadi sentral dalam cerita, terlahir sebagai anak kolok membuat hidupnya penuh dengan penderitaan. Menurut mitos anak yang terlahir dengan kondisi seperti ini dipercayai akibat kutukan para dewa karena dosa para leluhurnya di masa lalu. Selain terlahir sebagai anak kolok, Rare pun lahir tepat pada hari Wuku Wayang. Dalam tradisi dan kepercayaan umat Hindu di Bali, anak yang lahir pada hari Wuku Wayang ini akan memiliki karakter yang buruk karena sifat negatif yang lebih dominan dan akan berpengaruh pada lingkungannya. Kepercayaan inilah yang pada Paradigm deconstruction – P.N. Pratiwi, Suyitno, N.E. Wardani E-ISSN 2541-0075 225 akhirnya membuat Rare menjadi bahan gunjingan masyarakat, semua tuduhan pun ditujuhkan kepadanya atas segala musibah yang terjadi di desannya. Menjadi penari Sang Hyang Dedari adalah satu-satunya cara untuk melepaskan sampel sebagai anak pembawa kutukan. Sang Hyang Dedari sendiri adalah tarian ritual masyarakat Hindu di Bali yang dipercayai dapat mengusir bala akibat kemurkaan para dewa. Namun, menjadi penari Sang Hyang Dedari tidaklah muda bagi seorang anak kolok yang lahir pada hari Wuku Wayang. Namun, berkat tekad yang gigih dan perjuangan yang disertai dengan doa-doa yang tulus, maka Rere pun berhasil mewujudkan impiannya. Anak kolok yang dipercaya sebagai pembawa kutukan pun berubah menjadi penari Sang Hyang Dedari, mitos pun berubah menciptakan sejarah baru dari sang anak kolok. Fenomena yang terdapat dalam novel Jejak Dedari yang Menari di antara Mitos dan Karma karya Erwin Arnada ini membalikan suatu paradigma yang negatif atau buruk menjadi sebaliknya. Patton (dalam Nurkhalis, 2012) mendefinisikan bahwa paradigma identik sebagai world view (pandangan dunia), general perspective (cara pandang umum), atau way of breaking down the complexity (cara untuk menguraikan kompleksitas). Makna world view sebagai kepercayaan, perasaan dan segala hal yang terdapat dalam pikiran seseorang yang berfungsi sebagai penggerak dalam perubahan sosial dan moral, sehingga world view diartikan sebagai sistem kepercayaan asas yang integral tentang hakekat diri manusia, realitas, dan tentang makna eksistensi. Lebih lanjut, secara hirarki paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subyektif seseorang mengenai realita sehingga akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu (Nurkhalis, 2012). Sebuah paradigma terbentuk apaila ada kesepakatan pada komunitas tertentu mengenai beragai pemikiran yang dianggap normal. Kesepakatan itu dapat dimulai dengan munculnya sebuah penemuan yang selanjutnya dijadikan sebagai dasar bagi segala pemikiran (Faruk, 2017). Pendapat di atas meyimpulkan bahwa pardaigma adalah sekumpulan keyakinan dasar yang membimbing tindakan manusia. Untuk mengubah paradigma masayarakat dalam novel Jejak Dedari yang Menari di Antara Mitos dan Karma Karya Erwin Arnada, penulis tertarik menggunakan pendekatan dekonstruksi sebagai pisau pembedahnya. Istilah dekonstruksi pertama kali dikemukakan oleh Jacques Derrida, seorang filusuf Perancis yang lahir di Aljazair pada tahun 1930. Kata dekonstruksi berasal dari kata konstruksi yang berarti ‘susunan’ dan awalan de-berarti ‘sebuah penurunan’. Jadi, pengertian dekonstruksi secara umum adalah penghancuran terhadap suatu konsep pemikiran terdahulu dari masa lampau yang bisa dimengerti sebagai sebuah model, susunan, atau sistem tertentu yang terdapat dalam sebuah pemikiran yang dapat menghubungkan satu pernyataan dengan pernyataan lain di dalam kaitan logika yang khusus (Rohman, 2014). Pendapat lain menambahkan bahwa dekonstruksi adalah suatu metode analisis yang dikembangkan Jacques Derrida dengan membongkar struktur dan kode bahasa, khususnya oposisi sehingga menciptakan permain tanpa tanda akhir dan makna akhir Derrida (dalam Rusmana, 2014). Dekonstruksi menolak adanya gagasan makna pusat karena pusat itu bersifat relatif. Oleh karena itulah terjadi banyak tafsir terhadap objek. Menurut (Norris, 2016) dekonstruksi merupakan strategi untuk membuktikan bahwa sastra bukanlah bahasa yang sederhana. Derrida (dalam Ozdemir, 2014) mengatakan bahwa ” That is,deconstructionis an attempt to reconstruct and to “dismantle” logocentrism which is the most Lingua Didaktika Volume 11 No 2, July 2017 226 P-ISSN: 1979-0457 constantly dominant force,” artinya dekonstruksi merupakan upaya untuk merekonstruksi dan “membongkar” logosentrisme yang merupakan kekuatan paling dominan secara terus-menerus. Membongkar yang dimaksudkan Deridda bukan berarti menghancurkannya tapi memberikan struktur dan fungsi yang berbeda dengan tujuan mengarah kepada kemajuan. Lebih lanjut, (Nurgiyantoro, 2013) menambahkan bahwa dekonstruksi terhadap suatu teks kesastraan, berarti menolak adanya makna umum yang telah diasumsikan ada dan melandasi karya yang bersangkutan dengan unsur-unsur yang ada dalam karya itu sendiri. Beberapa penelitian tentang dekonstruksi dalam karya sastra telah banyak dilakukan yaitu, Shintya (2011:75-84) dalam Jurnal ALAYASASTRA berjudul Claiming on Rama’s Love in the Story of Ramayana: A Study of Deconstructio, Abadi (2013: 67-90) dalam Jurnal OKARA dengan judul Ana
Jurnal Gramatika: Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia | 2018
Sugeng Supriyono; Nugraheni Eko Wardani; Kundharu Saddhono
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan makna diksi konotatif dalam puisi-puisi Subagio Sastrowardoyo dan pemanfaatanyaxa0 sebagai sarana pembelajaran apresiasi sastra di SMA. Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis konten. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan stilistiika. Dari penelitian yang telah dilakukan ditemukan diksi yang mengandung makna yang mengekspresikan jiwa religiusitas, mengekspresikan perasaan cinta, dan mengekpresikan jiwa kemanusiaan (kepedulian sosial). Pemahaman tentang diksi konotatif dalam puisi-puisi Subagio Sastrowardoyo relevan diimplementasikan dalam pembelajaran apresiasi sastra di SMA yang meliputi pengetahuan menganalisis dan menulis puisi.xa0 Analisis kata-kata yang bersifat simbolis dan bermakna konotatif ini dapat dilakukan melalui kajian stilistika. Kata kunci: diksi, puisi, stilistika, pembelajaran
Indonesian Language Education and Literature | 2018
Wijang Iswara Mukti; Andayani Andayani; Nugraheni Eko Wardani
This study aims to (1) describe the role of pesantren education in Indonesia, and (2) to describe the elements of pesantren education result implemented by the main character in the novel Ayat-Ayat Cinta 2 by Habiburrahman El Shirazy. This research is in the form of descriptive qualitative with the approach of the sociology of literature. Data analysis in this research using content analysis. Data validity using triangulation theory. The results of this study show: First, pesantren education has played a great role in the development of the Indonesian nation, especially in terms of generating a religious and trustworthy generation, and acts as a social controller in society when there are deviations that are not in accordance with Islamic values. Second, the story in the novel Ayat-Ayat Cinta 2 by Habiburrahman El Shirazy shows elements of pesantren education outcomes with the achievement of the goals of faith and piety, noble character, develop science, and build Islamic life through the character of the main character. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 by Habiburrahman El Shirazy provides education to the people through its beautiful, refined and full of Islamic values. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan peran pendidikan pesantren di Indonesia, dan (2) mendeskripsikan unsur-unsur hasil pendidikan pesantren yang diimplementasikan oleh tokoh utama dalam cerita novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis isi. Validitas data menggunakan triangulasi teori. Hasil penelitian ini menunjukkan: Pertama, pendidikan pesantren telah berperan banyak dalam pembangunan bangsa Indonesia terutama dalam hal melahirkan generasi yang religius dan amanah, serta berperan sebagai pengendali sosial di masyarakat saat terjadi penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Kedua, cerita di dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy menunjukkan unsur-unsur hasil pendidikan pesantren dengan tercapainya tujuan iman dan takwa, akhlak mulia, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan membangun kehidupan islami melalui karakter tokoh utamanya. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy memberikan edukasi kepada masyarakat melalui ceritanya yang indah, halus, dan penuh dengan nilai-nilai keislaman.
Kandai | 2017
Arifa Ainun Rondiyah; Nugraheni Eko Wardani; Kundharu Saddhono
Cultural social in Makassar society has an impact to life point of view and orientation to interact each other. This study is to answer the problem about how is the cultural effect to society’s life in Makassar. This research aims to describe and explain the connection between literature and society relating cultural social aspect of Makassar society in Novel by Khrisna Pabichara. Data collection is done by content analysis technique. The data was analyzed with qualitave method by using literature sociology teory. Data resource of this research is Natisha novel text quote. Analysis result showed about five cultural aspects influencing Makassar society. Sirik is a principal form and perspective of Makassar society. Silariang is marriage tradition violation done by a couple to elope. Social class of Makassar society has an important role in social life. Greetings, Makassar persons greet depend on their social class. Makassar society has literature which is called lontarak with lontar leaf media.
International Conference on Teacher Training and Education 2017 (ICTTE 2017) | 2017
Sri Kusnita; Sarwiji Suwandi; Muhammad Rohmadi; Nugraheni Eko Wardani
This article analyses describe the role of local wisdom which is contained in Malay folklore Mempawah in forming character education for children of elementary school. Local wisdom in society is very important because it shows customs, traditions, and cultural values which have rooted in society life of Malay Mempawah. The problem that arises in society is the lack of awareness to apply the value of local wisdom in everyday life that is actually the values contained in folklore. By understanding the Local Wisdom contained in folklore, it is expected that it can be used as a mean to form character in a child by inserting folklore in the learning material. The method used is naturalistic method by using literary anthropology approach. The data collecting technique done by the writer is direct observation, recording, interviews, and document study. The result of the research was analyzed by using interactive model data analysis that was data reduction, data display, and conclusion. The results of this study are: First, value of local wisdom relates to the society’s personality (1) forgiveness, (2) togetherness value, (3) sense of responsibility and keeping promise. Second, value of local wisdom relates to customs that is tradition of buang-buang. Third, value of local wisdom relates to life equipment of society. The role of local wisdom contained in folklore as the basis of character education in elementary school is not only useful as a means of learning moral values, customs, and culture but also can be used as a means to preserve the folklore itself.
Humanus | 2017
Deri Rachmad Pratama; Sarwiji Suwandi; Nugraheni Eko Wardani
CAMPUR DAN ALIH KODE DALAM NOVEL KUKEJAR CINTA KE NEGERI CINA KARYA NINIT YUNITAAbstractCode-mixing and code-switching cannot be avoided in a bilingual society. Besides in daily utterances, code-mixing and code-switching are also used in language literature. The use of code-mixing and code-switching in literature is certainly based on its contexts. This topic is essential to study because it really reflects what it is in a particular society rather than the use of the language in terms of its beauty. In addition, it is closely related to the social and cultural life as a form of language as the tool of communication. This study is aimed to describe and explain code-mixing and code-switching with the function in the novel Kukejar Cinta ke Negeri Cina written by Ninit Yunita. Data are collected by simak method. The data are validated by triangulation theory and analyzed by padan intralingual method that refers teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP). The results of the study about code-mixing are outer code-mixing which are English, Mandarin, and Arabic languages and inner code-mixing which is Javanese language. The study result of code-switching is found externally that is the use of English, Mandarin, Indonesian, and Arabic. Keywords: code mixing, code switching, function, novel, Kukejar Cinta ke Negeri Cina Abstrak Campur kode dan alih kode tidak akan bisa dihindari pada masyarakat dwibahasa. Selain dalam tuturan kehidupan sehari-hari juga digunakan dalam bahasa karya sastra. Penggunaan campur kode dan alih kode dalam karya sastra tentu berdasarkan konteks. Topik tersebut penting untuk dikaji karena sifatnya lebih nyata dalam merefleksikan apa yang ada pada masyarakat tertentu daripada penggunaan bahasa hanya dari segi keindahannya. Selain itu, erat kaitannya dengan kehidupan sosial budaya sebagai wujud bahasa untuk alat komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan campur kode dan alih kode serta fungsinya yang terdapat pada novel Kukejar Cinta ke Negeri Cina karya Ninit Yunita. Data tentang campur kode dan alih kode yang terdapat dalam novel ini didapatkan dengan metode simak, yaitu dengan cara mengidentifikasinya. Validasi data dilakukan dengan triangulasi teori. Data dianalisis dengan metode padan intralingual. Metode ini memiliki teknik hubung banding menyamakan hal pokok (HBSP). Hasil kajian ini diperoleh campur kode yang sifatnya ke luar, yaitu menggunakan bahasa Inggris, Mandarin, dan Arab sebagai wujud campur kode. Selain itu, campur kode bersifat ke dalam dengan menggunakan bahasa Jawa. Alih kode yang ditemukan bersifat ekstern, yaitu menggunakan bahasa Inggris, Mandarin, Indonesia, dan Arab.
PROSIDING PRASASTI | 2016
Kundharu Saddhono; Nugraheni Eko Wardani; Chafit Ulya; Yusuf Muflikh Raharjo
The research aims at describing (1) Friday Prayer’s Sermon as a discourse and (2) discourse structure in Firday Prayer Sermon delivered in Indonesia that is connected to the Islamic ordinance rule context and the preacher’s speech style. The source of data are obtained from (1) Friday sermons held in seven islands: Sumatra, Java, Bali, Maluku, Kalimantan, Nusa Tenggara, and Papua that is recorded audio-visually; (2) Friday sermons’ transcripts; (3) informant and resource persons; (4) events or occasions which directly or indirectly influence the Friday sermon’s speech. The research concludes that Friday sermon is an integral discourse and consists of two sermons. The first sermon is khutbah ula , which includes (1) the opening or iftitah such as salam, azan, hamdalah, syahadat, s a lawat , wasiat takwa , and Koran citation, (2) the content of the sermon, and (3) the closing prayer. The second sermon or khutbah tsaniyah consists of (1) opening that includes hamdalah, syahadat, selawat, wasiat takwa , (2) the content that includes sermon’s conclusion, and (3) the closing or ikhtitam that includes closing prayer. xa0. Keywords : Friday sermon, Indonesia, the structure, sociopragmatic, preacher, and language use
RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya | 2018
Suwarno Suwarno; Kundharu Saddhono; Nugraheni Eko Wardani